Cetak

Gita Wirjawan Bicara Ekonomi Politik Global Kontemporer di Lemhannas RI

Menteri Perdagangan Republik Indonesia periode 2011-2014 Gita Wirjawan memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62, Jumat, (30/4). Dalam kesempatan tersebut Gita mengangkat topik mengenai Ekonomi Politik Global Kontemporer.

“Dunia sudah sangat berubah dalam 15 bulan terakhir ini,” ujar Gita. Gita menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 merupakan fenomena yang mengguncang dunia, lebih dari 150 juta manusia sudah terdampak. Lebih spesifik Gita menyampaikan bahwa di Asia Tenggara sudah lebih dari 3 juta manusia yang terdampak di mana Indonesia mewakili kurang lebih sebanyak 50% dan dari sisi angka kematian Indonesia mewakili kurang lebih sebanyak 68% yaitu sekitar 40.000 orang dari total angka kematian di Asia Tenggara sekitar 60.000 orang. Padahal populasi Indonesia kurang lebih sebanyak 44% dari total populasi Asia Tenggara, namun angka kematian dan angka terdampak yang ada di Indonesia melebihi persentase semestinya. Menurut Gita hal tersebut tidak proporsional dengan representasi Indonesia dalam konteks ASEAN dari sudut ekonomi dan sudut populasi. “Ini harus sangat kita sikapi kalau kita mau menjurus ke pemulihan ekonomi yang komprehensif,” kata Gita.

“Pemulihan ekonomi ini sangat berkorelasi dengan secepat apa atau sejauh mana masing-masing negara itu bisa melakukan testing atau pun vaksinasi,” ujar Gita. Lebih lanjut Gita menyampaikan mengenai beberapa keadaan yang dapat digambarkan dari era pasca pandemi Covid-19. Gita berpendapat bahwa akan terlihat secara berkesinambungan penurunan daya beli dalam 2 sampai 3 tahun ke depan. Hal tersebut sangat membuahkan deselerasi pertumbuhan ekonomi. Menurut Gita, ekonomi akan tumbuh tapi pertumbuhannya akan lebih lambat dari sebelum-sebelumnya. Selanjutnya yang akan juga terjadi adalah penurunan produksi dan penurunan produktivitas, ini dikarenakan pematahan rantai pasokan. Pemulihan rantai pasokan akan berdampak pada pemulihan daya beli. Kemudian keadaan yang akan terjadi juga adalah peningkatan aktivitas utang yang terjadi baik di tingkat individu, di tingkat korporasi, maupun di tingkat negara. Keadaan yang juga dapat digambarkan pada era pasca pandemi Covid-19 adalah model bisnis yang lebih merangkul digitalisasi.

Pada kesempatan tersebut, Gita juga menyampaikan bahwa disrupsi inovasi sudah sangat terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa hal yang dapat diantisipasi dalam 5 sampai 10 tahun ke depan terkategorisasi dalam 5 kelompok, yakni blockchain, genome sequencing, artificial intelligence, robotics, dan energy storage.

Selanjutnya Gita menyampaikan ilustrasi bagaimana untuk bertahan ke masa depan, yakni dibutuhkan kecerdasan, kecepatan, dan kerendahan hati. Kecerdasan sangat dibutuhkan baik oleh individu, korporasi, ataupun oleh negara. Dengan kecerdasan dapat memilah di antara tren yang sifatnya sekuler atau pun siklus dan tren jangka pendek atau pun jangka panjang. Kecerdasan juga membuat manusia dapat beradaptasi dengan paradigma, inovasi, dan evolusi yang begitu pesat. Kemudian kecepatan yang terkait dengan respons terhadap berbagai hal yang datang, kecepatan juga berkorelasi dengan kualitas SDM. “Semakin kita berkualitas dari sisi SDM, semakin kita bisa memberikan respons dengan kecepatan yang lebih tinggi dan juga sistem pengambilan keputusan yang sifatnya jauh lebih horizontal dibandingkan vertikal,” kata Gita.

Terakhir adalah kerendahan hati yang harus selalu ditanamkan. Bukan hanya harus sopan dan santun, tapi juga harus lebih membumi untuk bisa merasakan pergerakan perubahan dan pergeseran tren-tren yang nyata, bukan hanya dalam konteks sosioekonomi tapi juga dalam konteks teknologi. “Saya rasa hal-hal seperti itu sangat sudah dan akan terus membentuk atau me­-reshape pola pikir manusia ke depan sehingga at the end of the day Indonesia itu bisa menjadi kekuatan tengah yang sangat relevan dalam konteks geopolitisasi dunia yang semakin complicated,” kata Gita.