“Saya yakin, bahwa CPNS yang hadir di sini merupakan putra-putri terpilih setelah melewati serangkaian proses seleksi yang mengedepankan prinsip kompetitif, adil, objektif, transparan dan bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Brigjen TNI Agus Arif Fadila, S.I.P. dalam Pembukaan Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Angkatan II Tahun 2021, Selasa (25/05).

Pelatihan dasar CPNS merupakan pendidikan dan pelatihan pada masa prajabatan yang dilakukan secara terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang.

Fadila yang mewakili Sekretaris Utama Lemhannas RI menyampaikan bahwa pelatihan dasar CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang diukur berdasarkan kemampuan menunjukkan sikap perilaku bela negara, mengaktualisasikan nilai-nilai dasar PNS dalam pelaksanaan tugas jabatannya, mengaktualisasikan kedudukan dan peran PNS dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menunjukkan penguasaan kompetensi teknis yang dibutuhkan sesuai dengan bidang tugasnya.

Walaupun dilakukan dalam bentuk blended learning yang memadukan beberapa metode, yakni pembelajaran mandiri dan distance learning yang terdiri dari e-learning dan aktualisasi, Fadila yakin hal tersebut tidak akan mengurangi kualitas pembelajaran dan hasil pelatihan, selama para peserta mampu mengikuti dengan baik dan sungguh-sungguh. “Saya berharap bahwa para peserta pelatihan dasar ini, khususnya para CPNS Lemhannas RI dapat mengambil dan memetik pembelajaran yang diikutinya agar memiliki integritas moral, kejujuran, semangat nasionalisme dan kebangsaan, karakter yang unggul dan bertanggung jawab, profesionalisme serta kompetensi bidang yang kuat,” kata Fadila.

Pada kesempatan tersebut, Agus juga mengucapkan terima kasih kepada BPKP dan Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pengawasan (Pusdiklatwas) BPKP yang telah mengikutsertakan CPNS Lemhannas RI dalam pelaksanaan pelatihan dasar Calon Pegawai Negeri Sipil Angkatan II Tahun 2021. “Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada BPKP dan Pusdiklatwas yang telah menerima para CPNS Lemhannas RI untuk ikut serta dalam pelatihan dasar CPNS Angkatan II Tahun 2021,” ujar Fadila.

Pelatihan dasar tersebut akan dilaksanakan mulai 20 April hingga 15 September 2021. Dilakukan secara blended learning, pelatihan dasar akan terbagi menjadi empat waktu pelaksanaan, yakni Pelatihan Mandiri pada 20 April 2021 sampai dengan 11 Mei, Pembelajaran Jarak Jauh pada 25 Mei sampai dengan 16 Juli, Aktualisasi di tempat kerja pada 19 Juli sampai dengan 7 September, dan Pembelajaran Jarak Jauh pada 8 September sampai dengan 15 September. Sebanyak 42 CPNS Lemhannas RI, yang terdiri dari 30 CPNS Golongan III dan 12 CPNS Golongan II, menjadi peserta dalam pelatihan dasar tersebut.


Mengelola perbedaan budaya merupakan sebuah keniscayaan bagi tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan menjadi hal yang menarik untuk mengelola budaya dalam sebuah keharmonisan di tengah keberagaman. Hal tersebut disampaikan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo pada Webinar “Budaya Nusantara Bangkit” yang diselenggarakan oleh Yayasan Busana Nasional Indonesia dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, Senin (24/05).

“Budaya adalah salah satu warisan dari nenek moyang kita yang tidak ternilai harganya. Budaya juga merupakan identitas bangsa yang menandakan ciri khas suatu bangsa yang berbeda dari bangsa-bangsa lain,” ujar Agus. Dengan tegas Agus mengatakan bahwa mengabaikan budaya dapat berakibat pada terampasnya hak atas kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, Agus mengajak seluruh peserta webinar untuk menyadari betapa indahnya kebudayaan Indonesia. “Kita harus melindungi, melestarikan, serta mencintai kebudayaan Indonesia,” tutur Agus.

