Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan Upacara Rutin Pengibaran Bendera Merah Putih Bulan Februari bertempat di Lapangan Tengah Lemhannas RI, pada Senin (19/2). Bertindak sebagai inspektur upacara adalah Sekretaris Utama Lemhannas RI Komjen Pol Drs. R.Z. Panca Putra S., M.Si.

Pada kesempatan tersebut, Panca Putra menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh unit kerja yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik hingga jelang periode bulan Maret tahun 2024. Panca Putramengingatkan tantangan dan tugas ke depan akan semakin kompleks, yang dikaitkan dengan berbagai perkembangan geopolitik baik global, nasional, maupun regional, untuk dikaji dan diberikan kepada Presiden Republik Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, Panca Putra berharap agar penataan tema yang telah direncanakan oleh Deputi Bidang Pengkajian Strategik dapat segera direalisasikan dan dapat disusun bersama.

Lebih lanjut, Panca Putra mengingatkan tentang Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 66 yang sedang berlangsung dan PPRA 67 yang akan segera dibuka pada bulan Maret 2024. Panca Putra menekankan kepada seluruh unit kerja agar mempersiapkan upacara dan kegiatan yang berkaitan dengan pembukaan pendidikan PPRA 67. Diharapkan juga Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI dapat terus menyelenggarakan pendidikan dengan baik, khususnya PPRA 66 yang saat ini sedang melaksanakan off campus.

Apresiasi juga disampaikan oleh Panca Putra kepada seluruh personel Lemhannas RI yang telah mendukung suksesnya pemungutan suara pada Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Panca Putra berharap pelaksanaan kegiatan Pemilu 2024 terus didorong dan disukseskan bersama sehingga dapat memilih dan menentukan pimpinan negara Republik Indonesia ke depan. “Pesan saya, netralitas untuk lingkungan Lembaga Ketahanan Nasional RI menjadi suatu kewajiban yang harus terus kita pertahankan dan kita jaga bersama,” tegas Panca Putra.

Sejalan dengan hal tersebut, Panca Putra berpesan kepada Deputi Pengkajian Strategik untuk dapat terus melakukan pengkajian tentang konsolidasi demokrasi yang bisa dijadikan rekomendasi kepada Presiden Republik Indonesia.

Selanjutnya, Panca Putra menyampaikan tentang pelaksanaan rapat tentang penyusunan kamus kompetensi kepemimpinan oleh Pusat Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional Lemhannas RI. Dalam kegiatan tersebut disepakati bahwa kompetensi kepemimpinan nasional menjadi standar yang akan digunakan dalam rangka melakukan asesmen kepada seluruh calon pemimpin nasional Republik Indonesia. “Saya berharap hasil kesepakatan kamus kompetensi tersebut segera kita tindak lanjuti baik melalui Peraturan Gubernur maupun merealisasikan mekanisme asesmen center yang akan kita laksanakan,” ujar Panca Putra.

Pada kesempatan tersebut, Panca Putra juga berpesan tentang upaya menjaga marwah Lemhannas RI melalui pembentukan dan penyusunan pohon ilmu ketahanan nasional yang akan ditindaklanjuti sebagai dasar untuk menyusun dan membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di lingkungan Lemhannas RI. Diharapkan kepada tim pokja yang terlibat dapat segera memaparkan dan menyampaikan hasil dari penyusunan rencana kegiatan tersebut, sehingga pada semester pertama tahun 2024 dapat ditindaklanjuti menjadi Peraturan Gubernur sebagai dasar untuk mengukur kinerja semua unit kerja.

Tak lupa Panca Putra juga menegaskan kepada seluruh unit kerja untuk menindaklanjuti usulan anggaran tahun 2025 sesuai tugas pokok dan kinerjanya masing-masing.

Menutup amanat, Panca Putra mengajak seluruh personel Lemhannas RI untuk meningkatkan kinerjanya. “Saya berharap ke depan mari sama-sama terus meningkatkan kinerja dalam mendorong hasil kerja penilaian kinerja dari Kementerian PAN-RB untuk Lemhannas RI yang lebih baik,” pungkas Panca Putra mengakhiri amanatnya. (SP/CHP)


Seluruh personel Lemhannas RI mengikuti olahraga bersama pada Jumat (16/2). Olahraga bersama yang diawali pemanasan di lapangan tengah Lemhannas RI tersebut, dilanjutkan dengan jalan santai di area Monumen Nasional dan dipimpin langsung oleh Plt. Gubernur Lemhannas RI Laksdya TNI Maman Firmansyah didampingi Sekretaris Utama Lemhannas RI Komjen Pol Drs. R. Z. Panca Putra S., M.Si.

