“Ketahanan nasional adalah sebuah kondisi bangsa agar mempunyai kekuatan karena daya tahan dalam rangka pencapaian tujuan nasional,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo saat memberikan pengantar pimpinan kepada peserta Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan secara virtual Angkatan I Tahun 2021 Lemhannas RI, Jumat (11/06). Lebih lanjut Agus menjelaskan bahwa dalam perjalanan menuju tujuan nasional, negara pasti harus menghadapi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan. Semua ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan tersebut dapat diatasi jika negara memiliki kondisi ketahanan nasional yang baik.

Agus menegaskan bahwa ketahanan nasional bukan merupakan disiplin ilmu tunggal. Ketahanan nasional akan dibangun melalui pendekatan Pancagatra, yakni gatra ideologi, ekonomi, politik, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan. Kondisi tiap gatra akan mempengaruhi kondisi ketahanan nasional dan apabila ada salah satu gatra dalam kondisi kurang baik maka akan mempengaruhi ketahanan nasional secara keseluruhan. Untuk membangun tiap-tiap gatra dibutuhkan disiplin ilmu masing-masing gatra. Misalnya gatra ekonomi, maka akan membutuhkan disiplin ilmu ekonomi yang dipelajari di Fakultas Ekonomi.

Kemudian Agus juga menjelaskan bahwa kondisi ketahanan nasional juga dibangun melalui pendekatan spasial geografis, yakni kondisi ketahanan tiap-tiap provinsi. Kondisi ketahanan nasional dapat dikatakan baik jika keadaan kondisi seluruh provinsi dalam keadaan baik. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa saat membangun ketahanan provinsi, dibutuhkan pendekatan gatra. Selain pendekatan Pancagatra dan spasial geografis, dalam membangun ketahanan nasional, kondisi Trigatra yang terdiri dari geografi, demografi, dan sumber kekayaan alam juga harus dijadikan dasar.

Dalam mencapai ketahanan nasional yang baik, dibutuhkan kebijakan publik yang dirumuskan oleh pemimpin. Dalam hal tersebut, seorang pemimpin harus mempunyai pengetahuan dalam menyusun kebijakan serta kompetensi guna menyusun dan mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Kemudian Agus juga menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi. Oleh karena itu, memiliki perbedaan pandangan adalah sebuah hal yang diperbolehkan dan demokrasi juga menjamin adanya kebebasan berpendapat. Namun, segala pendapat dan gagasan harus bersumber dari Konsensus Dasar Bangsa dan bertujuan untuk memperkuat Konsensus Dasar Bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Menurut Agus, apabila kebebasan berpendapat disalahgunakan dengan menyusun sebuah gagasan yang berasal dari luar Konsensus Dasar Bangsa atau bertujuan di luar Konsensus Dasar Bangsa, maka hal tersebut patut dicurigai. “Segala perbedaan pendapat dan perbedaan gagasan harus berasal dari satu sumber yang sama dan bertujuan untuk satu tujuan yang sama, harus berasal dari Konsensus Dasar Bangsa dan bertujuan untuk memperkuat Konsensus Dasar Bangsa,” ujar Agus.

Dalam kesempatan tersebut, Agus juga menyampaikan harapan bahwa para alumni yang telah mengikuti proses belajar mengajar di Lemhannas RI tidak hanya mampu menghafal atau mengucapkan pengertian dengan lancar tanpa memahami, namun diharapkan dapat mencerminkan komitmen dan kompetensi dalam bentuk perilaku sehari-hari. “Yang diharapkan dari para alumni adalah dalam bentuk perilaku yang mencerminkan komitmen yang konsisten meliputi 4 Konsensus Dasar Kebangsaan. Kata kuncinya adalah kompetensi dari substansi 4 Konsensus Dasar Kebangsaan yang diwujudkan dalam perilaku berdasarkan komitmen untuk tetap setia kepada 4 Konsensus Dasar Kebangsaan,” tutur Agus.

