Cetak

Agus Widjojo Bicara Wujud Konkret Empat Konsensus Dasar Kebangsaan

Di hari pertama menjalani kegiatan on campus di Lemhannas RI, para peserta PPRA LVIII menerima ceramah dari Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo selama kurang lebih tiga jam yang dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, Senin (14/5) siang di ruang Bhinneka Tunggal Ika Gd. Pancagatra Lemhannas RI. Gubernur melakukan diskusi dan tanya jawab seputar core utama Lemhannas RI yang meliputi Wawasan Kebangsaan, Ketahanan Nasional, dan Kewaspadaan Nasional. 

 

Menurutnya ketahanan nasional sebuah bangsa dapat dikatakan baik apabila ketahanan Ipoleksosbud Hankamnya (gatra) juga baik. “Ini lebih mencerminkan pembuatan kebijakan publik dimana ilmunya berasal dari fakultas disiplin ilmu,” ujar Agus Widjojo. Disamping itu ketahanan nasional sebuah negara juga dapat dilihat dari pendekatan spasial provinsi, yakni apabila ketahanan dari masing-masing daerahnya baik, otomatis ketahanan nasionalnya juga baik. “Dari provinsi bisa juga, dikatakan baik apabila ketahanan di DKI Jakarta, Maluku, Papua dan seterusnya baik, tetapi di provinsi menggunakannya juga pendekatan gatra tadi,” jelasnya.


Agus Widjojo selalu berpesan kepada kader pimpinan tingkat nasional, bahwa ketika membuat kebijakan harus memikirkan dampaknya bagi nasional dan tidak hanya bagi lingkup daerah yang dipimpinnya saja, tentunya dengan berlandaskan empat konsensus dasar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika). “Baik kita sebagai menteri maupun kepala daerah, jangan lepas dari empat konsensus dasar kebangsaan,” ujarnya.

 

Wujud konkret dari empat konsensus dasar kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, seperti yang dijelaskan oleh Agus Widjojo yakni, dalam Pancasila kita mengharapkan ada kompetensi handal dari komitmen untuk memegang teguh ideologi bangsa pancasila dan berkomitmen mengimplementasikannya.

 

“Ketika kita mendapatkan NKRI merdeka, kita tidak langsung masuk ke dalam alam kemerdekaan kita, tetapi para pendiri bangsa itu berpikir negara ini mau kita arahkan kemana, dasarnya apa? Karena kita ditakdirkan untuk hidup di dalam kebhinekaan yang tidak mudah untuk diperdebatkan pada waktu 45. hingga sampai pada komitmen Pancasila”, jelasnya.

 

Begitu pula dengan UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, dimana harus terdapat komitmen untuk berpegang teguh dalam menerapkan pasal-pasal yang terkandung di dalam UUD 1945, senantiasa mengutamakan kepentingan nasional bangsa dan negara, dan  selalu menghargai dan menghormati perbedaan ragam budaya, agama, etnik, bahasa dan golongan sebagai bagian dari struktur masyarakat.


Lemhannas RI mendapat mandat dari DPR RI, bahwa komposisi peserta pendidikan dari non TNI-Polri sebesar 51 persen, dan unsur TNI-Polri 49 persen. Namun menurut Agus Widjojo, Lemhannas cukup kesulitan ketika mecari peserta dari unsur non TNI-Polri karena waktu pendidikan di sini yang memakan waktu cukup lama.

 

Peserta PPRA LVIII dengan latar belakang yang beragam mulai dari TNI, Polri, ASN, Kopertis, hingga Partai Politik tentunya memiliki tujuannya tersendiri ketika mengikuti program pendidikan di Lemhannas RI. Pertanyaan yang sering mencuat dari para peserta terutama yang berasal dari ASN yakni apakah pendidikan di Lemhannas dapat disetarakan dengan Diklat Pim 1 yang diselenggarakan oleh LAN RI.

 

“Pendidikan di Lemhannas (PPRA/PPSA) merupakan sebagai sentuhan akhir tugas, ini adalah pendidikan kepemimpinan tingkat nasional untuk penyamaan dalam doktrin nasional. Kalau dikaitkan dengan Diklat Pim, sepengetahuan saya itu untuk membangun kompetensi kemampuan teknis organisasi, sama seperti pendidikan berjenjang TNI untuk menduduki jabatan. Tapi pendidikan disini adalah pembungkus sentuhan akhir doktrin nasional, oleh karena itu untuk pimpinan tingkat nasional,” jelas Gubernur.