Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen TNI Eko Margiyono, M.A. mewakili Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23 Lemhannas RI, Kamis (19/8). Pada kesempatan tersebut Letjen TNI Eko Margiyono mengangkat tema “Kebijakan Strategi Penggunaan Kekuatan TNI di Era Tatanan Peradaban Baru”.

Pada kesempatan tersebut, Eko menjelaskan tentang dinamika perkembangan lingkungan strategis pada tatanan global, regional, dan nasional. Menurut Eko, dinamika perkembangan lingkungan strategis secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pertahanan dan keamanan Indonesia. Perkembangan lingkungan strategis di Indonesia memiliki beberapa dinamika tersendiri di antaranya intoleransi dan radikalisme yang semakin mencuat, situasi politik dalam negeri yang dinamis, penanganan Covid-19, defisit anggaran negara, dan gerakan separatis.

Dalam paparannya, Eko juga menyampaikan tugas pokok TNI menurut Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yaitu menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok TNI dilakukan dengan cara Operasi Militer Perang (OMP) atau Operasi Militer Selain Perang (OMSP). “TNI itu adalah alat negara di bidang pertahanan yang menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara,” ujar Eko.

Eko juga menjelaskan tentang Minimum Essential Force (MEF) berdasarkan Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) Nomor 39 Tahun 2015. Dalam Permenhan disebutkan bahwa MEF dirumuskan ke dalam dua Rencana Strategis (Renstra), yakni tahun 2015-2019 dan tahun 2020-2024. Pencapaian MEF sampai akhir Renstra II tahun 2015-2019 adalah 62,24% sedangkan pada Renstra III tahun 2020-2024 masih dalam proses.

Ada beberapa upaya untuk memenuhi MEF TNI, yaitu peningkatan anggaran untuk pengadaan serta pemeliharaan dan perawatan (harwat) alutsista, pemenuhan kebutuhan suku cadang alutsista, peningkatan kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia serta peningkatan sarana prasarana pendukung alutsista, pemangkasan jalur birokrasi dalam proses pengadaan alutsista, dan peningkatan jumlah pengadaan alutsista TNI.

Lebih lanjut Eko menyampaikan kebijakan dan strategi TNI dalam Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam kebijakan OMP, yaitu terselenggaranya OMP di seluruh wilayah Indonesia (daerah perbatasan) yang didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung sesuai tingkat eskalasi ancaman. Strategi dalam OMP adalah menggelar OMP di seluruh wilayah NKRI. Sedangkan dalam kebijakan OMSP, yaitu terselenggaranya OMSP di seluruh wilayah Indonesia dan strategi dalam OMSP adalah menyelenggarakan OMSP di seluruh wilayah Indonesia dan memproyeksikan kekuatan ke luar wilayah yurisdiksi.


Gubernur Lembaga Ketahanan Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23 Lemhannas RI tahun 2021, Rabu, (18/6). Ceramah tersebut mengangkat judul “Anatomi Sistem Keamanan Nasional” dan bertujuan memberikan pemahaman perkembangan sistem keamanan nasional di Indonesia.

Dalam paparannya, Agus mengatakan keamanan nasional terbagi menjadi beberapa ruang lingkup, yaitu keamanan regional dan keamanan bersama yang bersifat antarbangsa (internasional), kebangsaan nasional (dalam negeri), dan keamanan yang ditujukan dalam negeri yang bersifat lingkup insani (human security).

Lebih lanjut Agus menyampaikan dalam sistem keamanan terdapat empat komponen besar pada tingkat keamanan nasional. Pertama, adanya fungsi pertahanan untuk menghadapi ancaman militer dari luar negeri. Kedua, fungsi keamanan nasional yang di dalamnya terdapat fungsi pertahanan. Ketiga, keamanan dalam negeri pada hakikatnya untuk penegakan hukum. Keempat, keamanan dan ketertiban masyarakat yang sifatnya untuk menjaga keamanan dalam masyarakat terhadap gangguan-gangguan fisik kecil. Namun, dengan perkembangan yang ada, terdapat keamanan insani (human security) agar bebas dari ancaman non-fisik.

Pada kesempatan tersebut, Agus menjelaskan tentang hakikat hubungan sipil-militer. Dalam hakikat hubungan sipil-militer, alur pembuatan dan pelaksanaan kebijakan fungsi pertahanan nasional dibuat oleh otoritas sipil politik kemudian dilaksanakan oleh militer.

Agus juga menjelaskan perbedaan peran otoritas sipil dan peran otoritas militer. Peran otoritas sipil adalah merumuskan kebijakan, membuat keputusan pengarahan militer, menentukan tujuan pengerahan, menentukan tingkat kekerasan, menentukan strategi nasional, serta melakukan kontrol demokratis dan pengawasan. Sedangkan peran otoritas militer adalah menentukan strategi atau cara militer untuk mencapai tujuan politik, mematuhi Undang-Undang dan loyal kepada otoritas politik, serta melaksanakan manajemen internal untuk menjamin kesiapan operasional.

Pada prinsip-prinsip tataran kewenangan, fungsi keamanan nasional secara klasik diartikan mencakup fungsi diplomasi, pertahanan, dan penegakan hukum yang dapat diartikan sebagai fungsi keamanan dalam negeri. Sedangkan fungsi pertahanan merupakan fungsi pemerintahan yang selalu bersifat nasional, menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan tidak pernah diberikan kepada pemerintah daerah. Hal ini juga berkaitan dengan fungsi penegakan hukum, merupakan fungsi utama pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dengan berbagai aparat penegak hukum sebagai institusi pelaksana fungsi.

