Biro Umum Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan Penyuluhan Kearsipan di lingkungan Lemhannas RI bertempat di Ruang Syailendra, Lemhannas RI, pada Rabu (27/3). Acara tersebut dibuka oleh Koordinator TU Lemhannas RI Basirin, S.E., M.A.

Penyuluhan kearsipan dinilai sangat penting demi mewujudkan tertib administrasi dan meningkatkan penilaian pada pengawasan kearsipan internal dan eksternal Lemhannas RI, serta mendukung dalam program reformasi birokrasi pemerintahan. “Dengan diadakan penyuluhan kearsipan ini diharapkan dapat memberikan pembinaan dan lebih menertibkan dalam pengelolaan arsip serta terciptanya kelancaran dalam proses administrasi yang efektif dan efisien di lingkungan Lemhannas RI,” kata Basirin.

Penyuluhan tersebut menghadirkan dua narasumber dari Arsip Nasional Republik Indonesia, yakni Arsiparis Ahli Muda pada Deputi Bidang Pembinaan Kearsipan ANRI Peny Wulandari dan Arsiparis Ahli Madya pada Deputi Bidang Pembinaan Kearsipan ANRI Gayatri Kusumawardani, SS, M.Hum. Peny Wulandari menyampaikan paparannya yang berjudul pengelolaan arsip dinamis.

Bicara definisi, Peny Wulandari menyampaikan bahwa arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. “Semua rekaman kegiatan yang dilakukan di lembaga negara, di Lemhannas, yang menggunakan anggaran negara itu adalah arsip milik negara. Oleh karena itu kita harus mengelolanya sesuai peraturan yang berlaku. Jadi sesuai standar dan norma kebijakan yang berlaku,” ujar Peny Wulandari.

Organisasi kearsipan terdiri dari pengelolaan arsip dinamis dan pengelolaan arsip statis. Pengelolaan arsip dinamis merupakan pencipta (pembuat) arsip yang mengelola arsip aktif dan inaktif. Arsip aktif dijalankan oleh unit pengolah, dalam hal ini di Lemhannas RI adalah Kedeputian, Inspektorat, Pusat Laboratorium, Biro Umum, Biro Humas, Biro Perencanaan, Biro Telematika, serta Biro Kerma dan Hukum. Sedangkan arsip inaktif dijalankan oleh unit kearsipan, dalam hal ini adalah Bagian Tata Usaha Biro Umum Lemhannas RI.

Lalu Peny Wulandari menjelaskan pengelola arsip statis merupakan lembaga kearsipan yang terdiri dari Pemerintah Pusat dikelola ANRI, Pemerintah Daerah Provinsi dikelola Arsip Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota oleh Arsip Daerah Kabupaten/Kota, dan Perguruan Tinggi Negeri oleh Arsip Perguruan Tinggi.

Peny Wulandari melanjutkan paparannya tentang pengawasan kearsipan, yang merupakan proses kegiatan dalam menilai kesesuaian antara prinsip, kaidah, dan standar kearsipan dengan penyelenggaraan kearsipan. Unit kearsipan Kementerian/Lembaga juga melaksanakan pengawasan kearsipan internal terhadap unit pengolah dan unit kearsipan jenjang berikutnya sesuai wilayah kewenangannya.

Adapun tiga kunci sukses pada pengawasan internal, yaitu, pertama, SDM yang lengkap (pejabat struktural, arsiparis, pengelola arsip kompeten melalui pendidikan kearsipan /diklat) dan sarana prasarana kearsipan, seperti folder, guide/sekat, label, filing cabinet, out indikator, indeks, tunjuk silang, gedung records center, ruangan, peralatan dan boks.

Lalu yang kedua adalah melakukan pengelolaan arsip aktif dan inaktif dengan pemberkasan serta penataan untuk arsip inaktif, kemudian melakukan penyimpanan arsip aktif dan inaktif menggunakan central file bagi unit pengolah dan record center bagi unit kearsipan. Sedangkan yang ketiga adalah memastikan pembuatan dan penerimaan arsip terkendali, memastikan ketersediaan arsip, prosedur, penyajian arsip pada unit pengolah dan unit kearsipan, memastikan pemberkasan, penataan, penyimpanan, dan alih media, pemeliharaan arsip vital, pemberkasan dan pelaporan arsip terjaga serta memastikan pemindahan secara rutin (UP), pemusnahan, dan penyerahan.

