Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Marsdya TNI Wieko Syofyan, mewakili Gubernur Lemhannas RI, menghadiri secara virtual kegiatan Peluncuran Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme (RAN PE) Tahun 2020-2024, Rabu (16/06).

Kegiatan tersebut dibuka dengan keynote speech dari Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. (H.C) K.H. Ma’ruf Amin. “Saya harapkan peluncuran ini memperkuat komitmen semua pihak yang terkait untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya,” kata Wapres. Lebih lanjut, Wapres menyampaikan bahwa saat ini Indonesia masih menghadapi ancaman intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme yang berakibat munculnya berbagai kejadian berbasis kekerasan. Hal tersebut secara nyata merupakan gangguan keamanan dalam kehidupan masyarakat, serta dapat mengancam ideologi, juga sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kita harus selalu waspada dan tetap berusaha mencegah dan menanggulangi sikap-sikap intoleran, radikalisme, dan ekstremisme,” ujar Wapres.

Kemudian Wapres menyampaikan bahwa Pembukaan UUD 1945 menyebutkan pemerintah negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kemudian tujuan RAN PE tersebut adalah untuk meningkatkan perlindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme sebagai bagian dari pelaksanaan negara terhadap hak asasi manusia, dalam rangka memelihara stabilitas keamanan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.  “Saya minta agar RAN-PE ini dilaksanakan dengan strategi yang komprehensif untuk memastikan langkah yang sistematis, terencana, terukur, dan terpadu diperlukan kerja kolaborasi dan inklusif dari semua pihak,” lanjut Wapres.

Pada kesempatan tersebut, Wapres menyampaikan pesan pada berbagai pihak. Kepada menteri dan pimpinan lembaga terkait, Wapres berpesan agar bertanggung jawab atas pelaksanaan RAN PE sesuai dengan kewenangan masing-masing melalui dukungan program kegiatan dan anggaran yang memadai. Sedangkan kepada gubernur, bupati, dan walikota sebagai ujung tombak yang langsung berhubungan dengan masyarakat, Wapres berpesan untuk dapat bertanggung jawab serta memastikan RAN PE diimplementasikan di daerahnya masing-masing.

Pada kesempatan tersebut Wapres juga menyampaikan arahan pada BNPT sebagai leading sector dalam menjalankan RAN PE, agar dapat mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan RAN PE dimaksud dengan baik. Tidak lupa Wapres menyampaikan harapannya kepada segenap tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh agama, dan organisasi kemasyarakatan, sebagai salah satu penentu keberhasilan dan implementasi RAN PE, untuk dapat bekerja sama dan berpartisipasi aktif dalam setiap upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

 

 


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Rabu, 16 Juni 2021. FGD tersebut mengangkat tema “Evaluasi dan Integrasi Ketetapan MPR dalam rangka Penyusunan Pokok-Pokok Haluan Negara: Mengkaji Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 dan Antisipasi Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, Ideologi transnasional yang fundamentalis berbasis Agama atau Paham Lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Mengawali paparannya, Agus menyampaikan bahwa diperlukannya cara melihat dengan membagi 2, yakni antara ajaran dan individu warga negara. Agus berpendapat bahwa pada aspek ajaran, sikap suatu bangsa terhadap suatu masalah tidak dapat dilepaskan dari perjalanan sejarah, kultur, dan kesepakatan bangsa itu sendiri. Dalam hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam aspek penyebaran ajaran komunisme, masyarakat Indonesia masih memiliki trauma dengan wujud atau catatan sejarah dari pengembangan ajaran komunisme. Oleh karena itu, dirasa masih perlu dipertanyakan apakah sudah siap untuk bisa menghapuskan esensi dari tap MPRS Nomor XXV tersebut. “Memang kita bisa tetap mengatakan bahwa kita masih mengalami trauma,” kata Agus.

Agus juga menyampaikan bahwa perlu dipikirkan bagaimana dapat mewadahi substansi dari Tap MPRS XXV dalam UU yang cakupannya seluas cakupan dari substansi pada Tap MPRS XXV. Namun, UU tersebut harus dijabarkan sampai ke tingkat konkret terukur. “Harus konkret apa yang dikatakan dengan penyebaran ajaran Komunisme, Marxisme-Leninisme,” ujar Agus.

