Plt. Gubernur Lemhannas RI dan Wamenlu RI Sepakat Kerja Sama Internasional Jadi Langkah Penting dalam Membangun Ketahanan Geo-Maritim

Lemhannas RI kembali menyelenggarakan Jakarta Geopolitical Forum untuk ke-8 kalinya. Jakarta Geopolitical Forum VIII/2024 mengangkat tema “Addressing Geo-Maritime Resilience Challenges in The Indo-Pacific”. Diselenggarakan selama dua hari, yakni pada 25 dan 26 September 2024, penyelenggaraan Jakarta Geopolitical Forum VIII/2024 berkolaborasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

“Berdasarkan dinamika yang terjadi di Indo-Pasifik, diperlukan tata kelola maritim yang tidak hanya terbatas pada masalah keamanan konvensional, tetapi juga berkembang pada isu-isu yang lebih kompleks,” kata Plt. Gubernur Lemhannas RI Letjen Eko Margiyono. Hal tersebut disampaikan dalam Pembukaan Jakarta Geopolitical Forum VIII/2024 pada Rabu (25/9).

Isu-isu kompleks yang dimaksud terdiri atas ancaman terorisme maritim dan potensi perang hibrida di laut yang melibatkan aktor negara dan non-negara dalam bentuk konflik yang tidak teratur atau ambigu; perdagangan manusia; dan imigrasi ilegal melalui laut. Selain itu, isu penyelundupan maritim; perdagangan senjata; atau barang-barang ilegal lainnya juga termasuk dalam tantangan yang masih terjadi.

Oleh karena itu, Plt. Gubernur Lemhannas RI menekankan bahwa sebuah keharusan bagi seluruh elemen untuk saling membangun kepercayaan dan menerapkan strategi kolaboratif untuk secara bersama-sama mengelola sumber daya maritim. Kerangka kerja yang dibangun harus memprioritaskan dialog dan harus terus mengembangkan pemahaman guna mengurangi risiko eskalasi yang tidak diinginkan. Perluasan mekanisme dan pengembangkan jalur baru untuk kerja sama di bidang maritim, intelijen, dan penegakan hukum perlu dilakukan.

Perlu diingat bahwa wilayah maritim merupakan ruang bersama yang penting bagi kemakmuran, keamanan, dan stabilitas semua negara. Oleh karena itu, dalam mewujudkan keamanan, stabilitas, dan kesejahteraan pada sektor maritim dibutuhkan komitmen bersama. “Kawasan kita perlu siap dengan membangun kerangka ketahanan yang memungkinkan respons cepat dan terkoordinasi, yang tidak hanya akan memastikan stabilitas, tetapi juga menunjukkan komitmen kolektif kita terhadap perdamaian,” ucap Plt. Gubernur Lemhannas RI.

Diharapkan peningkatan kerja sama, dialog strategis, dan komitmen bersama terhadap ketahanan regional, dapat mengubah tantangan menjadi peluang. Maka semua pihak harus bersama-sama memanfaatkan JGF sebagai wadah berkomitmen untuk mewujudkan kawasan maritim yang stabil, aman, dan berkembang, dipandu oleh visi, tanggung jawab kolektif, dan manfaat bersama.

“Ketahanan geo-maritim menjadi kunci, tidak hanya untuk memastikan perdamaian dan stabilitas, tetapi juga bagaimana hal ini berdampak pada pembangunan ekonomi negara-negara di seluruh dunia,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Mansury. Menyoroti ketahanan geo-maritim tidak dapat dilepaskan dari kondisi di Laut Cina Selatan yang memiliki banyak potensi dan signifikansi.

Lebih lanjut, Wakil Menteri Luar Negeri menjelaskan bahwa lokasi Laut Cina Selatan yang strategis menjadikannya sebagai salah satu jalur perairan paling penting di dunia karena menampung sepertiga dari lalu lintas maritim global. Seperti diketahui bahwa Laut Cina Selatan menjadi jalur pengangkutan barang senilai lebih dari 3 juta dolar AS setiap tahunnya dan menghubungkan perekonomian di Asia dengan Eropa, Afrika, dan Amerika.