Kebudayaan memiliki peran strategis bagi sebuah bangsa. Dengan menjadi satu kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, berbagai macam budaya yang terbentang dari Sabang hingga Merauke menjadi kekayaan Indonesia. Selain itu budaya juga menjadi alat untuk mempererat persatuan dan kesatuan Indonesia. Agus menegaskan bahwa keberagaman budaya bukanlah suatu hal yang memecah persatuan dan kesatuan. “Keragaman hadir dalam kesatuan kebangsaan, keragaman hadir dalam kebersamaan, dan keragaman juga hadir di dalam kekeluargaan,” ujar Agus. Dampak lain keberagaman budaya adalah untuk memperluas toleransi, menjadi daya tarik wisata, dan menjadi warisan budaya dunia.

Agus juga menyampaikan bahwa perkembangan lingkungan strategis saat ini memang memberikan tantangan yang berbeda dari masa lalu. Tergerusnya batas-batas kebangsaan dalam dunia komunikasi sebagai akibat revolusi teknologi komunikasi dan globalisasi dalam mobilitas warga berbagai negara menimbulkan banyaknya pilihan bagi seseorang dalam menentukan sikap hidup. Namun, jika tidak diimbangi dengan kepedulian terhadap bangsa dan negara serta hal-hal yang ada di dalamnya maka akan menimbulkan berbagai permasalahan.

Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang menjadikan seluruh bagian di dunia mampu membangun sebuah sistem dunia terintegrasi satu sama lain yang tidak terbatas. Hal tersebut tentunya didukung dengan perkembangan dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi faktor dalam terealisasinya globalisasi. Semakin majunya arus globalisasi menjadikan rasa cinta terhadap budaya nasional semakin tertantang untuk berbagi dengan nilai-nilai universal kemanusiaan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keberadaan budaya lokal dan bagi masyarakat asli Indonesia. “Di dalam era globalisasi ini, tantangan bagi kita adalah bagaimana untuk membangun daya saing nilai-nilai nasional yang bisa hidup berdampingan dan mempunyai kompatibilitas dengan nilai-nilai yang diadopsi sebagai nilai-nilai universal global,” kata Agus.

Menurut Agus, dengan adanya globalisasi dalam kebudayaan, maka tidak dapat dielakkan lagi perkembangan budaya yang semakin cepat. Globalisasi telah menimbulkan percepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses berkomunikasi dan mendapatkan informasi apa pun. Kecepatan arus informasi tersebut merupakan kesempatan yang baik untuk menampilkan dan menyebarluaskan budaya dan identitas Indonesia yang selama ini dirasa hanya pasif dipengaruhi tanpa cukup pernah secara signifikan mempengaruhi. Agus melihat hal tersebut merupakan akar permasalahan yang perlu diubah secara paradigmatis.

Dampak lain dari globalisasi adalah berkembangnya teknologi-teknologi canggih yang sangat membantu manusia, tetapi juga dapat mempengaruhi mental dan moral generasi muda. Oleh karena itu, Agus mengimbau seluruh peserta webinar agar dapat menyeleksi pengaruh globalisasi yang masuk. Jika merupakan hal positif maka dapat diambil, namun jika merupakan hal yang buruk maka harus ditolak.

Kemudian Agus juga menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 juga seakan menjadi katalisator penggerak perkembangan budaya melalui akses dalam jaringan dan digital. Namun, di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak pada banyak sektor kehidupan, dapat dipahami bahwa kebudayaan tetap berkembang. “Kebudayaan merupakan investasi yang tetap berkembang kala perekonomian tengah meradang sebagai akibat dari pandemi yang bergelombang,” tutur Agus. Oleh karena itu, harmonisasi kebudayaan memerlukan kerangka pikir yang terinduksi dalam substansi revolusi mental, pemajuan kebudayaan, dan prestasi olahraga. Kebudayaan akan menjadi investasi yang mampu membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia apabila revolusi mental semakin membumi dan mengakar di kalangan masyarakat yang kemudian dengan sendirinya mampu meningkatkan literasi, inovasi, dan kreativitas.