Dalam Pancasila, para alumni diharapkan memiliki kompetensi andal dari komitmen untuk memegang teguh ideologi bangsa Pancasila dan berkomitmen mengimplementasikannya. Kemudian dalam UUD 1945, diharapkan para alumni memiliki komitmen untuk senantiasa berpegang teguh menerapkan pasal-pasal yang terkandung dalam konstitusi negara Republik Indonesia. Selanjutnya dalam NKRI, alumni diharapkan memiliki kompetensi dan komitmen mengutamakan kepentingan nasional, bangsa, dan negara dengan menjaga keutuhan dan kesatuan wilayah. Sejalan dengan ketiga Konsensus Dasar Bangsa yang lainnya, dalam Bhinneka Tunggal Ika, diharapkan para alumni memiliki kompetensi dan komitmen untuk senantiasa menghargai dan menghormati perbedaan ragam budaya, agama, etnik, bahasa dan golongan.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo bersama CEO Ralali.com Joseph Aditya menjadi narasumber pada program Bincang Kita Kompas TV yang dipandu oleh Glory Oyong. Program tersebut akan ditayangkan pada 18 Juni 2021 pukul 09:30 WIB. Seusai pelaksanaan pengambilan gambar di Tugu Proklamasi, Agus yang diwawancarai sejumlah media menyampaikan bahwa walaupun dunia sudah semakin menjadi global village, tetapi setiap bangsa tetap memiliki identitas masing-masing.

Dapat dikatakan juga bahwa tidak bisa dihindari jika setiap bangsa memiliki kepentingan masing-masing di dalam era kompetisi. Bahkan identitas bangsa menjadi penting karena akan sangat bergantung bagaimana suatu bangsa membangun daya saing masing-masing untuk memenangkan era globalisasi. “Bagaimana pun juga tidak bisa dilepaskan bahwa wawasan kebangsaan itu penting, karena itulah yang memberikan ciri dan karakter Indonesia yang berbeda dari ciri dan karakter bangsa-bangsa lain di dunia,” kata Agus.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa wawasan kebangsaan akan ada saat seseorang kembali kepada kesepakatan untuk hidup sebagai sebuah bangsa, sebuah masyarakat, dan di dalam sebuah negara. “Saudara sebangsa kita itu memang terdiri dari berbagai etnis, agama, suku dan bahasa, dan itu sudah disepakati oleh para pendiri bangsa,” tutur Agus. Saat Indonesia sudah merdeka, para pendiri bangsa juga tidak hanya tinggal diam dan menikmati kemerdekaan tersebut. Namun, lanjut berpikir dan mencari kesepakatan bagaimana isi negara Republik Indonesia ini.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya negara ini adalah sebuah negara kesepakatan. Kesepakatan tersebut sudah selesai disepakati ketika para pendiri bangsa menyusun dan mencari dokumen-dokumen dasar bagi kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara sebagai sebuah masyarakat yang Bhinneka.

Pada kesempatan tersebut, Agus juga menerima pertanyaan mengenai pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan. Menurut Agus, jika yang dijadikan dasar adalah Tes Wawasan Kebangsaan maka harus dicari informasi yang lengkap dan memang diperlukan untuk setiap kewenangan otoritas yang ada pada lembaga untuk bisa memberikan standardisasi kriteria kepada pelaku-pelaku di dalam lembaga tersebut. Agus juga menyampaikan bahwa tes tersebut memperlihatkan adanya “check and balances”. Materi dan bagian tes mengenai kriteria apa yang dites dan bagaimana menyatakan seseorang lulus atau tidak harus disusun oleh sebuah kelompok kerja yang terdiri dari lembaga-lembaga profesional. “Jadi wajar saja dalam setiap ujian seleksi, tergantung tujuan seleksinya, kalau ada seseorang yang tidak sesuai dengan tujuan seleksi maka dia bisa dinyatakan tidak lulus.” ujar Agus.