Selain menjadi jalur perekonomian, Laut Cina Selatan juga kaya akan sumber daya alam. Data menunjukkan sekitar 12% dari total tangkapan ikan dunia terjadi di wilayah ini serta sekitar 11 miliar barel minyak dan 190 triliun kaki kubik gas alam. Keanekaragaman hayati di dalam Laut Cina Selatan juga tidak bisa dianggap sepele. Sekitar 6.500 spesies laut, termasuk 22% dari spesies ikan dunia dan sepertiga dari spesies terumbu karang global hidup di dalam Laut Cina Selatan. “Pengelolaan yang tepat atas Laut China Selatan dapat membawa kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara di sekitarnya,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri.

Namun, dibalik potensi tersebut, ada beberapa tantangan yang dihadapi. Pertama, adanya klaim yang tumpang tindih sehingga menyebabkan banyak insiden terjadi. Kedua, terjadinya tindak kejahatan di kawasan Laut Cina Selatan seperti penangkapan ikan ilegal, penyelundupan dan perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, imigrasi ilegal, perompakan. Ketiga, degradasi lingkungan dan perubahan iklim di mana jika kekayaan alam di Laut Cina Selatan terus dieksploitasi secara berlebihan maka akan merusak keadaan Laut Cina Selatan itu sendiri.

Memerhatikan tantangan tersebut, terdapat beberapa upaya yang harus dilakukan. Pertama, arsitektur regional yang inklusif. Menurut Wakil Menteri Luar Negeri, ASEAN dapat memainkan peran penting dalam mengurangi potensi konflik di kawasan, antara lain melalui mekanisme pembentukan kepercayaan seperti Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN Plus, ASEAN Plus 3, dan Forum Regional ASEAN. Kedua, penghormatan terhadap hukum internasional. Penghormatan yang dimaksud dengan konsisten menekankan bahwa setiap klaim harus dibuat sesuai dengan dan tidak bertentangan dengan UNCLOS.

Ketiga, memerangi kejahatan maritim lintas negara. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan secara bertahap menginstitusionalisasikan dan memobilisasi kerja sama yang lebih besar dalam memerangi kejahatan di Laut China Selatan tentunya dengan tetap menghormati hukum internasional dan kedaulatan negara. Keempat, dengan memerangi perubahan iklim. Wakil Menteri Luar Negeri memandang iklim bisa menjadi faktor yang memperburuk konflik atau justru menyatukan pihak-pihak yang terlibat. Para pihak di kawasan dapat bersat jika memerangi perubahan iklim dan dampaknya dengan membawa semua pihak yang relevan ke meja perundingan dan meningkatkan kerja sama konkret.

Kelima, pengembangan ekonomi biru. Mengingat potensi besar yang dimiliki Laut China Selatan, sangat masuk akal bahwa ekonomi biru adalah area kerja sama yang harus dikembangkan di antara negara-negara di kawasan. Wakil Menteri Luar Negeri menilai kerangka ekonomi biru dapat dikembangkan dengan tiga prinsip, yakni penambahan nilai, inklusivitas, dan keberlanjutan. Kerja sama di sektor ekonomi biru juga akan mendukung upaya memastikan ketahanan rantai pasokan dan pengembangan industri.

“Kerja sama yang saling menguntungkan harus lebih diutamakan daripada persaingan,” ujar Wakil Menteri Luat Negeri. Diharapkan Laut China Selatan akan menghubungkan orang-orang, bangsa dan negara, serta mengikat para pihak bersama dalam semangat pencapaian perdamaian dan kemakmuran bersama serta tidak menjadikan Laut Cina Selatan sebagai area kontestasi yang semakin memperbesar perbedaan posisi geopolitik. (NA/CHP)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Email : bagtu@lemhannas.go.id
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749