“Mari kita melihat bahwa bangsa ini adalah bangsa milik kita, untuk kita, yang mengelola adalah kita,” kata Deputi Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Lemhannas RI Mayjen TNI Rido Hermawan, M.Sc. saat berkesempatan menjadi narasumber pada “Podcast Meja Makan” bertempat di Gedung Ratu Prabu, pada Jumat (8/3). Podcast tersebut mengangkat tema “Kaderisasi Kepemimpinan Lemhannas dan Dinamika Global”.

Acara yang dipandu oleh Bayu Putra dan Kris Budihardjo tersebut mengajak masyarakat mengenal lebih dekat tentang Lemhannas RI. Rido Hermawan menyampaikan bahwa Lemhannas RI dibentuk atas inisiatif Presiden Soekarno. Presiden Soekarno ingin para pemimpin di Indonesia memiliki karakter dan wawasan geostrategi dan geopolitik. Para pemimpin tersebut akan dibentuk dan dididik menjadi pemimpin strategis nasional yang tidak boleh tercabut dari akar kebangsaan, namun tetap berwawasan global dan mampu membuat desain pembangunan berkelanjutan.

Dalam perjalanannya, lanjut Rido Hermawan, nilai kebangsaan dinilai juga penting bagi seorang pemimpin yang akan menjalankan kepemimpinan, maka hadirlah Deputi Bidang Kebangsaan yang harus membumikan nilai-nilai kebangsaan kepada seluruh anak bangsa. Rido Hermawan menyampaikan program pada Kedeputian Kebangsaan Lemhannas RI, di antaranya training of trainers (ToT) yang bisa diikuti mulai dari Kepala Desa dan pemantapan nilai-nilai kebangsaan yang bisa diikuti oleh organisasi masyarakat. Pada program ToT, Rido Hermawan menyampaikan tujuannya adalah peserta mampu mentransfer nilai-nilai kebangsaan kepada masyarakat, sedangkan program pemantapan nilai-nilai kebangsaan adalah untuk memberikan pemahaman kebangsaan bagi diri masing-masing peserta. Saksikan selengkapnya di Youtube Channel “Podcast Meja Makan”! (SP/CHP)


Direktorat Program Pengembangan Pengkajian Kedeputian Pengkajian Lemhannas RI menyelenggarakan diskusi tentang “Forum Komunikasi Ketahanan Nasional: Ketahanan Nasional dalam Rumpun Ilmu dan Penguatan Kompetensi SDM di Indonesia” pada Jumat (8/3), di Ruang Kresna, Gedung Astagatra Lantai 4, Lemhannas RI.

Deputi Bidang Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. dalam laporannya menyampaikan kegiatan Forum Komunikasi (Forkom) Ketahanan Nasional (Tannas) tersebut dilaksanakan sebagai sarana komunikasi para akademisi dan peneliti dalam memberikan kontribusi terhadap ketahanan nasional dalam rangka menghadapi krisis dan tantangan global, serta untuk memajukan pembangunan Indonesia. Pembahasan pada diskusi kali ini lebih difokuskan kepada tindak lanjut perkembangan ketahanan nasional dalam rumpun ilmu dan penguatan kompetensi SDM ketahanan nasional di Indonesia.

Saat membuka acara tersebut, Sekretaris Utama Lemhannas RI Komjen Pol Drs. R.Z. Panca Putra S., M.Si. menyampaikan bahwa perkembangan lingkungan strategis yang semakin kompleks dan situasi global yang penuh ketidakpastian mendorong pentingnya menjaga ketahanan nasional suatu negara dengan melibatkan seluruh stakeholder termasuk akademisi dan praktisi serta seluruh elemen potensi anak bangsa.“Hal ini sangat penting karena kerentanan dan krisis yang dihadapi negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia harus dapat diidentifikasi dan diteliti dengan cepat,” kata Panca Putra. Dengan adanya hal tersebut, diharapkan perubahan yang terjadi dapat direspon dengan strategi adaptasi yang tepat guna terciptanya ketahanan nasional yang semakin kuat.

Panca Putra juga menyampaikan, bahwa Lemhannas RI telah merumuskan pemahaman tentang ilmu ketahanan nasional. Ilmu ketahanan nasional merupakan suatu kondisi bangsa yang harus siap dan mampu menghadapi berbagai permasalahan, tantangan, gangguan dan hambatan. Semua hal tersebut dikaitkan dengan seluruh konstelasi yang berkembang, baik dari dalam maupun dari luar yang harus didasarkan pada semangat dan cita-cita luhur berdirinya bangsa dengan didasarkan empat konsensus dasar bangsa, yakni Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), UUD NRI Tahun 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Untuk memperkuat dan menghadapi perubahan situasi baik di dalam maupun di luar negeri dengan tetap memperhatikan nilai-nilai bangsa, diperlukan pendekatan keilmuan dari perspektif geopolitik, sementara perspektif geostrategi berkaitan dengan dimensi ketahanan nasional, termasuk trigatra dan astagatra. Semua hal tersebut melahirkan kewaspadaan nasional untuk bersama-sama menghadapi tantangan, hambatan dan gangguan yang terjadi. “Yang jelas, ketahanan nasional adalah kondisi dinamis bangsa, baik di ekonomi, kesehatan, pangan dan ketahanan-ketahanan lain. Itulah yang dimasukkan ke dalam suatu batang pohon ilmu ketahanan nasional,” ujar Panca Putra.

