Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 melaporkan hasil kegiatan Studi Lapangan Isu Strategis Nasional (SLISN) pada Rabu, 7 Juli 2021 sampai Kamis, 8 Juli 2021. SLISN PPRA 62 mengangkat tema Penanganan Isu-Isu Strategis Nasional di Daerah dalam Mendukung Pembangunan Nasional. Pelaksanaan SLISN dilaksanakan pada 5 tujuan, yaitu PT. Inalum di Sumatera Utara, PT. Adaro di Kalimantan Selatan, PT. Indonesia Morowali Industry Park (IMIP) di Sulawesi Tengah, PT. Aneka Tambang di Maluku Utara, dan Pembangunan Sirkuit Mandalika di Nusa Tenggara Barat.

Sebelum dimulainya pelaporan SLISN PPRA 62 oleh masing-masing kelompok, Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI Mayjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P dalam laporannya menyampaikan pelaksanaan SLISN PPRA 62 berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. “Peserta PPRA 62 telah melaksanakan kegiatan dengan serius dan penuh dengan rasa tanggung jawab,” kata Sugeng.

Pada hari pertama, kelompok yang melaporkan hasil SLISN PPRA 62 adalah kelompok PT. Inalum di Provinsi Sumatera Utara dan kelompok PT. Adaro Provinsi di Kalimantan Selatan. Kelompok PT. Inalum Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Ketahanan Nasional Lemhannas RI Marsda TNI Sri Mulyo Handoko, S.I.P. Peserta Kelompok PT. Inalum Provinsi Sumatera Utara memaparkan laporan hasil SLISN diwakili oleh Dr. Ernalem Bangun, MA. dengan judul Penanganan Isu-Isu Strategis Nasional Terkait Keberadaan PT. Inalum dalam Mendukung Pembangunan Nasional.

Selanjutnya, paparan dilanjutkan dengan laporan SLISN PPRA 62 kelompok PT. Adaro Provinsi Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Tenaga Ahli Pengajar Bidang Hukum dan HAM Lemhannas RI Irjen Pol. Drs. Sumadi, M.Si. BErtindak sebagai pemapar laporan, yaitu Kolonel Arm. Budi Suwanto dengan judul paparan Dampak Pertambangan Batubara PT. Adaro Indonesia guna Kesinambungan Pembangunan Nasional.

Pada hari kedua pelaporan SLISN PPRA 62, kelompok ketiga yang melaporkan hasil kegiatan SLISN adalah kelompok PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Sulawesi Tengah yang dipimpin oleh Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Kewaspadaan Nasional Mayjen TNI Fajar Setiawan, S.I.P, dan Tenaga Ahli Mayjen TNI (Purn) Hari Mulyono, S.E., M.M. Pada kelompok tersebut, Kolonel Penerbangan Aldrin Petrus Mongan, St, M.Hum. memaparkan laporan berjudul Penanganan Isu-Isu Strategis Nasional di Kabupaten Morowali dalam rangka Mendukung Pembangunan Nasional Berkelanjutan (SDG).

Kelompok keempat yang melaporkan hasil kegiatan SLISN adalah kelompok PT. Antam Maluku Utara, yang dipimpin oleh Tenaga Profesional Bidang SKA, Geopolitik, dan Wawasan Nusantara Laksda TNI (Purn) Bambang Darjanto, S.H., S.Pi., M.Sc. Bertindak sebagai pemapar pada kelompok tersebut adalah Kombes Pol H. Muhammad Arif Sugiarto, S.I.K., M.P.P., M.H. dengan paparan berjudul Hilirisasi Tambang Nikel guna Meningkatkan Ketahanan Ekonomi dalam rangka Pembangunan yang Berkelanjutan.

Kelompok terakhir yang melaporkan hasil kegiatan SLISN adalah kelompok Sirkuit Mandalika Nusa Tenggara Barat yang dipimpin oleh Laksda TNI Suratno, S.H., M.H. Kelompok Sirkuit Mandalika Nusa Tenggara Barat melaporkan hasil SLISN yang berjudul Evaluasi Terhadap Implementasi Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sirkuit MotoGP Mandalika, yang dipaparkan oleh Laksma TNI Didong Rio Duta Purwokuntjoro.

Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo memberikan apresiasi kepada seluruh peserta PPRA 62 atas keberhasilan pelaksanaan SLISN. Namun, Agus juga menyampaikan evaluasi dan menegaskan bahwa saat peserta PPRA 62 melakukan SLISN dan berangkat ke tujuan, harus membawa isu nasional dan mendapatkan temuan yang baru atas isu nasional tersebut. Agus menyampaikan bahwa tiap-tiap kelompok harus fokus terhadap suatu isu strategis yang menjadi keresahan dan kritik di tengah masyarakat kemudian memberikan rekomendasi konkret langkah solusi yang perlu dilakukan.

“Anda ke lapangan, dengan membawa isu strategis nasional, itu harus mendapatkan temuan-temuan yang baru,” ujar Agus. Jangan temuan dan rekomendasi yang diberikan adalah temuan dan rekomendasi yang sudah dicakup oleh kebijakan pemerintah, sehingga tidak memberikan hal yang baru. Agus juga menegaskan bahwa setiap solusi dan temuan baru atas isu strategis yang diambil harus berdasarkan fakta yang ada dan dipertajam dengan data.

 

 


Seluruh Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23 Tahun 2021 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menerima pembekalan dari Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin secara daring, Selasa (06/07).

Kegiatan tersebut dibuka dengan laporan Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo yang menjelaskan sistem pelaksanaan pendidikan PPRA 62 dan PPSA 23 di tengah pandemi Covid-19. Salah satu penyesuaian yang dilakukan adalah dialihkannya program Studi Strategis Luar Negeri (SSLN) menjadi Studi Lapangan Isu Strategis Nasional (SLISN).

“Untuk menambah wawasan yang telah diterima selama pendidikan di Lemhannas RI dan mendapatkan penjelasan tentang kebijakan nasional, kami mohon dengan hormat kepada Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia berkenan memberikan arahan dan pembekalan kepada para peserta PPRA 62 dan PPSA 23 tahun 2021 Lemhannas RI,” kata Gubernur Lemhannas RI.

Pada kesempatan tersebut, Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 telah mendisrupsi cara hidup individu, masyarakat, dan bangsa. Pada sisi lain, pandemi Covid-19 memberikan pelajaran kepada manusia untuk beradaptasi dan bertransformasi diri dari kehidupan business as usual menuju tatanan dan cara hidup baru.

Lebih lanjut Wapres menyampaikan bahwa dalam mengatasi masalah dan dampak pandemi Covid-19, sejak tahun 2020 pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan salah satunya adalah memfokuskan dan memprioritaskan APBN untuk menangani masalah kesehatan, bantuan sosial, dan stimulus bagi dunia usaha termasuk UMKM. “Pemerintah pada prinsipnya selalu menempatkan keamanan dan keselamatan masyarakat sebagai prioritas utama, di samping menjaga ketahanan ekonomi dalam menghadapi pandemi Covid-19,” kata Wapres. Namun, berbagai upaya yang dilakukan hanya akan efektif apabila didukung kerja sama yang baik oleh semua elemen bangsa.

Kemudian Wapres menyampaikan bahwa salah satu prioritas nasional dalam mencapai Indonesia Maju adalah membangun SDM unggul, yakni SDM yang sehat, cerdas, berdaya saing, produktif, berakhlak mulia, dan setia kepada NKRI. Wapres menegaskan bahwa SDM unggul menjadi penentu keberhasilan dalam mewujudkan kemajuan dan kemandirian ekonomi, serta kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan negara. “SDM Indonesia harus dipersiapkan untuk mampu bersaing dan cepat beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan teknologi informasi yang mendisrupsi segala bidang,” ujar Wapres.

Wapres tidak memungkiri bahwa membangun SDM unggul dalam kondisi pandemi Covid-19 adalah tantangan tersendiri, khususnya bagi dunia pendidikan. Sistem pembelajaran yang semula dilaksanakan secara tatap muka, saat ini belum memungkinkan untuk dilakukan sehingga dilakukan secara daring. Oleh karena itu, pandemi Covid-19 juga menjadi tantangan dalam mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam pemanfaatan teknologi.

“Pendidikan bukan sekedar mentransmisi pengetahuan, akan tetapi harus dipastikan bagaimana suatu pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik. Peran guru, dosen, dan interaksi yang terjadi dengan peserta didik, sejatinya tidak dapat digantikan oleh teknologi. Pendidikan bukan hanya bagaimana pengetahuan didapatkan, akan tetapi bagaimana suatu nilai, kerja sama, serta kompetensi dapat ditransformasikan,” tutur Wapres. Oleh karena itu, Wapres dengan tegas menyampaikan bahwa keberhasilan proses belajar dan mengajar membutuhkan kerja sama yang baik dari seluruh pihak, baik pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha, media massa, hingga orang tua siswa.