Agus berharap dalam kelembagaan dan fungsi pemerintahan, dengan tegas dapat ditunjuk lembaga yang memiliki fungsi induk kewenangan untuk merespons spektrum ancaman dan perlu pemahaman baru terhadap spektrum ancaman dalam negeri yang memberi kepentingan pengintegrasian fungsi baru terkait seperti Imigrasi, Bea Cukai, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan lain-lain dalam satu portofolio.


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) mengadakan Sosialisasi Pembinaan Kesadaran Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan, Kamis (19/8). Sosialisasi dengan tema “Jadwal Retensi Arsip (JRA)” tersebut, menghadirkan Arsiparis Ahli Madya Direktorat Kearsipan Pusat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Dra. Dwi Mudalsih, M.Hum. sebagai narasumber dan bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang kearsipan (Jadwal Retensi Kearsipan) secara umum serta.

Jadwal Retensi Arsip (JRA) adalah daftar yang berisi sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan atau retensi, jenis arsip, dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip dimusnahkan, dinilai kembali, atau dipermanenkan yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip. Lemhannas RI pada tahun 2009 telah menyusun dan menerbitkan Peraturan Gubernur Lemhannas RI Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Jadwal Retensi Arsip (JRA) Lemhannas RI. Peraturan ini merupakan tindak lanjut dari peraturan di atasnya, yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan serta merupakan upaya mewujudkan tertib administrasi di lingkungan Lemhannas RI khususnya yang berkaitan dengan kearsipan.

“Arsip merupakan simpul pemersatu bangsa, roh sebuah organisasi, dan bukti otentik dari sebuah rekaman kegiatan yang tidak terpatahkan,” kata Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Madya Rokermakum Settama Lemhannas RI Sulis Marwiyani Fatkhan, S.H., M.Sc. mewakili Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Laksma TNI Sri Widodo, S.T., CHRMP saat membuka sosialisasi tersebut. Lebih lanjut Sulis menyatakan bahwa melalui sebuah arsip dapat diketahui sejauh mana dan bagaimana suatu hal terjadi, yang kemudian setelah diketahui proses dan perjalanannya maka suatu hal tersebut dapat dipahami dan dimaknai.

Dalam sambutannya, Sulis Marwiyani menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan telah mengamanatkan bahwa penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung jawab Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Tanggung Jawab penyelenggaraan kearsipan nasional ini meliputi tiga pilar yaitu penetapan kebijakan, pembinaan kearsipan dan pengelolaan arsip, yang didukung oleh sumber daya kearsipan.

“Dalam konteks penerapan Jadwal Retensi Arsip ada beberapa hal yang menjadi panduan,” kata Dwi Mudalsih. Lebih lanjut Dwi Mudalsih mengatakan dari kebijakan kearsipan yang sudah ditetapkan lembaga, Gubernur Lemhannas RI telah menyiapkan beberapa alat untuk penetapan suatu jenis arsip dimusnahkan, dinilai kembali, atau dipermanenkan yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip. Pertama, Tata Naskah Dinas untuk menciptakan naskah dinas. Kedua, Klasifikasi Arsip untuk menata arsip. Ketiga, Jadwal Retensi Arsip (JRA) untuk menyusutkan arsip.

Kemudian Dwi Mudalsih menyampaikan aspek yuridis arsip, yaitu Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yang Berkaitan dengan Kewajiban Mengelola Arsip Dinamis. Di Lemhannas RI sendiri juga diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Lemhannas RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2019 tentang Jadwal Retensi Arsip (JRA) Lembaga Ketahanan Nasional RI.

Pada kesempatan tersebut Dwi Mudalsih juga menjelaskan arsip dinamis, yaitu arsip yang digunakan secara langsung pada kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama jangka waktu tertentu. Pengelolaan arsip dinamis adalah proses pengendalian arsip dinamis secara efisien, efektif, dan sistematis yang meliputi penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta penyusutan arsip. Pengelolaan arsip dinamis meliputi arsip vital, arsip aktif, dan arsip inaktif. “Undang-undang mengamanatkan bahwa ini (arsip vital, arsip aktif, dan arsip inaktif) wajib dilaksanakan oleh pencipta arsip” ujar Dwi Mudalsih. 

 


Upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dalam rangka HUT ke-76 RI dilaksanakan di Halaman Istana Mereka, Selasa (17/8). Upacara ini merupakan upacara kali kedua yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 sehingga diselenggarakan secara virtual. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo turut menghadiri upacara tersebut secara virtual dari Lemhannas RI.

Pada upacara tersebut Presiden Joko Widodo bertindak selaku inspektur upacara. Sedangkan Ketua DPR RI Puan Maharani bertindak sebagai pembaca naskah Proklamasi dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bertugas menjadi pembaca doa.

Pengibaran bendera Merah Putih dilaksanakan dengan formasi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Lengkap. Makna yang tersirat adalah harus selalu tangguh menghadapi setiap rintangan dan tumbuh berkembang menjadi bangsa yang unggul dalam kondisi sesulit apa pun. Tim yang bertugas dalam pengibaran bendera Merah Putih tersebut dinamakan Tim Indonesia Tangguh.

Dalam upacara tersebut juga dilaksanakan Fly Pass Pesawat Tempur TNI Angkatan Udara dengan delapan pesawat tempur strategis F-16 Fighting Falcon yang membentuk aero head fomation dan Penerbangan Giant Flight Merah Putih Underslung dengan call sign “Nusantara Flight” yang menggunakan enam pesawat helikopter. Turut hadir secara virtual pada upacara tersebut Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, serta Wakil Presiden ke-11 Boediono.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749