“Kita perlu sebagai sebuah bangsa, sebagai masyarakat, untuk menunjukan tingkap peradaban kita. Kita harus meninggalkan tingkat peradaban dendam, untuk menuju kepada tingkat peradaban bangsa yang lebih tinggi yang dikenal dalam sejarah budaya kita bahwa kita itu adalah bangsa penuh sopan santun, bergotong royong, dan saling menghargai,” kata Agus. Menurut Agus, dalam aspek individu warga negara, sebagai sesama Warga Negara Indonesia (WNI) harus ada moralitas yang bisa mempersamakan satu sama lain. Pola pikir yang harus diubah adalah pola pikir yang masih membedakan warga negara yang satu dengan yang lainnya.


Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2016 Tentang Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia mengatur bahwa salah satu fungsi Lembaga Lemhannas RI adalah melakukan pelaksanaan penelitian dan pengukuran Ketahanan Nasional di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, dilaksanakan kegiatan Pengukuran Indeks Ketahanan Nasional dan Integrasi Data Provinsi dengan Basis Kabupaten/Kota yang merupakan rangkaian kegiatan pengembangan sistem pengukuran ketahanan nasional yang telah dirancang sejak tahun 2015 terhadap seluruh Provinsi di Indonesia.

Pada Tahun Anggaran 2021, kegiatan pengembangan sistem pengukuran ketahanan nasional provinsi berbasis kabupaten/kota akan dilaksanakan pada tiga provinsi, yakni Provinsi Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Sejumlah personel Pusat Laboratorium Lemhannas RI didampingi oleh Kepala Pusat Laboratorium Lemhannas RI Marsma TNI Suroto, S.T., M.A.P. berangkat ke Provinsi Kalimantan Utara, Rabu (16/06). Keberangkatan tersebut merupakan rangkaian Integrasi dan Uji Coba Pengukuran Ketahanan Nasional Basis Data Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2021.

“Ketahanan nasional memiliki nilai yang sangat strategis bagi terjaminnya kelangsungan hidup kita bangsa Indonesia,” ungkap Kepala Pusat Laboratorium Lemhannas RI Marsma TNI Suroto, S.T., M.A.P. Lebih lanjut Suroto menyampaikan bahwa berbagai ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan mulai dari persoalan kemiskinan, pengangguran, kesenjangan, separatisme, terorisme dan radikalisme, intoleransi, narkoba, bencana alam, sampai dengan pandemi Covid-19 adalah tekanan-tekanan yang sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Suroto berpendapat bahwa dengan adanya berbagai tekanan yang begitu kompleks tersebut, apabila bangsa Indonesia tidak memiliki ketahanan yang sangat tangguh, maka tidak menutup kemungkinan akan berpotensi membahayakan negara yang bisa tergelincir menjadi negara gagal (failed state) atau bahkan menjadi negara hancur (collapse state).

Oleh karena itu, kondisi ketahanan nasional harus senantiasa dapat dipantau untuk mewaspadai dan menjaga agar kondisi ketahanan nasional senantiasa berada pada kondisi yang sangat aman. Dengan mengetahui kondisi ketahanan nasional, dapat diambil langkah atau upaya dalam antisipasi strategis dengan melakukan penguatan-penguatan pada aspek-aspek tertentu yang dinilai masih lemah melalui program-progam pembangunan nasional dan pembangunan nasional di daerah.

Kegiatan Integrasi dan Uji Coba Pengukuran Ketahanan Nasional Basis Data Kabupaten/Kota tersebut merupakan tahap lanjutan dari rangkaian kegiatan kerjasama pengukuran ketahanan nasional di Provinsi Kalimantan Utara dengan Pusat Laboratorium Lemhannas RI yang sudah diawali dengan kegiatan diseminasi sebelumnya pada tahun 2020 lalu. Suroto menegaskan bahwa Kegiatan Integrasi dan Uji Coba Pengukuran Ketahanan Nasional Basis Data Kabupaten/Kota tersebut adalah dalam rangka merealisasikan pengembangan kemampuan aplikasi sistem pengukuran ketahanan nasional yang sudah dimiliki oleh Lemhannas RI dan sekaligus memperluas manfaatannya. “Tidak hanya bagi Lemhannas RI, tetapi juga dapat dirasakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, bahkan diharapkan sampai dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Kalimantan Utara,” tegas Suroto.


Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi narasumber pada Webinar “Pertahanan Negara dan Keamanan Nasional: Strategi, Kebijakan, dan Pembangunan yang Sesuai dengan Karakter”. Webinar tersebut diselenggarakan dalam rangka Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Selasa (15/06).

