Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Mayjen TNI (Purn) Dr. Djoko Setiadi, M.Si, menyatakan jumlah serangan siber di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 232.447.974, sedangkan jumlah aduan siber ke kontak siber di BSSN mencapai 619 aduan. Dari tahun 2018 sampai dengan 3 Mei 2019, BSSN telah mendeteksi serangan siber sebanyak 27.700.668 dan serangan malware sebanyak 514.202. Hal tersebut diungkapkan Djoko ketika memberikan ceramah di hadapan para peserta PPSA 22 Lemhannas RI, Selasa (14/05), di Ruang Bhineka, Gedung Panca Gatra, Lantai 3, Lemhannas RI.


Serangan-serangan tersebut perlu menjadi perhatian dalam meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap ancaman siber. Hal ini perlu diperhatikan mengingat dampak yang ditimbulkan dapat merugikan Indonesia, ungkap Djoko yang menyampaikan ceramah tentang Kewaspadaan Nasional Menghadapi Ancaman Siber.


Djoko juga menyampaikan prediksi ancaman siber pada tahun 2019-2020 yang diprediksi akan terus berkembang, baik dari segi teknik-teknik maupun prosedur yang digunakan beberapa ancaman siber. Yang pertama tren ancaman ransomware akan berkurang, namun tetap akan menebar ancaman. Yang kedua, crypto miner akan tetap berkembang dengan beberapa pengembangan tekniknya seperti Crypto Jacking. Yang ketiga, Spear Phishing akan terus berkembang dengan beberapa kombinasi phishing campaigns.


Selain itu, penggunaan Advanced Persistent Threat (APT) akan terus berkembang dengan memanfaatkan vulnerability yang ada pada perangkat target dengan teknik zero-day. Peningkatan kejahatan, spionase, dan sabotase yang disponsori oleh state-actor akan terus berkembang juga, dan cyberwarfare dimungkinkan tetap dapat terjadi dikarenakan belum adanya norma hukum internasional yang secara spesifik berkaitan tentang ruang siber.


Selain adanya tren serangan, beberapa kebijakan dan peningkatan teknologi defensif juga diprediksi berkembang seperti, adanya peraturan dan sentimen publik tentang perlindungan data privasi, pengembangan teknologi Advances Threat Protection (ATP) untuk mendeteksi penyebaran Advance Persistent Threat (APT), Multi-factor Authentication akan menjadi standar pada semua transaksi online, banyak organisasi yang membutuhkan SDM siber yang mahir di bidang keamanan siber, dan terakhir adanya agenda dari PBB tentang perjanjian keamanan siber (diplomasi siber).


Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan sehingga diharapkan mampu mencegah dan meminimalisasi dampak dari setiap ancaman dan serangan siber tersebut. Dalam hal ini upaya kolaborasi, koordinasi,dan sinergi, serta information sharing merupakan langkah yang tepat. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah melalui hubungan BSSN selaku institusi yang menangani bidang keamanan siber Indonesia dengan seluruh stakeholder yang ada di Indonesia.

" /> Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Mayjen TNI (Purn) Dr. Djoko Setiadi, M.Si, menyatakan jumlah serangan siber di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 232.447.974, sedangkan jumlah aduan siber ke kontak siber di BSSN mencapai 619 aduan. Dari tahun 2018 sampai dengan 3 Mei 2019, BSSN telah mendeteksi serangan siber sebanyak 27.700.668 dan serangan malware sebanyak 514.202. Hal tersebut diungkapkan Djoko ketika memberikan ceramah di hadapan para peserta PPSA 22 Lemhannas RI, Selasa (14/05), di Ruang Bhineka, Gedung Panca Gatra, Lantai 3, Lemhannas RI.


Serangan-serangan tersebut perlu menjadi perhatian dalam meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap ancaman siber. Hal ini perlu diperhatikan mengingat dampak yang ditimbulkan dapat merugikan Indonesia, ungkap Djoko yang menyampaikan ceramah tentang Kewaspadaan Nasional Menghadapi Ancaman Siber.