Narasumber selanjutnya, Gayatri Kusumawardani menyampaikan tentang pemberkasan arsip aktif. Gayatri menginformasikan kepada peserta cara-cara pengarsipan yang benar dengan membagi pada tiga sekat, yakni primer (pokok masalah), sekat sekunder (sub masalah), dan tersier (sub-sub masalah).Untuk pemberkasan arsip aktif, Gayatri menyampaikan tiga hal yang harus dilakukan. Pertama adalah dilakukan terhadap arsip yang dibuat dan diterima. Kedua adalah dilakukan berdasarkan klasifikasi arsip. Ketiga adalah menghasilkan tertatanya fisik arsip dan informasi arsip serta tersusunnya daftar arsip aktif.Acara tersebut diikuti oleh personel Lemhannas RI yang bertugas melakukan pengarsipan dari tiap-tiap unit kerja. (SP/CHP)


Lemhannas RI menggelar upacara Pembukaan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 67 Lemhannas RI T.A. 2024 di Ruang Dwiwarna Purwa, Lemhannas RI, pada Selasa (26/3). Bertindak sebagai Inspektur Upacara pada acara tersebut Wakil Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI Eko Margiyono.

Eko Margiyono menyampaikan bahwa selama tujuh bulan ke depan, para peserta akan mengikuti program pendidikan reguler berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan dengan berbagai proses pembelajaran yang ada. Adapun tujuan dan sasaran pendidikan di Lemhannas RI, yaitu menyiapkan kader dan pemantapan pimpinan tingkat nasional yang berpikir komprehensif, integral, holistik, integratif dan profesional, serta memiliki watak, moral dan etika kebangsaan, negarawan, berwawasan nusantara dan mempunyai cakrawala pandang yang universal.

Selama pendidikan di Lemhannas RI, Eko Margiyono menginformasikan bahwa para peserta akan dibekali dengan materi terkait wawasan kebangsaan sebagai nation of value, kepemimpinan nasional, ketahanan nasional, geopolitik dan geostrategis melalui pendekatan asta gatra guna menjawab persoalan-persoalan baik di tingkat global, nasional, maupun regional. Selain itu, para peserta juga akan dibekali dengan tujuh isu strategis, antara lain konsolidasi demokrasi, transformasi digital, ekonomi hijau, ekonomi biru, Ibu Kota Nusantara (IKN) dan proyek strategis nasional (PSN), geopolitik global dan masalah lain yang terkait dengan keamanan dalam negeri.

Lebih lanjut, Eko Margiyono menyampaikan empat pesan kepada peserta PPRA 67. Pertama, para peserta diharapkan dapat mengikuti dan menjalani proses pendidikan dengan niat yang tulus, memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak berdasarkan pandangan geopolitik dan geostrategis. Kedua adalah peserta diharapkan dapat menjadikan proses pembelajaran di pendidikan ini sebagai sarana untuk mengukur sekaligus meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Lalu yang ketiga, peserta diharapkan dapat terus meningkatkan motivasi belajar dengan menjalankan peran sebagai peserta didik yang bertanggung jawab. Kemudian yang keempat, Eko Margiyono berharap peserta dapat menjalin dan membangun komunikasi (networking) dengan melakukan komunikasi aktif baik diantara para peserta, maupun dengan para Tenaga Pengajar, Tenaga Pengkaji, dan Tenaga Profesional serta lembaga melalui interaksi-interaksi yang bersifat meningkatkan kompetensi dan kemampuan peserta dalam mewujudkan kepemimpinan strategis nasional.

“Pada akhirnya saya berharap, kelak para peserta setelah lulus dari program pendidikan ini, akan menduduki puncak jabatan strategis pada masing-masing instansinya, dan kompetensi kepemimpinan strategis nasional yang sudah diberikan menjadi bekal pada jenjang karir berikutnya dan dapat diterapkan pada instansi para peserta sekalian,” ujar Eko Margiyono.