Olahraga bersama tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kebersamaan dan kekeluargaan di antara personel Lemhannas RI. Setelah olahraga bersama, para pejabat dan personel Lemhannas RI melanjutkan pekerjaan di ruang kerja masing-masing.

Turut mengikuti olahraga bersama, yakni Deputi Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas RI Marsda TNI Andi Heru Wahyudi, Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P., Plt. Deputi Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Mayjen TNI Rido Hermawan, M.Sc., serta seluruh pejabat struktural Lemhannas RI. (NA/CHP)


Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan diskusi ilmiah “Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Metode Kalkulasi Penyerapan Karbon pada Tanaman Kelapa Sawit” hari kedua pada Jumat (16/2), di Ruang Kresna, Lemhannas RI. Diskusi tersebut merupakan lanjutan dari diskusi ilmiah yang dilaksanakan satu hari sebelumnya.

“Kegiatan diskusi ilmiah hari ini betul-betul sangat penting untuk masa depan lingkungan, karena mengingat topik yang akan kita bahas memiliki implikasi besar terhadap perubahan iklim,” kata Plt. Gubernur Lemhannas RI Laksdya TNI Maman Firmansyah dalam sambutannya. Diskusi ilmiah yang berlangsung dua hari tersebut fokus pada emisi di lahan gambut, land use changed (LUC), sekuestrasi karbon reduksi emisi gas rumah kaca dalam proses operasional, dan metodologi serta sertifikasi pengurangan karbon pada sektor lahan.

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat telah menyaksikan dampak langsung dari perubahan iklim dan peningkatan emisi gas rumah kaca yang menjadi perhatian utama dunia. Reduksi emisi gas rumah kaca dalam proses operasional menjadi hal yang tidak dapat diabaikan.

Oleh karena itu, penekanan pada metode yang efisien dan berkelanjutan dalam operasional perkebunan kelapa sawit akan memiliki dampak besar terhadap keseluruhan upaya mitigasi perubahan iklim. Dalam konteks ini, metodologi dan sertifikasi pengurangan karbon di sektor lahan menjadi bagian krusial yang perlu diperbincangkan secara mendalam.

Acara yang difasilitatori oleh Asisten Staf Khusus Presiden Sekretaris Kabinet RI Prof. Dr. Telisa Aulia Valianti S.E., M.E. menghadirkan beberapa narasumber. Salah satu narasumber yang hadir, Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr Ir Budi Mulyanto, M.Sc. membahas paparan yang berjudul “Land Use Change And Carbon Sequestration: Tantangan Dalam Pembangunan Nasional Berkelanjutan”.

Budi Mulyanto menyampaikan bahwa jumlah penduduk Indonesia terus meningkat dan diprediksikan terus meningkat. Hal tersebut menjadi faktor pendorong perlunya pembangunan.

Sejalan dengan penduduk yang terus meningkat, maka kebutuhan hidup juga dipastikan akan terus meningkat dan yang paling utama adalah pangan. “Membangun pertanian berdaulat itu utama. Isu penting yang mau saya angkat bahwa pembangunan itu diperlukan terus menerus oleh bangsa ini karena penduduknya terus naik,” ujar Budi Mulyanto.

Dalam pembangunan, kita menggunakan tanah atau lahan yang sejatinya adalah permukaan bumi sebagai matriks dasar kehidupan sebagai tapak kegiatan (penggunaan lahan (land use)). Pada saat melakukan pembangunan, akan ada fungsi-fungsi lahan yang mengalami perubahan. Untuk itu, perlu adanya pembangunan berkelanjutan yang menyejahterakan masyarakat dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan (Relative Sustainable Development).

Tentang land use perkebunan sawit, umumnya usaha perkebunannya berbasis lahan. Bahkan sebelum proklamasi kemerdekaan, masyarakat telah membuka perkebunan sejak lama. Sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, peraturan terus dibuat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. 

Namun, dalam pelaksanaan peraturan saat ini, terutama yang berkaitan dengan lahan, masih ada banyak masalah. Salah satunya adalah tanah kebun yang dianggap sebagai kawasan hutan. Problem-problem ini memengaruhi penilaian integritas produk sawit dalam perdagangan internasional, seperti masalah yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan, deforestasi, karhutla, emisi karbon, European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR), dan lainnya. Industri sawit bangsa berkontribusi besar pada pertumbuhan sosial ekonomi bangsa dalam situasi ini.