Djoko juga menyampaikan prediksi ancaman siber pada tahun 2019-2020 yang diprediksi akan terus berkembang, baik dari segi teknik-teknik maupun prosedur yang digunakan beberapa ancaman siber. Yang pertama tren ancaman ransomware akan berkurang, namun tetap akan menebar ancaman. Yang kedua, crypto miner akan tetap berkembang dengan beberapa pengembangan tekniknya seperti Crypto Jacking. Yang ketiga, Spear Phishing akan terus berkembang dengan beberapa kombinasi phishing campaigns.


Selain itu, penggunaan Advanced Persistent Threat (APT) akan terus berkembang dengan memanfaatkan vulnerability yang ada pada perangkat target dengan teknik zero-day. Peningkatan kejahatan, spionase, dan sabotase yang disponsori oleh state-actor akan terus berkembang juga, dan cyberwarfare dimungkinkan tetap dapat terjadi dikarenakan belum adanya norma hukum internasional yang secara spesifik berkaitan tentang ruang siber.


Selain adanya tren serangan, beberapa kebijakan dan peningkatan teknologi defensif juga diprediksi berkembang seperti, adanya peraturan dan sentimen publik tentang perlindungan data privasi, pengembangan teknologi Advances Threat Protection (ATP) untuk mendeteksi penyebaran Advance Persistent Threat (APT), Multi-factor Authentication akan menjadi standar pada semua transaksi online, banyak organisasi yang membutuhkan SDM siber yang mahir di bidang keamanan siber, dan terakhir adanya agenda dari PBB tentang perjanjian keamanan siber (diplomasi siber).


Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan sehingga diharapkan mampu mencegah dan meminimalisasi dampak dari setiap ancaman dan serangan siber tersebut. Dalam hal ini upaya kolaborasi, koordinasi,dan sinergi, serta information sharing merupakan langkah yang tepat. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah melalui hubungan BSSN selaku institusi yang menangani bidang keamanan siber Indonesia dengan seluruh stakeholder yang ada di Indonesia.

"> Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Mayjen TNI (Purn) Dr. Djoko Setiadi, M.Si, menyatakan jumlah serangan siber di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 232.447.974, sedangkan jumlah aduan siber ke kontak siber di BSSN mencapai 619 aduan. Dari tahun 2018 sampai dengan 3 Mei 2019, BSSN telah mendeteksi serangan siber sebanyak 27.700.668 dan serangan malware sebanyak 514.202. Hal tersebut diungkapkan Djoko ketika memberikan ceramah di hadapan para peserta PPSA 22 Lemhannas RI, Selasa (14/05), di Ruang Bhineka, Gedung Panca Gatra, Lantai 3, Lemhannas RI.


Serangan-serangan tersebut perlu menjadi perhatian dalam meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap ancaman siber. Hal ini perlu diperhatikan mengingat dampak yang ditimbulkan dapat merugikan Indonesia, ungkap Djoko yang menyampaikan ceramah tentang Kewaspadaan Nasional Menghadapi Ancaman Siber.


Djoko juga menyampaikan prediksi ancaman siber pada tahun 2019-2020 yang diprediksi akan terus berkembang, baik dari segi teknik-teknik maupun prosedur yang digunakan beberapa ancaman siber. Yang pertama tren ancaman ransomware akan berkurang, namun tetap akan menebar ancaman. Yang kedua, crypto miner akan tetap berkembang dengan beberapa pengembangan tekniknya seperti Crypto Jacking. Yang ketiga, Spear Phishing akan terus berkembang dengan beberapa kombinasi phishing campaigns.


Selain itu, penggunaan Advanced Persistent Threat (APT) akan terus berkembang dengan memanfaatkan vulnerability yang ada pada perangkat target dengan teknik zero-day. Peningkatan kejahatan, spionase, dan sabotase yang disponsori oleh state-actor akan terus berkembang juga, dan cyberwarfare dimungkinkan tetap dapat terjadi dikarenakan belum adanya norma hukum internasional yang secara spesifik berkaitan tentang ruang siber.