Sebagai informasi, penyelenggaraan PPRA 67 Lemhannas RI dilaksanakan selama 7 bulan. Selama pendidikan, para peserta mengikuti pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran langsung di Lemhannas RI. Dalam masa pendidikan juga dilaksanakan SSDN, SSLN, Olah Sismennas, Penulisan, dan Penyajian Taskap, serta Seminar Nasional. PPRA 67 Lemhannas RI diikuti sebanyak 100 peserta yang terdiri dari TNI sebanyak 60 orang, Polri sebanyak 26 orang, Lembaga Negara 4 orang, Kementerian 5 orang, Kepemerintahan 3 orang  dan Organisasi Masyarakat 2 orang.

Acara dilanjutkan dengan pengenalan lembaga oleh Sekretaris Utama Lemhannas RI Drs. R.Z. Panca Putra S., M.Si. Mengawali paparannya, Panca Putra menyampaikan tiga filosofi terbentuknya Lemhannas RI. Pertama adalah menyoroti suasana perkembangan dunia pada masa itu yang mengharuskan integrasi dan kerja sama antar kekuatan sektor sipil dan militer. Lalu yang kedua adalah demi memberikan sumbangan positif kepada usaha pembangunan dunia yang adil, makmur dan damai. Kemudian yang ketiga adalah perlunya disusun pengertian mendalam secara ilmiah mengenai masalah-masalah dunia yang senantiasa harus kita hadapi. Sejalan dengan hal tersebut, perlu adanya dibentuk sebuah lembaga untuk diadakan persiapan tenaga-tenaga pada tingkat nasional.

Paparan dilanjutkan dengan informasi warna khas Lemhannas RI, yakni lembayung yang memiliki makna ketenangan dalam bertindak. Panca Putra juga menjelaskan tentang struktur organisasi dan program yang ada di Lemhannas RI, mulai dari pejabat Kepala Biro Lemhannas RI, pejabat Kedeputian Lemhannas RI dengan program PPRA, Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA), dan Program Pemantapan Pimpinan Daerah Angkatan (P3DA), kemudian pejabat Kedeputian Strategik dengan program kajian strategis jangka panjang, kajian strategis jangka pendek, kajian strategis jangka menengah, dan kajian strategis terkini.

Lebih lanjut, Panca Putra juga menyampaikan Lemhannas RI memiliki Kedeputian Kebangsaan dengan program pemantapan nilai-nilai kebangsaan, pelatihan untuk pelatih, dialog kebangsaan dan evaluasi dampak. Selain tiga kedeputian tersebut, Lemhannas RI juga menjalankan fungsinya sebagai pusat laboratorium pengukuran ketahanan nasional. Lebih lanjut, untuk menjalankan tugasnya menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit kerja Lemhannas RI, Sekretaris Utama dibantu oleh lima biro, yaitu Biro Umum, Biro Perencanaan, Biro Hubungan Masyarakat, Biro Telematika, serta Biro Kerja Sama dan Hukum.

Di akhir paparan, Panca Putra berpesan kagar para peserta dapat membangun kerja sama yang baik, bagi TNI, Polisi, ASN dan Non ASN. “Kita tidak selalu bisa membangun masa depan untuk generasi muda, tapi kita bisa menyiapkan generasi muda untuk menghadapi masa depan. Anda adalah masa depan!” seru Panca Putra kepada seluruh peserta PPRA 67. (SP/CHP)


Dewasa kini, paradigma pertempuran mulai mengalami pergeseran dari sistem yang berlandaskan pada jumlah pasukan ke sistem persenjataan yang berbasis penggunaan teknologi kecerdasan buatan. Hal tersebut turut diikuti dengan munculnya persaingan global dalam kancah kecerdasan buatan untuk kepentingan militer.

Menyoroti hal tersebut, penting bagi militer Indonesia untuk turut serta memiliki penguasaan terhadap teknologi kecerdasan buatan. Oleh karena itu, Lemhannas RI memandang Indonesia perlu mengukuhkan sudut pandang yang tidak bertentangan dengan amanat konstitusi tetapi tetap menempatkan Indonesia pada posisi yang dapat meraih keuntungan dari para pemain global.

Untuk merumuskan sudut pandang yang tepat, Lemhannas RI melalui Kedeputian Pengkajian Bidang Strategik menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Pandangan Indonesia terhadap Penggunaan Kecerdasan Buatan untuk Kepentingan Militer pada Rabu (27/3) bertempat di Ruang Kresna, Gedung Astagatra, Lemhannas RI.

“Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah hal yang tidak bisa dihindari dan bahkan sudah seharusnya dikuasai agar menjadi suatu keunggulan dari suatu negara,” kata Sekretaris Utama Komjen Pol Drs. R. Z. Panca Putra S., M.Si. saat membuka FGD tersebut. Lebih lanjut disampaikan bahwa saat ini berbagai teknologi kecerdasan buatan telah dikembangkan oleh beberapa negara maju dengan tujuan untuk dapat memberikan keunggulan pada sistem senjata tertentu.

Memerhatikan kondisi tersebut dan mengingat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir terdapat beberapa usulan mengenai pengelolaan kecerdasan buatan untuk kepentingan militer secara global, maka posisi Indonesia terkait isu ini dinilai menjadi sangat penting untuk dapat dirumuskan. Perumusan tersebut bertujuan untuk tetap menjaga amanat konstitusi serta dalam rangka mengamankan kepentingan nasional Indonesia.

Hadir pada kesempatan tersebut selaku narasumber, yakni Kepala Bidang Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi PTI KKP Kementerian Luar Negeri Riki Sumadhani; Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Kecerdasan Artifisial (Korika) Prof. Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc, IPU; Kepala Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Siber BRIN Dr. Anto Satriyo Nugroho, B.Eng., M.Eng.; Direktur Teknologi dan Industri Pertahanan, mewakili Dirjen Pothan Kementerian Pertahanan RI Marsma TNI Dedy Laksmono, S.E., S.T., M.M.; Asisten Umum Satintel Geospasika BAIS TNI Kolonel Caj Anang Zamiarto, S.H., M.M.; Wakil Dekan II Bidang Keuangan dan Umum Fakultas Sains dan Teknologi Pertahanan, yang mewakili Rektor Universitas Pertahanan RI, Marsma TNI Dr. Ir. Rujito D. Asmoro, GDipl in DS., M.A., RCDS., CPHCM., CIPA., IPM., CIT., ASEAN Eng.

“Pemanfaatan kecerdasan buatan harus memperkuat pertahanan dan keamanan, bukan sebaliknya,” kata Kepala Bidang Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi PTI KKP Kementerian Luar Negeri Riki Sumadhani. Lebih lanjut, disampaikan pernyataan Menlu yang telah disampaikan sebelumnya, yakni kecerdasan buatan harus dapat memperkuat demokrasi, bukan menjadi ancaman bagi demokrasi.

Maka rekomendasi yang disampaikan adalah penggunaan kecerdasan buatan untuk Militer Indonesia feasible untuk diterapkan dalam konteks kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya direkomendasikan juga agar kecerdasan buatan digunakan untuk Operasi Militer Selain Perang (UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI).

Dalam melaksanakan rekomendasi tersebut, yang menjadi kunci keberhasilan adalah komitmen dari kepemimpinan; kepastian regulasi; talenta SDM; anggaran dan rantai pasok; ketersediaan dan keamanan infrastruktur; ketersediaan sumber energy; dan tata kelola pemerintahan yang baik.“Kita harus memahami bagaimana implikasi penggunaan Artificial Intelligence,” kata Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Kecerdasan Artifisial (Korika) Prof. Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc, IPU. Lebih lanjut, Ketua Umum Korika menyampaikan bahwa sistem nilai kecerdasan buatan yang digunakan dalam masyarakat umum dan militer tentunya berbeda. Oleh karena itu sangat dibutuhkan adanya ekosistem yang dibangun untuk mendorong agar Indonesia bisa memberikan pandangan dalam diplomasi internasional terkait dengan penggunaan kecerdasan buatan di militer.

Menyoroti kondisi terkini, kecerdasan buatan secara global semakin meningkat pesat. Oleh karena itu, dibutuhkan Artificial Intelligence Assurance. Artificial Intelligence Assurance, yaitu proses mengukur, mengevaluasi, dan mengomunikasikan kepercayaan yang tinggi (the trustworthiness) dari sistem kecerdasan buatan. “Artificial Intelligence Assurance adalah sebuah cara untuk kita bisa memberikan kepercayaan kepada sebuah sistem,” ujar Ketua Umum Korika. (NA/CHP)


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) melalui Biro Kerja Sama dan Hukum menyelenggarakan Sosialisasi Pembinaan Kesadaran Hukum dan Perundang-undangan dengan tema “Peran Pimpinan dan ASN dalam Penguatan Strategi Penguatan Keamanan Siber” bertempat di Ruang Syailendra, pada Senin (25/3). Sosialisasi tersebut perlu dilakukan sebagai bentuk penguatan komitmen dalam pengelolaan keamanan siber di Indonesia khususnya di lingkungan Lemhannas RI.