Dalam era digital yang sangat menantang dan kompetitif, pendidikan harus mampu menjadi katalis dan pusat inovasi. Berbagai fakta menunjukkan bahwa inovasi memberikan kontribusi besar ke pembangunan sebuah negara. Laporan Global Innovation Index (GII) 2020 memperlihatkan negara-negara dengan skor inovasi yang tinggi memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang lebih tinggi pula. Dalam data GII 2020 tersebut, Indonesia berada di posisi 85 dari 131 negara di dunia sedangkan pada tingkat ASEAN, peringkat inovasi Indonesia masih tertinggal oleh Singapura dan Malaysia.

Mengakhiri pembekalan tersebut, Wapres menyampaikan harapannya kepada peserta PPRA 62 dan PPSA 23 yang akan menjadi negarawan-negarawan yang handal, berwawasan luas, serta mempunyai integritas yang tinggi kepada bangsa dan NKRI agar dapat berkontribusi nyata kepada negara dan bangsa. “Peserta PPRA 62 dan PPSA 23 harus menjadi teladan dan panutan yang mampu mendorong terciptanya tatanan kehidupan nasional berdasarkan kehidupan demokrasi yang sehat, beretika, bermoral dan bebas KKN, sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila yang telah kita sepakati bersama,” kata Wapres.

Kuliah umum tersebut juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Lemhannas RI Marsdya TNI Wieko Syofyan, Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI Mayjen TNI Sugeng Santoso, S.I.P., dan perwakilan pejabat Lemhannas RI dan undangan dari kementerian/lembaga secara daring.

 


Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy memberikan kuliah umum kepada Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23, Rabu, 7 Juli 2021. Bertajuk “Strategi Pembangunan SDM dalam Menghadapi Tantangan Nasional: Pandemi dan i4.0”, Muhadjir Effendy mengawali kuliah umum dengan menyampaikan keadaan penduduk Indonesia yang hingga September 2020 tercatat sebanyak 270,20 juta jiwa. Komposisi penduduk Indonesia saat ini didominasi Generasi Z yang lahir pada 1997-2012, yakni sebesar 27,94. Kemudian disusul oleh Generasi Milenial sebanyak 25,87%, Generasi X sebanyak 21,88%, Baby Boomer sebanyak 11,56%, Post Generasi Z sebanyak 10,88%, dan Generasi Pre-Boomer sebanyak 1,87% dari total penduduk Indonesia.

Saat ini, Indonesia tengah dilanda pandemi Covid-19 dan virus tersebut terus bermutasi. Oleh karena itu, dalam merespons pandemi dibutuhkan perilaku yang berbeda karena menghadapi kenyataan dengan banyak hal yang terjadi di luar perkiraan. “Menurut data BPS, pandemi ini telah membawa dampak yang cukup besar dalam meningkatkan kemiskinan,” kata Muhadjir Effendy. Bahkan sebesar 19.01 juta angkatan kerja terdampak pandemi Covid-19.

“Perekonomian dunia mengalami tekanan akibat pandemi, tentu saja juga Indonesia,” ujar Muhadjir Effendy. Lebih lanjut Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi pada tahun 2020 dan mencapai titik terendah pada triwulan kedua yaitu -5,3%. Meskipun mulai membaik, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami konstraksi sampai dengan triwulan I tahun 2021. Pandemi Covid-19 selama 1 tahun juga menyebabkan kemiskinan kembali meningkat hingga di tingkat sama dengan kondisi 2 tahun sebelum pandemi.

“Pandemi juga mendorong terjadinya perubahan struktural yang sangat cepat baik di dunia pendidikan maupun dunia kerja,” tutur Muhadjir Effendy. Dunia pendidikan dipaksa untuk memberlakukan pembelajaran jarak jauh dan harus mampu dengan cepat beradaptasi dengan sistem digital. Dalam dunia kerja, industri dipaksa mempercepat proses digitalisasi dalam proses produksi dan dalam distribusi serta dituntut meningkatkan efisiensi.

Namun, harus diakui bahwa pandemi Covid-19 juga membuka peluang bagi siapa pun untuk menjadi pengusaha dengan cara-cara yang lebih inovatif. Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa masa era digital diperkirakan akan membuka lapangan pekerjaan baru, hanya saja karakteristik pekerjaan baru tersebut berbeda dengan pekerjaan sebelumnya. Dalam menghadapi kondisi tersebut, diperkirakan 50% dari tenaga kerja yang ada sat ini perlu ditingkatkan kompetensinya dan 40% lainnya terpaksa meninggalkan keterampilan dan keahliannya karena sudah tidak berlaku lagi.