Setelah melaksanakan Focus Group Disscussion (FGD) I pada Jumat, 28 Mei 2021 yang lalu, peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 Lemhannas RI kembali menyelenggarakan FGD II sebagai salah satu rangkaian Seminar Nasional PPRA 62 Lemhannas RI mendatang yang mengangkat judul “Modal Sosial dan Budaya Menjadi Kekuatan Nasional dalam Pemulihan Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19”. FGD II tersebut masih dilaksanakan secara virtual dan dihadiri empat pembicara, yaitu Wakil Asisten Teritorial Kasad Bidang Perencanaan dan Kemampuan Teritorial Brigjen TNI Sugiyono, Executive Vice President of Digital BLIBLI.COM Andreas A. Pramaditya, Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Dr. Vivi Yulaswati, M.Sc, dan Budayawan Jaya Suprana.

“FGD II ini kami harapkan untuk bisa memutakhirkan dan menajamkan kembali naskah sehingga naskah nantinya layak untuk disampaikan kepada pemerintah,” kata Ketua Seminar Nasional PPRA 62 Lemhannas RI Kolonel Pnb Aldrin P Mongan, S.T., M.Hum., M.Han. dalam laporannya. Lebih lanjut Aldrin menyampaikan harapannya agar masukan pada pemecahan masalah masyarakat dari peserta PPRA 62, khususnya melalui pendidikan PPRA 62 selama di Lemhannas RI, dapat bermanfaat untuk bangsa dan negara.

“Dalam diskusi ini diharapkan mendapat masukan suatu konsep pemikiran tentang modal sosial dan budaya yang dapat menjadi kekuatan nasional, sehingga dapat dijadikan landasan yang kuat bagi bangsa dan negara sebagai upaya pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19,” kata Deputi Bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Mayjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P. Lebih lanjut Sugeng menyampaikan bahwa diskusi yang dilaksanakan tersebut juga menjadi bagian atau rangkaian pendalaman kajian Lemhannas RI, dalam hal ini peserta PPRA 62, yang harus dapat berpikir untuk menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah tentang bagaimana pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan di tengah pandemi covid-19.

“Dari permasalahan tersebut, Lemhannas RI tentunya akan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah,” tutur Sugeng. Kemudian Sugeng mengatakan bahwa pelaksanaan FGD sebagai rangkaian Seminar Nasional merupakan hal yang sesuai dengan harapan dari Komisi I DPR RI, yang disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP). DPR mengharapkan adanya pemikiran-pemikiran solusi atau terobosan dari Lemhannas RI di tengah pandemi Covid-19, khususnya dalam bidang ekonomi.

Pada kesempatan tersebut, Sugeng juga menyampaikan bahwa melalui kajian yang disusun diharapkan kekuatan modal sosial dan budaya dalam kelompok masyarakat Indonesia yang sudah ada sejak lama, menjadi sebuah kekuatan bagi masyarakat di berbagai daerah untuk bertahan di dalam menghadapi kondisi pandemi. “Modal sosial dan budaya ini juga dapat menjadi sebuah kekuatan kolektif untuk membantu memulihkan aktivitas ekonomi secara optimal,” tutur Sugeng.

Dalam FGD II tersebut, ditunjuk dua peserta PPRA menjadi moderator, yakni Wakil Ketua Seksi Materi dan Perumus Stevy Hanny Supena, S.E., M.M. dan Anggota Seksi Materi dan Perumus Ivano Zandra, S.T., M.B.A. “Kami mengangkat isu modal sosial dan budaya untuk dapat ditransformasikan menjadi modal ekonomi, yang dimaksudkan secara jangka pendek, hal ini menjadi modal dasar untuk pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19,” kata Stevy. Mengutip Bourdieu, Stevy mengatakan bahwa modal budaya dapat memberdayakan lingkungan sosial, dapat ditransformasikan, dan dapat mempertahankan status.

Kemudian Stevy menjelaskan bahwa karya terbaru tentang gagasan modal budaya oleh beberapa akademis telah menambahkan bentuk modal budaya teknis, emosional, nasional, dan subkultural. Modal teknis adalah bagaimana keterampilan dapat dipasarkan seperti keterampilan dalam ilmu teknologi. Selanjutnya modal emosional adalah bagaimana masyarakat mengelola empati dan simpati, Kemudian modal nasional, yaitu modal yang beroperasi berdasarkan asumsi adanya tradisi. Sedangkan modal subkultural adalah grup yang dibangun di sekitar budaya spesifik di mana individu membutuhkan pengetahuan dan perilaku budaya tertentu.