“Hal pertama dan utama yang harus kita miliki untuk melestarikan kebudayaan Indonesia adalah kesadaran diri akan besarnya rasa cinta terhadap tanah air Indonesia,” kata Agus. Kemudian Agus menyampaikan bahwa tidak dapat dipungkiri era globalisasi dan modernisasi menimbulkan kemungkinan tantangan tergerusnya nilai-nilai budaya yang merupakan ciri khas dari suatu negara. Oleh karena itu, penting untuk memiliki ketahanan nasional demi mempertahankan budaya nasional agar tidak mengalami dampak negatif disebabkan dari arus globalisasi dan modernisasi yang masuk.

“Melestarikan budaya Indonesia bukan berarti menutup diri sepenuh-penuhnya dengan budaya bangsa lain,” kata Agus. Menurut Agus, nasionalisme Indonesia menggambarkan ikatan budaya yang menyatukan dan juga mengikat rakyat Indonesia yang majemuk menjadi satu bangsa dalam ikatan suatu negara-bangsa. Oleh karena itu, konsep nasionalisme Indonesia dapat dikatakan bukan semata-mata konsep politik, melainkan juga konsep budaya.

Dengan terlaksananya webinar tersebut diharapkan ke depannya masyarakat Indonesia khususnya generasi muda lebih dapat memahami dan mencintai budaya nasional serta turut melestarikan dan memperkenalkan budaya Indonesia sampai ke kancah internasional. “Harapan saya mengandung dua aspek. Aspek pertama adalah untuk memperkuat budaya nasional kita, sebagai sarana untuk memperkuat perekatan semangat sesanti Bhineka Tunggal Ika. Aspek kedua adalah untuk meningkatkan daya saing nasional dan kebangsaan dalam era globalisasi, hal ini bermakna bahwa kekuatan dalam keadaan beragam seperti era globalisasi justru merupakan sarana memperkuat karakter bangsa,” kata Agus.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi narasumber dalam Accelerated Leadership Program for IPC PT. Pelabuhan Indonesia II (ALPI), Senin, 24 Mei 2021. “Saya tidak percaya bahwa perubahan itu bisa digedor dari luar,” kata Agus. Menurut Agus, perubahan akan terjadi lebih cepat dan lancar jika muncul melalui kesadaran anggota organisasi itu sendiri. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tantangan yang ada adalah tantangan manajemen perubahan.

“Di dalam sebuah perubahan, semua orang akan terkait dengan perubahan tersebut,” ujar Agus. Di sisi lain, salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan adalah kultur yang terbiasa untuk mencari kepastian sedangkan perubahan dilihat sebagai ketidakpastian. Menurut Agus, aspek tersebut perlu dipertimbangkan dan diketahui dalam sebuah perubahan. “Saya yakin ini sudah dipahami oleh pemimpin-pemimpin yang memimpin perubahan itu sendiri,” tutur Agus.

Menurut Agus, perubahan juga dipengaruhi aspek eksternal masa depan yang berbeda dengan eksternal masa lalu. Hal tersebut akan menambah variabel terhadap perubahan-perubahan yang dilakukan. “Melakukan perubahan memang tidak mudah,” kata Agus. Menurut Agus, untuk mengatasi hal tersebut jika ditinjau dari internal institusi secara keseluruhan, dibutuhkan kekompakan dalam hal kepercayaan di antara pejabat dengan pimpinan. “Yakinlah bahwa pimpinan itu melakukan perubahan ada pertimbangannya dan pertimbangannya itu selalu positif dan selalu baik. Saya tidak percaya bahwa ada pimpinan yang merencanakan untuk melakukan perubahan ke arah yang kurang baik dan ke arah yang lebih buruk,” ujar Agus.