Lebih lanjut, Budi Mulyanto menyampaikan empat tantangan industri sawit ke depan yang berhubungan dengan karbon, yakni ketidakpastian ekonomi global, geopolitik global, EUDR dan new proteksionisme serta perubahan iklim dan kegagalan mitigasi. Kemudian, Budi Mulyanto menyimpulkan bahwa pembangunan nasional, khususnya pertanian, membutuhkan lebih banyak lahan untuk menampung pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan makanan, energi, bahan industri, dan lapangan kerja serta pembangunan menyebabkan perubahan penggunaan lahan, yang secara tidak terhindarkan mempengaruhi fungsi-fungsi lahan, termasuk emisi karbon (carbon emission) dan rosot karbon (carbon sequestration).

Narasumber selanjutnya, Peneliti Senior pada Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN RI I Wayan Susi Dharmawan menyampaikan materinya yang berjudul “Metodologi dan Sertifikasi Pengurangan Karbon Sektor Lahan”. I Wayan Susi menyampaikan sertifikasi  pengurangan karbon kelapa sawit dapat berkontribusi dalam mitigasi iklim untuk sektor lahan terutama pada pengurangan penggunaan pupuk kimia dengan substitusi pupuk organik, pencegahan deforestasi dan degradasi hutan areal nilai konservasi tinggi (NKT), pencegahan kebakaran gambut, pengurangan dekomposisi gambut, serta aforestasi, reforestasi, dan revegetasi pada lahan-lahan kritis.

Namun, dalam penerapan sertifikasi pengurangan karbon pada kelapa sawit juga memiliki beberapa tantangan, yakni ancaman dari faktor bencana kebakaran, banjir, tanah longsor maupun konflik lahan, lalu belum ada kerangka metodologi untuk sektor pertanian sub sektor kelapa sawit untuk mengakomodir metode-metode lainnya yang belum masuk dalam metodologi yang diakui oleh Sistem Registri Nasional (SRN), serta kapasitas SDM dalam inventarisasi gas rumah kaca dan pemahaman tentang proses sertifikasi dari pengusulan Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi DRAM sampai dengan terbitnya Sertifikasi Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI).

Sejalan dengan hal tersebut, upaya optimalisasi yang dapat dilakukan adalah menggunakan metodologi yang sudah diakui dalam SRN (ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK RI, ditetapkan Badan Standardisasi Nasional dalam bentuk SNI, dan diakui oleh United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC). Selain itu, mengajukan metodologi kepada Tim Panel Metodologi Ditjen PPI KLHK untuk mendapatkan telaahan dan persetujuan, lalu melakukan akreditasi sebanyak mungkin pada Lembaga Validasi dan/atau Verifikasi Sektor Informasi Lingkungan Lingkup Nilai Ekonomi Karbon (LVV NEK), serta meningkatkan kapasitas SDM dalam inventarisasi gas rumah kaca dan pemahaman tentang proses sertifikasi juga merupakan upaya optimalisasi yang dapat dilakukan dalam penanganan tantangan yang ada.

Diskusi ilmiah tersebut juga mengundang beberapa narasumber lain, yaitu Lead Author International PanelClimate Change Dr. Joni Jupesta, Guru Besar IPB Yanto Santosa, Dosen IPB Idung Risdiyanto, M.Sc., Peneliti BRIN Prof. Fahmudin Agus, Dosen Universitas Lampung Prof. Udin Hasanudin, dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB Muhammad Ridwan. (SP/CHP)


Lemhannas RI menyelenggarakan Diskusi Ilmiah tentang “Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Metode Kalkulasi Penyerapan Karbon Pada Tanaman Kelapa Sawit” pada Kamis (15/2), di Ruang Kresna Gedung Astagatra Lantai 4, Lemhannas RI.

“Kegiatan diskusi ilmiah hari ini akan berfokus untuk mendalami masalah Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) dan metode kalkulasi penyerapan karbon pada tanaman kelapa sawit, khususnya fokus pada emisi di lahan gambut,” kata Plt. Gubernur Lemhannas RI Laksdya TNI Maman Firmansyah saat membuka diskusi tersebut.

Perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir dan pemanasan global yang disebabkan gas rumah kaca saat ini menjadi salah satu perhatian utama dunia. Menyoroti hal tersebut, pemahaman mendalam terkait IGRK dan upaya kalkulasi penyerapan karbon oleh tanaman kelapa sawit dinilai menjadi sangat penting, mengingat tanaman kelapa sawit memiliki peran signifikan dalam industri serta memiliki potensi besar dalam menjaga keseimbangan karbon di atmosfer.

Seperti diketahui, lahan gambut adalah ekosistem yang sangat penting tetapi rentan akan degradasi dan pembukaan lahan untuk pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya kajian intensif terkait emisi gas rumah kaca di lahan gambut dan bagaimana tanaman kelapa sawit dapat menjadi bagian solusi dalam menanggulangi masalah tersebut.