“Dalam kondisi pandemi, saat ini ekonomi Indonesia sudah sangat terpuruk. Kami berharap modal sosial dan modal budaya ini akan menjadi modal bagi pemulihan ekonomi nasional,” tutup Stevy.

“Kondisi sosial, Ipoleksosbudhankam, ada bagian-bagian yang sedang terganggu,” kata Wakil Asisten Teritorial Kasad Bidang Perencanaan dan Kemampuan Teritorial Brigjen TNI Sugiyono. Kemudian Sugiyono pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa fungsi utama TNI AD adalah pertempuran, yakni menghadapi musuh dari dalam dan luar negeri dengan kekuatan bersenjata, dan Pembinaan Teritorial (Binter), yaitu menyiapkan potensi geografi, demografi, serta kondisi sosial menjadi Ruang Alat dan Kondisi (RAK) juang yang tangguh. “Binter bisa digunakan untuk meningkatkan kepekaan teritorial agar berbagai komponen bangsa mau melibatkan dirinya dalam upaya pertahanan negara dan ketahanan nasional sesuai dengan kapasitasnya,” kata Sugiyono.

Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan bahwa kepekaan territorial akan menghasilkan kepedulian terhadap geografi, demografi, dan kondisi sosial yang merupakan aset yang akan diolah bagi kepentingan penguatan pertahanan negara dan ketahanan nasional. Namun, Sugiyono menegaskan bahwa TNI AD tidak dirancang untuk melaksanakan pertahanan negara sendirian, tetapi melaksanakan pertahanan negara bersama dengan komponen lain secara totalitas. Oleh karena sistem pertahanan Indonesia adalah Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishankamrata).

“Pandemi Covid-19 mengubah aspek dan sendi kehidupan,” tutur Sugiyono. Salah satu yang harus dipulihkan dari pandemi Covid-19 adalah ekonomi. Dalam hal tersebut, TNI AD membantu melalui ketahanan pangan dalam rangka stabilisasi dan membantu perekonomian mikro dalam rangka pendampingan. Hal tersebut dilaksanakan oleh seluruh jajaran TNI AD, khususnya Bintara Pembina Desa (Babinsa). Sebanyak 71.946 Babinsa terjun langsung di 83.402 desa/kelurahan dalam rangka pemulihan perekonomian. “Persoalan ekonomi merupakan hidup dan mati bangsa, manakala perekonomian lemah dan tidak kuat maka stabilitas ekonomi akan terganggu dan semua itu apabila stabilitas-stabilitas lain terganggu akan mengakibatkan stabilitas nasional terganggu,” ujar Sugiyono.

Kemudian Sugiyono menjelaskan bahwa TNI AD melakukan berbagai upaya, salah satunya adalah melalui pilar ketahanan pangan ala TNI AD. Pilar tersebut mulai dari pengembangan SDM melalui pelatihan pertanian, mengadakan pelatihan kader Babinsa untuk pendampingan swasembada pangan, melakukan penyuluhan agar masyarakat dapat bertani dengan benar, dan memberikan bantuan distribusi bibit, pupuk, serta alat mesin pertanian. Hal tersebut guna menggerakkan penduduk desa menjadi modal sosial untuk akhirnya menjadi modal ekonomi.

 “Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa krisis pangan juga menimbulkan krisis sosial, dan di sinilah pertahanan negara menjadi lemah,” kata Sugiyono menjelaskan. Oleh karena itu, TNI AD mencoba berkontribusi membantu pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19 yang diharapkan ke depannya bisa setidaknya untuk memperbaiki atau mempertahankan atau meningkatkan pertahanan negara menjadi lebih kuat.

“Di tengah pandemi Covid-19 ini, platform e-commerce mendapat peran ketika semua mengalami transformasi digital,” kata Executive Vice President of Digital BLIBLI.COM Andreas A. Pramaditya memulai materinya sebagai narasumber kedua. Kemudian Andreas menyampaikan bahwa dapat dikatakan UMKM merupakan salah satu tulang punggung bangsa Indonesia yang menyelamatkan perekonomian bangsa Indonesia di tahun 1997. Namun, saat ini di tengah kondisi pandemi, UMKM menjadi salah satu yang paling terdampak. Upaya pemerintah dalam memulihkan hal tersebut salah satunya adalah melalui gerakan Bangga Buatan Indonesia.