Acara tersebut dibuka langsung oleh Kepala Biro Kerja Sama dan Hukum Lemhannas RI Brigjen TNI (Mar) Raja Erjan H.S. Girsang, S.E., M.M., M.Sc. Dalam sambutannya, Raja Erjan menyampaikan kewajiban penyelenggaraan sistem elektronik merupakan konsekuensi adanya perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat yang dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan penegakan kedaulatan negara atas informasi elektronik di wilayah NKRI.

Kewajiban tersebut berjalan tidak tanpa risiko dan akibat hukum. Penyelenggara sistem elektronik perlu mengetahui manajemen risiko atas kerusakan dan kerugian hingga wajib membuat rencana keberlangsungan kegiatan untuk menanggulangi gangguan atau bencana sesuai dengan risiko dari dampak yang ditimbulkan, di antaranya serangan-serangan siber.

Lemhannas RI sebagai penyelenggara sistem elektronik lingkup publik tidak hanya harus memahami dasar regulasi dari penyelenggaraan sistem elektronik, tetapi juga harus mengetahui fakta dan kondisi adanya serangan siber yang terjadi di Indonesia. “Selain itu, pentingnya mengetahui bagaimana roadmap keamanan siber Indonesia tahun-tahun mendatang untuk mengantisipasi potensi serangan siber yang dapat menimbulkan kerugian baik sosial maupun ekonomi hingga terhadap kedaulatan negara dan tentunya secara spesifik yang berdampak pada institusi Lemhannas RI,” ujar Raja Erjan.

Sosialisasi tersebut menghadirkan Sandiman Ahli Madya Direktorat Keamanan Siber Dan Sandi Pemerintah Pusat Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) RI Dony Harso, S.IP., M.Si. Dony Harso menyampaikan keamanan siber perlu diperkuat karena data yang kita miliki penting bagi penyerang. Penyerang berfokus pada individu dan akses individu ke sistem karena memungkinkan mereka meniru pemilik identitas dan menggunakan perangkatnya. Hal tersebut dapat mengganggu layanan publik dan bahkan dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara.

Lebih lanjut, Deny Harso membagikan tips untuk memitigasi ancaman siber. Pertama adalah menyimpan data dengan membuat salinan, enkripsi data sensitif, menghapus dengan aman, dan memperlakukan perangkat secara hati-hati. Kedua adalah dengan mengikuti literasi yang bertujuan untuk melindungi data pribadi, mencegah serangan siber, mengurangi risiko keuangan, memperkuat keamanan organisasi, membangun kesadaran anak-anak dan remaja, serta membangun kepercayaan.

Lalu yang ketiga adalah mengamankan gadget dengan mengaktifkan kunci layar, memperbarui OS dan aplikasi, menggunakan keamanan lapis ganda, lindungi jaringan Wi-Fi, memback-up data secara teratur, dan lainnya. Kemudian yang keempat adalah penyelenggara sistem elektronik wajib berpedoman pada regulasi tentang informasi dan transaksi elektronik, serta tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.

Selanjutnya tentang data pribadi, Deny Harso menyampaikan sering terjadinya kegagalan pelindungan data pribadi. Sejalan dengan hal tersebut, pelindungan data pribadi harus dilakukan beberapa pihak, yakni orang perseorangan yang pada dirinya melekat data pribadi, lalu pengendali data pribadi, dan prosesor data pribadi.

Mengakhiri paparannya, ada empat hal yang harus dilakukan terkait pelindungan data pribadi. Pertama adalah mengetahui tugas dan tanggung jawab pejabat/petugas pelindungan data pribadi dalam suatu organisasi berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Lalu yang kedua adalah mengetahui fungsi pelindungan data pribadi di lingkungan organisasi. “Berarti harus ada ASN di Kementerian/Lembaga yang punya sertifikasi atau lulus uji kompetensi perihal ini, harus wajib,” pungkas Deny Harso. (SP/CHP)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749