Maman Firmansyah memandang perlu dipertimbangkan metode kalkulasi yang akurat dan relevan untuk mengukur seberapa efektif tanaman kelapa sawit dalam menyerap karbon dari atmosfer pada kajian yang disusun. “Diskusi ini bukan hanya sebagai wadah untuk berbagi pengetahuan, tetapi juga sebagai panggung untuk menginspirasi langkah-langkah konkret yang dapat diambil dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan menanggulangi dampak perubahan iklim,” ujarnya.

Diharapkan diskusi tersebut dapat berfokus pada solusi dan menggali potensi tanaman kelapa sawit dalam mitigasi gas rumah kaca sekaligus merawat lahan gambut dengan kebijakan yang berkelanjutan.

Adapun narasumber dalam diskusi yang berlangsung selama dua hari tersebut, yaitu Kepala Pusat Pengelolaan, Peluang dan Resiko Iklim Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, LPPM IPB, Prof. Dr. Ir. Rizaldy Boer, MS; Dosen IPB Dr. Gunawan Djajakirana; Pusat Riset Tanaman Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Dr. Ai Dariah; Kepala Pusat Penelitian Kelapa Sawit PT Riset Perkebunan Nusantara Dr. Winarna, S.P., M.P.; Dosen Universitas Sriwijaya Dr. Febrian Hadinata; Dosen ITB Dr. Retno Gumilang Dewi; Perwakilan BRIN Nugroho Adi Sasongko. Ph.D.; Pusat Studi Sawit IPB Dr. Basuki Soemawinata; dan Himpunan Masyarakat Gambut Indonesia Prof. Supiandi Sabiham.

“IGRK ini adalah salah satu dasar yang sangat penting dalam menentukan strategi dan sebagai instrumen pengukur sejauh mana kinerja yang dicapai oleh setiap sektor dalam penurunan emisi,” kata Rizaldy Boer. Menurutnya, hal tersebut juga dapat memberikan informasi tentang tingkat dan status emisi gas rumah kaca dari perkebunan kelapa sawit. 

Terkait hal tersebut, tingkat keakuratan hitungan emisi dalam IGRK ditentukan akurasi data aktivitas dan faktor emisi yang digunakan sehingga IGRK menjadi dasar dalam perencanaan upaya penurunan emisi. Selain itu, kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap pengurangan emisi juga dapat ditentukan oleh standar emisi yang ditetapkan. 

Dalam menentukan kebijakan untuk penetapan dasar dan/atau batas atas emisi bagi perkebunan kelapa sawit membutuhkan peta jalan sektor untuk perdagangan karbon yang melibatkan beberapa kementerian dan instansi terkait. Oleh karena itu, guna merumuskan hal ini dibutuhkan kerja sama dari banyak pihak, tidak bisa hanya mengandalkan Kementerian Pertanian.

Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Tanaman Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Dr. Ai Dariah menekankan bahwa diperlukan inventarisasi sumber emisi perkebunan kelapa sawit yang telah dan belum dilaporkan. Hal tersebut penting agar tidak terjadi ketertinggalan antara yang satu dengan yang lainnya. 

Lebih lanjut, Ai Dariah menyampaikan bahwa emisi dari perkebunan dan industri kelapa sawit meliputi sektor pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan, pertanian, serta industri. Senada dengan Rizaldy Boer, Dirinya juga memandang dalam menentukan kesepakatan yang akan diterapkan, tidak bisa hanya mengandalkan Kementerian Pertanian saja melainkan pihak-pihak lain perlu terlibat.

Upaya mitigasi pada perkebunan kelapa sawit sebagian besar belum dilaporkan sehingga perlu inventarisasi jenis aksi mitigasi dan data aktivitasnya serta aksi yang tergolong adaptasi terutama dengan co-benefit mitigasi. Sumber emisi dan aksi mitigasi untuk perkebunan yang telah mendapatkan sertifikasi ISPO juga perlu diinventarisasi dan dihitung penurunan emisinya sehingga penurunannya dapat dikuantifikasi.

Metode perhitungan untuk aksi mitigasi perkebunan kelapa sawit, termasuk penetapan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE) juga tidak kalah penting. “Metode perhitungan untuk mitigasi masih menjadi PR. “Aksi mitigasi ada tapi metode perhitungannya belum ada juga belum bisa dilaporkan,” pungkas Ai Dariah.

Lemhannas RI sebelumnya telah melaksanakan beberapa kajian tentang karbon. Hasil kajian tersebut mengerucut pada tema karbon pada tanaman sawit. Dari diskusi-diskusi sebelumnya dihasilkan tindak lanjut dengan adanya Bursa Karbon Indonesia yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada tahun 2023 lalu. Diharapkan dengan adanya potensi karbon yang besar, Indonesia dapat menjadi poros karbon dunia. (NA/BIA)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749