Lebih lanjut Andreas menjelaskan bahwa adanya gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia yang dikumandangkan oleh pemerintah menjadi upaya untuk menggerakkan perekonomian nasional melalui sektor UMKM dan industri lokal serta menggerakkan transaksi masyarakat dengan membeli produk lokal. Andreas juga menyampaikan fakta bahwa produk dalam negeri dengan sentuhan budaya lokal, khususnya dihasilkan oleh UMKM, menjadi salah satu daya tarik masyarakat untuk berbelanja.

Kemudian Andreas menjelaskan bahwa berdasarkan data dari Kominfo dan APJII ada potensi penggunaan internet sebanyak 42% dalam dunia e-commerce. “Ada potensi di mana sebetulnya para UMKM bisa berjualan melalui ranah digital. Ini yang jarang dipahami atau masih tidak disadari,” jelas Andreas. Oleh karena itu, masifnya kegiatan dari berbagai pihak untuk menggerakkan UMKM masuk dalam e-commerce dan memenuhi kebutuhan pembelanja online merupakan hal yang sangat baik.

“Selama pandemi ini, berjualan lewat online menjadi suatu keharusan,” tutur Andreas. Hal tersebut merupakan akibat dari pandemi Covid-19 yang mengakibatkan berubahnya perilaku konsumen karena takut untuk bersentuhan atau bertemu dengan orang lain dan menjadi berbelanja melalui fasilitas dari online. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya pergeseran perilaku tersebut, berdampak pada pertumbuhan e-commerce yang tentunya harus mengikuti tren yang terjadi.

“Fungsi e-commerce sebagai enabler yang menengahi atau pun sebagai tambahan untuk memperluas jangkauan dari teman-teman UMKM untuk menjual produknya,” lanjut Andreas. Selanjutnya Andreas menyampaikan alasan para pembeli untuk berbelanja melalui e-commerce, yakni cost efficient (pembeli tidak perlu bepergian dan barang akan dikirim), convenience (pembeli dapat berbelanja dengan santai darimana pun dan kapan pun), various product assortment (banyak pilihan produk), value added service (tambahan layanan seperti gratis ongkos kirim), dan time saving (menghemat waktu). Andreas juga menyatakan bahwa di BLIBLI.COM, ada sekitar 65.000 produk UMKM yang datang dari seluruh Indonesia.

“Sebagai e-commerce buatan anak negeri, tentunya kita harus mengembangkan UMKM,” kata Andreas. Guna mewujudkan hal tersebut, BLIBLI.COM merancang Galeri Indonesia yang merupakan wadah UMKM Indonesia. Sejak 2015, sebagai e-commerce buatan anak bangsa, BLIBLI.COM berkomitmen untuk membantu memajukan UMKM. Salah satu langkah nyata yang dilakukan adalah BLIBLI.COM sudah berkeliling ke hampir seluruh provinsi untuk bertemu dengan pelaku UMKM. Melalui hal tersebut, BLIBLI.COM mendukung program Bangga Buatan Indonesia. “Kita berusaha untuk mencari keunikan ataupun kekayaan yang ada sebagai modal yang ada di masing-masing daerah di Indonesia,” ujar Andreas.

Tapi tidak hanya melalui online, BLIBLI.COM juga merambah ke mitra offline dengan berusaha mengenalkan produk-produk UMKM ke banyak toko-toko offline. Hal tersebut bertujuan untuk semakin mengenalkan kepada masyarakat mengenai produk-produk UMKM. Andreas menuturkan hal tersebut dilakukan karena tidak semua masyarakat dapat merambah online dan juga sebagai penetrasi ke toko-toko offline.

“Pemanfaatan platform digital telah menjadi bagian dari akselerasi transformasi digital dan pemulihan ekonomi nasional,” kata Andreas. Andreas menegaskan bahwa kolaborasi antarpihak menjadi kunci untuk maju. Indonesia yang kaya akan budaya adalah keunikan yang harus terus dibawa dan disesuaikan dengan platform-platform digital yang ada di Indonesia saat ini.

Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Dr. Vivi Yulaswati, M.Sc, menjelaskan bahwa kasus covid-19 di Indonesia masih relatif tinggi. Perkembangan sampai dengan tanggal 25 Mei 2021 memang menunjukkan tren yang sudah menurun, tetapi saat ini mulai naik lagi. Data menunjukkan bahwa selepas libur lebaran, peningkatan signifikan terpantau di wilayah luar Jawa, sedangkan wilayah Jakarta justru mengalami penurunan. “Ini menunjukkan virus Covid juga ikut mudik selama lebaran, jadi dia mengikuti orang-orang yang mobile,” kata Vivi.

Vivi menegaskan bahwa hal tersebut harus betul-betul dicermati terkait dengan kesiapan layanan kesehatan. Data menunjukkan bahwa saat ini di beberapa daerah  Bed Occupancy Rate (BOR) sudah di angka 50%. Hal tersebut juga memperlihatkan diperlukannya untuk terus mendorong modal sosial. “Bagaimana modal sosial bisa juga mendorong, tidak hanya menekan laju kasus Covid, tetapi juga meningkatkan vaksin rate di berbagai daerah,” kata Vivi.

“Dampak dari Covid itu juga menimbulkan kerentanan terkait, baik pekerja, misalnya informalitas meningkat, jaring pengaman sosial, dan juga sistem kesehatan yang belum memadai, terjadinya masalah lingkungan karena ketidaksiapan sistem pengolahan limbah medis, juga perubahan iklim dan bencana alam, serta berbagai ketimpangan ini masih terus terjadi,” kata Vivi menjelaskan.

Vivi juga menjelaskan bahwa dikhawatirkan akan terjadi skenario “K shape” di mana ada sebagian pihak yang diuntungkan, misalnya akumulasi kekayaan di kelompok tertentu akan terus naik sementara ada sebagian masyarakat yang miskin baru, rentan baru, dan mengalami penurunannya berkelanjutan. “Tentunya berbagai dampak sosial ikutannya ini yang harus kita waspadai. Mencari solusi adalah langkah yang harus kita lakukan segera,” tegas Vivi.

Kemudian Vivi juga menjelaskan bahwa kelompok miskin dan rentan di wilayah rural, relatif mempunyai ketahanan yang cukup tinggi, sehingga penurunannya tidak sebesar di kota. “Selain bantuan sosial yang dikeluarkan pemerintah, baik pusat maupun daerah, ternyata juga didorong oleh adanya modal sosial yang di masyarakat terus bergerak,” jelas Vivi.

Pada kesempatan tersebut, Vivi juga menyampaikan beberapa indikator yang menjelaskan posisi Indonesia secara global, baik dalam konteks modal sosial maupun tingkat kemurahan hati dari masyarakat Indonesia. Data menunjukkan bahwa Indonesia saat ini berada di posisi 70, posisi tersebut cukup baik di antara negara-negara ASEAN. Namun, posisi 1-10 diisi oleh negara-negara yang ternyata merujuk kepada nilai-nilai yang bersifat universal, seperti kerja sama yang kuat, jujur, bertanggung jawab, dan membangun kredibilitas. “Hal-hal yang seperti inilah tentunya dalam social capital kita perlu perkuat melalui berbagai nilai-nilai, yang sebetulnya sudah kita wariskan lintas generasi dan juga dipelajari di setiap rumah, sekolah, dan agama yang sangat beragam tumbuh di Indonesia,” ujar Vivi.

Data Top 10 World Giving Index menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung murah hati, tidak hanya dalam mendonasikan uang dan waktu, tapi juga dalam berbagai bentuk modal sosial yang ada di masyarakat. Vivi berpendapat bahwa ke depannya hal tersebut dapat menjadi sumber daya alternatif, tidak hanya untuk menangani pandemi Covid-19 saja, tapi juga mempercepat pemulihan perekonomian Indonesia.