“Data BPS per Februari 2021 menunjukkan kualitas angkatan kerja kita masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan setingkat SLTP ke bawah, yaitu 55,95%. Sisanya yang pendidikan tinggi hanya 12,92%,” kata Muhadjir Effendy. Keadaan dominasi angkatan kerja yang berpendidikan sedang tersebut tentu menurunkan daya saing dan produktivitas nasional. Namun, Muhadjir Effendy optimis bahwa dalam 15 sampai 25 tahun mendatang postur angkatan kerja akan banyak bergeser dan meningkat karena peningkatan layanan pendidikan saat ini.


Seluruh Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 62 dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23 menerima kuliah umum dari Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) H. Tjahjo Kumolo, S.H., Jumat (02/07).

Pada kesempatan tersebut, Tjahjo menyampaikan bahwa saat ini bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang sedemikian kompleks, tapi mengerucut kepada empat hal. Pertama, masalah yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme. Menurut Tjahjo, hal tersebut merupakan suatu hal yang sejak 75 tahun merdeka tanpa sadar menjadi suatu hal yang sangat membahayakan. Kedua, masalah yang berkaitan dengan masalah narkoba. “Ini ancaman bangsa kita,” kata Tjahjo.

Ketiga, masalah area rawan korupsi. Tjahjo menyampaikan bahwa perencanaan anggaran, dana hibah dan bansos, pajak dan retribusi, pengadaan barang dan jasa, serta jual beli jabatan menjadi area rawan korupsi. “Ini area rawan korupsi yang menjadi fokus KPK, fokus Kepolisian, dan fokus Kejaksaan untuk menyelesaikan masalah-masalah tantangan ini,” tutur Tjahjo. Keempat adalah masalah bencana alam. Setiap saat bisa muncul bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami, bahkan saat ini ditambah dengan adanya pandemi Covid-19. “Kondisi ini yang harus kita selesaikan secara gotong royong dengan baik,” lanjut Tjahjo.

“Pada prinsipnya reformasi birokrasi tidak hanya menyederhanakan secara teknis, melainkan mengubah kerangka berpikir untuk meningkatkan kinerja pemerintah,” kata Tjahjo. Dengan tegas Tjahjo menyampaikan bahwa penyederhanaan birokrasi adalah untuk mempercepat proses pelayanan publik. Tujuan reformasi birokrasi adalah bagaimana membangun birokrasi yang lebih lincah, lebih profesional, lebih efektif, lebih efisien dalam pelayanan publik, dan membangun birokrasi yang mampu menggerakkan dan mengorganisir masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah terus mengupayakan percepatan reformasi birokrasi terutama di instansi daerah, pada implementasi sistem pengendalian intern pemerintah, dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah untuk mempercepat pembangunan.

“Saya kira Program Pendidikan Reguler Angkatan dan Program Pendidikan Singkat Angkatan yang diselenggarakan oleh Lemhannas RI memiliki peran penting dalam mewujudkan birokrasi yang lebih dinamis, lebih lincah, lebih profesional, lebih efektif, dan lebih efisien dalam pelayanan publik ke depannya,” kata Tjahjo. Melalui program pendidikan Lemhannas RI, Tjahjo berharap akan terbentuk pemimpin di tingkat nasional yang berjiwa besar, mampu menerima saran dan kritik dari berbagai pihak, mampu membangun inovasi, mampu memahami persoalan serta memberikan evaluasi atas suatu keadaan yang lebih komprehensif dan memberikan orientasi bagi seluruh komponen organisasi, mampu merangkul semua unsur kebangsaan, dan mempunyai prinsip ketegasan dalam mengambil sebuah keputusan.

“Perubahan cepat dunia harus diiringi oleh adaptasi tepat dan pengembangan yang berkelanjutan. Kepemimpinan aparatur negara harus mampu mengimbangi segala tantangan disruptif melalui perubahan dasar pada sistem dan manusia yang relevan dengan zaman,” kata Tjajo. Dalam kesempatan tersebut Tjahjo menyampaikan bahwa setiap peserta PPRA 62 dan PPSA 23 yang diberi kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Lemhannas RI pasti akan memberikan banyak manfaat dalam membangun digital talent dan digital leader serta membangun birokrasi kelas dunia untuk memajukan negara ke depannya.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749