“Dengan demikian terwujud sebuah kesamaan dan kesepahaman tentang perubahan itu sendiri dan kebutuhan tentang perubahan. Sehingga perubahan itu bisa disebarluaskan, dibagikan, dalam sense of ownership. Jadi semua harus merasa untuk memiliki perubahan itu,” lanjut Agus. Dalam kesempatan tersebut, Agus mengimbau bahwa dalam melaksanakan perubahan harus ada soliditas dan kepercayaan yang dibangun, jangan ada kebanggaan sektoral, serta seluruh bagian harus berpikir untuk kepentingan umum organisasi. Selain itu, Agus juga mengingatkan untuk tidak terjebak dalam langkah-langkah yang hanya memikirkan bagian diri sendiri yang sebenarnya mengganggu capaian kinerja dari organisasi. Agus menegaskan bahwa selama semua pihak ingin melaksanakan tugas, tuntutan, peran, dan kewenangan sesuai dengan ketentuan yang ada, maka organisasi itu akan berjalan secara lebih efektif.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan di Museum Maritim tersebut, Agus menyampaikan bahwa apa yang terjadi di IPC sudah berada dalam jalur yang tepat. Agus melihat bahwa apa yang dilaksanakan sudah dalam wewenang di dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang ada.


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) diresmikan pada tanggal 20 Mei 1965, bertepatan dengan momentum Hari Kebangkitan Nasional dan diresmikan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Pembentukan Lemhannas RI dirancang dan dipersiapkan sebagai pusat pendidikan dan pengkajian masalah-masalah strategis yang berkaitan dengan pertahanan negara, termasuk dalam pengendalian keutuhan bangsa dan dicita-citakan pada pencapaian tujuan nasional Indonesia. Di tengah perkembangan zaman yang semakin maju, tugas dan fungsi Lemhannas RI turut mengalami penambahan, yakni fungsi pemantapan nilai-nilai kebangsaan.

Sejalan dengan tugas yang bertambah, Lemhannas RI harus tetap mempertahankan dan meningkatkan efektivitasnya sebagai organisasi pembelajaran. “Organisasi pembelajaran ini didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk tanggap dan mampu menjawab berbagai kondisi lingkungan yang mempengaruhi keberhasilannya,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo dalam amanatnya pada Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-56 Lemhannas RI.

“Tidak ada organisasi pembelajar kalau tidak ada individu pembelajar,” kata Agus. Lebih lanjut Agus menegaskan bahwa individu pembelajar diwujudkan di dalam sikap dan perilaku konkret, seperti kritis akan kelemahan, kritis mencari referensi untuk perbaikan, selalu mencari perluasan pengetahuan, esensi ego sentris menjadi eko sentris, serta kritis terhadap aspek bagaimana seharusnya, bagaimana sebaiknya, dan tidak menyerah kepada bagaimana biasanya.

Pada kesempatan yang sama, Agus mengingatkan lima hal penting untuk dipedomani seluruh keluarga besar Lemhannas RI. Pertama, keluarga besar Lemhannas RI harus terus memegang teguh dan mempertahankan cita-cita luhur serta marwah Lemhannas RI sebagai pengawal jati diri, karakter dan persatuan bangsa berdasarkan 4 Konsensus Dasar Bangsa. Kedua, terus menjaga komitmen dan konsistensi pengabdian Lemhannas RI selama ini dengan memperkuat soliditas dan kebersamaan serta jiwa korsa Lemhannas RI berdasarkan semangat kegotongroyongan. Ketiga, mengembangkan budaya pemikiran strategis yang menjangkau keluar (outward looking) dengan tetap berpedoman pada jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Keempat, mencermati dan menyikapi secara cerdas berbagai isu aktual yang berkembang, agar Lemhannas RI tidak terjebak dalam penyebaran berita bohong yang menyebabkan kepanikan di tengah masyarakat. Kelima, tingkatkan efektivitas fungsi individu pembelajar sebagai rancang bangun menuju pembangunan organisasi pembelajar. “Tingkatkan daya kritis berpengetahuan untuk meningkatkan kualitas pengabdian kita,” kata Agus.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749