“Peranan modal sosial untuk penanganan Covid dan pemulihan ekonomi itu sebetulnya sangat besar. Namun memang perhitungannya belum secara sistematis diukur,” jelas Vivi. Lebih lanjut Vivi menjelaskan bahwa dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi kontribusi masyarakat sangat besar, walaupun belum tentu dalam bentuk finansial. Hal-hal tersebut sebetulnya ingin dikembangkan secara lebih sistematis, supaya dalam setiap terjadi guncangan dan juga dalam berbagai upaya berbagai pihak dapat berkolaborasi untuk mencegah dampak-dampak lainnya.

Di penghujung paparannya, Vivi menjelaskan mengenai Survei Nenilai: Bukti Pengamalan Nilai Pancasila dan Nilai-Nilai Luhur Bangsa. Survei tersebut melibatkan lebih dari 50.000 responden dengan tiga pertanyaan kunci, yakni mengenai nilai pribadi, nilai budaya bangsa saat ini, dan nilai budaya bangsa yang diharapkan. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia mengharapkan nilai budaya bangsa yang terdiri dari nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, adil. “Artinya kita sangat berharap bahwa nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu akan menjadi pelumas untuk maju. Tentunya modal sosial menjadi penting,” ujar Vivi.

“Masalah peradaban yang dihadapi oleh bangsa Indonesia itu adalah kurangnya semangat kebanggaan nasional,” kata Budayawan Jaya Suprana. Padahal menurut Jaya, dari hampir seluruh negara yang pernah dikunjungi Jaya, dirasa tidak ada satu bangsa pun yang mampu menandingi kedahsyatan, keanekaragaman, kebudayaan, maupun alam Indonesia.

Menarik dari sejarah, Jaya menyampaikan bahwa tampaknya bangsa Belanda sebagai penjajah pada masa lalu berhasil menghapus kebanggaan nasional pada masa itu. Hal tersebut dikarenakan bangsa yang tidak punya kebanggaan nasional adalah bangsa yang mudah dikuasai. Jaya berpendapat bahwa tidak ada bangsa yang lebih hebat dari bangsa lainnya, termasuk bangsa Indonesia. Jaya percaya bahwa bangsa Indonesia tidak kalah ketimbang bangsa lain. Namun, bangsa Indonesia kalah dalam hal kebanggaan nasional. “Selama tidak ada kebanggaan nasional, mohon maaf, kita tidak ada rasa percaya diri dan kita selalu merasa kita minder, kita inferior, kita kalah terhadap bangsa lain, padahal tidak,”

Sejak 21 tahun yang lalu, karena merasa gamang atas minimnya semangat kebanggaan nasional, akhinya Jaya mendirikan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Jaya menyampaikan bahwa dengan segala keterbatasan, MURI dipersembahkan kepada bangsa Indonesia demi menggelorakan semangat kebanggaan nasional dengan cara memberikan anugerah penghargaan kepada putra-putri terbaik Indonesia yang telah mempersembahkan karsa dan karya yang terbaik bagi negara, bangsa, dan rakyat Indonesia. Pemberian penghargaan tersebut dengan harapan para putra putri tersebut menjadi suri tauladan bahwa bangsa Indonesia mampu melakukan apa pun yang mampu dilakukan bangsa mana pun.

“Dengan semangat kebanggaan nasional, saya yakin bangsa Indonesia dapat mendayagunakan modal sosial dan budaya menjadi kekuatan nasional dalam pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19,” kata Jaya. Bahkan Jaya yakin, semangat kebanggaan nasional bukan hanya diperlukan dalam pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19, tapi sepanjang masa dalam pembangunan ekonomi Indonesia. “Semangat kebanggaan nasional merupakan modal energi utama bagi bangsa Indonesia untuk berhasil, berjuang membangun negara Indonesia,” tutup Jaya.