Mengawali paparannya, Agus menyampaikan pengertian karakter bangsa menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat, yaitu kepribadian bangsa yang terbangun dari internalisasi kebijakan yang diyakini sebagai landasan untuk cara pandang berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan alam lingkungan budaya sosialnya. Sejalan dengan hal tersebut, Agus menarik premis bahwa penguatan sistem nasional sebagai titik tolak dalam rangka membangun karakter bangsa. “Karena sistem nasional kemudian turunan langsung dari konsensus dasar kebangsaan berupa konstitusi dan undang-undang yang mengikat, itu juga merupakan kesepakatan bangsa,” kata Agus.

Menurut Agus, di dalam sistem hukum nasional tersebut karakter bangsa sudah terkandung secara integratif. Agus menegaskan bahwa karakter bangsa tidak hanya langsung pada saat implementasi, tetapi berawal dari perumusan legislasi, mulai dari konstitusi dan semua turunannya dalam bentuk Undang-Undang Dasar yang mengikat seluruh warga. “Penyelenggaraan secara konsisten penguatan sistem nasional akan sekaligus memberikan penguatan kepada karakter bangsa,” ujar Agus.

Selanjutnya, Agus memaparkan terkait pertahanan keamanan. Agus menjelaskan bahwa dalam yurisdiksi hukum nasional, TNI mempunyai fungsi utama pertahanan untuk menghadapi ancaman dari luar negeri berupa ancaman militer. Sedangkan ancaman dari luar negeri yang bersifat non-militer ditangani oleh instansi fungsional yang kebijakannya akan menghasilkan ketahanan. Lebih lanjut, Agus menyampaikan bahwa wilayah hukum nasional merupakan tempat berlakunya sistem hukum nasional, artinya setiap ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang muncul dari dalam negeri pada dasarnya merupakan tindakan pelanggaran hukum yang harus ditindak oleh aparat penegak hukum.

Agus menyampaikan bahwa pada dasarnya tugas utama TNI adalah tugas perang untuk menghadapi kemungkinan invasi militer dari luar negeri. Namun, TNI bisa dikerahkan untuk memperkuat fungsi-fungsi dalam pencapaian kepentingan nasional dengan 3 cara pengerahan, yakni apabila melaksanakan fungsi organik pertahanan nasional sesuai dengan konstitusi, perbantuan TNI kepada pemerintahan sipil di masa damai, dan sebagai pemerintahan darurat dengan memberi keputusan politik sesuai dengan konstitusi yang memberikan perluasan kewenangan terbatas bagi TNI untuk membantu instansi fungsional.

Pada kesempatan tersebut, Agus menyampaikan lima hal dalam penanaman karakter bangsa dalam dimensi pengembangan pertahanan dan keamanan nasional. Pertama, konstitusi dan turunan peraturan perundangan sebagai wujud kesepakatan bangsa. “Siapa lagi yang akan menghargai konstitusi dan turunan peraturan perundang-undangan kalau bukan kita sendiri yang telah menyepakati konstitusi tersebut?” tutur Agus. Kedua, komitmen dan konsistensi untuk menegakkan konstitusi merupakan wujud penanaman karakter bangsa. Menurut Agus, tidak adanya komitmen dari elemen bangsa dan tidak adanya konsistensi untuk menegakkan konstitusi menunjukkan karakter bangsa yang lemah, yang harus diperkuat.

Ketiga, komitmen dan konsistensi untuk mendukung peran dan kewenangan konstitusional aparat pelaksana fungsi dalam sistem pertahanan dan keamanan nasional. Dukungan tersebut dimaksudkan agar mempercepat transisi demokrasi dengan menggelar penataan yang baru dan meninggalkan penataan yang lama, agar masa transisi bisa cepat dilalui. Keempat, secara doktriner konkret berwujud dua hal, yakni dalam pertahanan dalam sistem pertahanan semesta berwujud gotong royong dan dalam keamanan dan ketertiban masyarakat dengan community policing. Kelima, tantangan secara umum adalah untuk mengambil nilai hakiki dari berbagai wujud tatanan yang diwarisi dari masa lalu dan dicari bentuknya dalam nilai instrumental implementasi secara konstektual kekinian. “Kuncinya adalah bahwa kita berkomitmen dan konsisten melaksanakan konstitusi sebagai wujud kesepakatan kita dan sebagai sebuah bangsa dan itu akan menunjukkan untuk penguatan karakter bangsa,” tutup Agus.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749