Selain adanya tren serangan, beberapa kebijakan dan peningkatan teknologi defensif juga diprediksi berkembang seperti, adanya peraturan dan sentimen publik tentang perlindungan data privasi, pengembangan teknologi Advances Threat Protection (ATP) untuk mendeteksi penyebaran Advance Persistent Threat (APT), Multi-factor Authentication akan menjadi standar pada semua transaksi online, banyak organisasi yang membutuhkan SDM siber yang mahir di bidang keamanan siber, dan terakhir adanya agenda dari PBB tentang perjanjian keamanan siber (diplomasi siber).


Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan sehingga diharapkan mampu mencegah dan meminimalisasi dampak dari setiap ancaman dan serangan siber tersebut. Dalam hal ini upaya kolaborasi, koordinasi,dan sinergi, serta information sharing merupakan langkah yang tepat. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah melalui hubungan BSSN selaku institusi yang menangani bidang keamanan siber Indonesia dengan seluruh stakeholder yang ada di Indonesia.

">

Kepala BSSN: Serangan Siber Perlu menjadi Perhatian dalam Meningkatkan Kewaspadaan Nasional

Berita & Artikel Selasa, 14 Mei 2019, 04:42

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Mayjen TNI (Purn) Dr. Djoko Setiadi, M.Si, menyatakan jumlah serangan siber di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 232.447.974, sedangkan jumlah aduan siber ke kontak siber di BSSN mencapai 619 aduan. Dari tahun 2018 sampai dengan 3 Mei 2019, BSSN telah mendeteksi serangan siber sebanyak 27.700.668 dan serangan malware sebanyak 514.202. Hal tersebut diungkapkan Djoko ketika memberikan ceramah di hadapan para peserta PPSA 22 Lemhannas RI, Selasa (14/05), di Ruang Bhineka, Gedung Panca Gatra, Lantai 3, Lemhannas RI.


Serangan-serangan tersebut perlu menjadi perhatian dalam meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap ancaman siber. Hal ini perlu diperhatikan mengingat dampak yang ditimbulkan dapat merugikan Indonesia, ungkap Djoko yang menyampaikan ceramah tentang Kewaspadaan Nasional Menghadapi Ancaman Siber.


Djoko juga menyampaikan prediksi ancaman siber pada tahun 2019-2020 yang diprediksi akan terus berkembang, baik dari segi teknik-teknik maupun prosedur yang digunakan beberapa ancaman siber. Yang pertama tren ancaman ransomware akan berkurang, namun tetap akan menebar ancaman. Yang kedua, crypto miner akan tetap berkembang dengan beberapa pengembangan tekniknya seperti Crypto Jacking. Yang ketiga, Spear Phishing akan terus berkembang dengan beberapa kombinasi phishing campaigns.


Selain itu, penggunaan Advanced Persistent Threat (APT) akan terus berkembang dengan memanfaatkan vulnerability yang ada pada perangkat target dengan teknik zero-day. Peningkatan kejahatan, spionase, dan sabotase yang disponsori oleh state-actor akan terus berkembang juga, dan cyberwarfare dimungkinkan tetap dapat terjadi dikarenakan belum adanya norma hukum internasional yang secara spesifik berkaitan tentang ruang siber.


Selain adanya tren serangan, beberapa kebijakan dan peningkatan teknologi defensif juga diprediksi berkembang seperti, adanya peraturan dan sentimen publik tentang perlindungan data privasi, pengembangan teknologi Advances Threat Protection (ATP) untuk mendeteksi penyebaran Advance Persistent Threat (APT), Multi-factor Authentication akan menjadi standar pada semua transaksi online, banyak organisasi yang membutuhkan SDM siber yang mahir di bidang keamanan siber, dan terakhir adanya agenda dari PBB tentang perjanjian keamanan siber (diplomasi siber).


Terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan sehingga diharapkan mampu mencegah dan meminimalisasi dampak dari setiap ancaman dan serangan siber tersebut. Dalam hal ini upaya kolaborasi, koordinasi,dan sinergi, serta information sharing merupakan langkah yang tepat. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah melalui hubungan BSSN selaku institusi yang menangani bidang keamanan siber Indonesia dengan seluruh stakeholder yang ada di Indonesia.


Tag