Setelah mengunjungi Lokus Kalimantan Barat pada bulan Maret dan Lokus Bangka Belitung pada bulan April, Tim Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) bertolak ke Lokus Sulawesi Tenggara pada 7 sampai 9 Juni 2021 dalam rangka mengumpulkan data dan fakta guna penulisan Kajian Jangka Panjang tentang “Hilirisasi Mineral dan Logam Tanah Jarang guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional”. Tim Lemhannas RI dipimpin oleh Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P yang didampingi oleh Direktur Pengkajian Ekonomi dan SKA Brigjen TNI Ramses L. Tobing, Tenaga Profesional Bidang SKA Lemhannas RI Ir. Edi Permadi, Tenaga Profesional Bidang SKA Lemhannas RI Prof. Dr. Jana Tjahjana Anggadirejdja, dan Wakil Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Yoseph Swamidharma, M.Sc.

Dalam sambutannya, Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. menjelaskan kepada peserta FGD bahwa Lemhannas RI merupakan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Salah satu tugas pokok Lemhannas RI adalah menyelenggarakan pengkajian yang bersifat konsepsional dan strategis mengenai berbagai permasalahan nasional, regional dan internasional yang diperlukan oleh presiden. Oleh karena itu, pada tahun 2021, Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI melaksanakan program kajian jangka panjang yang berjudul “Hilirisasi Mineral dan Logam Tanah Jarang guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional”.

“FGD di Lokus Provinsi Sulawesi Tenggara ini merupakan rangkaian kegiatan pendalaman materi kajian jangka panjang Direktorat Ekonomi dan SKA Debidjianstrat, sebagai upaya untuk mendapatkan data dan fakta riil sesuai kondisi di lapangan tentang hilirisasi mineral dan logam tanah jarang,” kata Reni.

Diharapkan keberangkatan ke Lokus Sulawesi Tenggara akan semakin melengkapi informasi dan rekomendasi dalam persoalan hilirisasi mineral dan logam tanah jarang. Pertanyaan mendasar yang diharapkan dapat terjawab melalui setiap FGD adalah apa permasalahan dan kendala yang dihadapi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta dalam mengoptimalkan hilirisasi mineral dan logam tanah jarang, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional serta bagaimana mewujudkan pengelolaan hilirisasi mineral dan logam tanah jarang sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Selama tiga hari berada di Lokus Sulawesi Tenggara, Tim Lemhannas RI melakukan empat Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pihak. FGD pertama dilaksanakan antara Lemhannas RI dengan PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM) Pomalaa yang dihadiri oleh Vice President Corporate Social Responsibility, Human Capital, dan Finance Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UPBN) PT. ANTAM Dito Yulianto, General Manager UBPN PT. ANTAM Sultra Nilus Rahmat, VP Feni Flant UBPN  PT. ANTAM Ulil Amri, VP Mining & Op Support UBPN PT. ANTAM Mahana Hendra S. dan External Relation Manager PT. ANTAM Pamiluddin Abdullah. serta Wakil Bupati Kolaka H. Muhammad Jayadin, S.E. Kemudian diskusi dilanjutkan dengan tinjauan ke lapangan.

FGD kedua dilaksanakan antara Lemhannas RI dengan pihak Universitas Haluoleo (Unhalu) yang dihadiri oleh Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Unhalu Dr. Muliddin, S.Si., M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhalu Prof. Dr. Arifuddin, SE.Ak., M.Si., Dekan Fakultas Hukum Unhalu Dr. Herman, S.H, LL.M., Ketua Jurusan Teknik Geologi Unhalu Dr. Hasria, S.Pd., M.Si., Ketua Jurusan Teknik Pertambangan Unhalu Erwin Anshari, S.Si., M.Eng., dan Dosen Teknik Geologi Unhalu Suryawan Asfar, ST. M.Si.

Selanjutnya pada FGD ketiga, Tim Lemhannas RI berdiskusi dengan pihak pimpinan PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) beserta jajaran PT. VDNI. Kemudian pada FGD keempat, Lemhannas RI berdiskusi dengan pihak Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan direncanakan dihadiri Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara Dr. H. Lukman Abunawas, SH., MH., M.Si., Kapolda Sulawesi Tenggara Irjen Pol. Drs. Yan Sultra, S.H, Danrem 143 Haluoleo, Kepala Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Sulawesi Tenggara, Pimpinan PT. Central Omega Resources Tbk, Pimpinan PT. Sulawesi Cahaya Mineral Kendari Sulawesi Tenggara.

 



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749