Forum tersebut difasilitatori oleh Tenaga Profesional Bidang Ketahanan Nasional Lemhannas RI Dr. Margaretha Hanita, S.H., M.Si. Salah satu narasumber yang hadir adalah Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbud Ristek RI Prof. Dr. Ir. Sri Suning Kusumawardhani, S.T., M.T. yang memaparkan tentang kebijakan pembukaan program studi baru. Dalam meningkatkan kualitas kelembagaan perguruan tinggi, perlu adanya izin pendirian perguruan tinggi dan program studi. Terkait hal tersebut, Sri Suning menyampaikan bahwa Kemendikbud Ristek RI menginginkan adanya penguatan kelembagaan perguruan tinggi, penataan perguruan tinggi dan pengendalian serta penilaian perguruan tinggi yang ditekankan oleh penjaminan mutu perguruan tinggi (Akreditasi-PT).

Selain itu, Sri Suning juga menyampaikan lima arah kebijakan dan strategi Ditjen Pendidikan Tinggi, yakni pertama, peningkatan angka partisipasi pendidikan tinggi dengan penguatan dan perluasan penggunaan teknologi untuk pendidikan. Kedua, penguatan mutu dan relevansi pendidikan tinggi dengan mewujudkan akselerasi perguruan tinggi kelas dunia. Ketiga penguatan mutu dosen dan tenaga pendidik dengan penataan sistem karir.

Kemudian yang keempat, penguatan sistem tata kelola Ditjen Pendidikan Tinggi dengan penguatan otonomi perguruan tinggi tata kelola berbasis data dan penguatan pangkalan data Dikti. Dan yang kelima, penguatan riset, inovasi, dan pengabdian kepada masyarakat yang salah satunya melalui peningkatan mutu penelitian dan program kreativitas mahasiswa (PKM).

Narasumber lain yang hadir pada forum tersebut, yaitu Kepala Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia Dr. Josias Simon Runturambi, M.Si., Kepala Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si., Ketua Tim Pendirian Prodi Ketahanan Nasional Universitas Andalas Prof. Nursyirwan Effendi, Dr.rer.soz., Direktur Bina Standardisasi Kompetensi dan Program Pelatihan Kemnaker RI Moh. Amir Syarifuddin, S.T.,M.M., dan Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A. (SP/BIA)


Sekretaris Utama Lemhannas RI Komjen Pol. Drs. R. Z. Panca Putra S., M.Si. selaku Atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) memimpin Rapat Uji Konsekuensi Informasi Dikecualikan Lemhannas RI bertempat di Ruang Nusantara II pada Jumat (8/3).

“Keterbukaan informasi publik adalah sebuah kewajiban pemerintah yang harus dilakukan untuk memberikan akses yang mudah bagi masyarakat dalam memperoleh informasi yang diperlukan,” kata Sekretaris Utama Lemhannas RI.

Selain itu, keterbukaan informasi publik juga merupakan pondasi yang penting bagi negara untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance, transparan, dan akuntabel, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam proses penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan. Keterbukaan informasi publik juga dapat berperan sebagai alat untuk meningkatkan pengawasan publik terhadap pelaksanaan tugas aparat pemerintahan. “Keterbukaan informasi publik bukan sekadar pilihan, melainkan suatu keharusan yang harus dijunjung tinggi,” ujar Sekretaris Utama Lemhannas RI.

Lebih lanjut, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengatur bahwa badan publik, termasuk Lemhannas RI, memiliki tanggung jawab untuk menyediakan informasi publik yang akurat, faktual, dan tidak menyesatkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga pengawas terkait. Namun, tidak semua informasi dapat diberikan secara bebas kepada masyarakat atau informasi yang dikecualikan.

Pada peraturan tersebut dijelaskan secara rinci terkait ketentuan yang dikecualikan. Guna memperlancar implementasi, Komisi Informasi Pusat juga telah mengeluarkan Peraturan Komisi Informasi Pusat (Perki) No. 1 Tahun 2021 tentang standar layanan informasi publik. “Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa sebelum menyatakan suatu informasi publik sebagai informasi yang dikecualikan, PPID wajib melakukan pengujian konsekuensi publik” kata Sekretaris Utama Lemhannas RI.

Lemhannas RI telah mengeluarkan daftar informasi yang dikecualikan pada tahun 2016. Daftar ini mengatur informasi Lemhannas RI yang terbatas dan tidak dapat diakses oleh masyarakat. Daftar tersebut perlu dinilai kembali apakah masih relevan atau tidak untuk dipakai saat ini. Oleh karena itu, saat ini dibutuhkan pengujian konsekuensi sekaligus menyosialisasikan serta menentukan informasi apa saja yang termasuk dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan di lingkungan Lemhannas RI.

Daftar informasi yang dikecualikan menjadi sangat penting bagi badan publik dalam menindaklanjuti dan menyelesaikan sengketa informasi, sehingga perlu dilakukan pemutakhiran dan pembaruan daftar informasi yang dikecualikan melalui uji konsekuensi oleh Badan Publik. Menurut Sekretaris Utama Lemhannas RI, langkah ini merupakan wujud komitmen Lemhannas RI dalam mewujudkan pemerintahan yang transparan dan menjalankan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Saya berharap rapat uji konsekuensi daftar informasi yang dikecualikan ini, dapat berjalan baik dan lancar serta mampu memperkuat pengelolaan dan pelayanan informasi dan dokumentasi di lingkungan Lemhannas RI,” pungkas Sekretaris Utama Lemhannas RI.

Kepala Biro Humas Lemhannas RI Brigjen TNI Dani Wardhana, S.Sos., M.M., M.Han. selaku PPID menjelaskan tentang transformasi era informasi yang sebelumnya tertutup dengan proporsi terbatas bagi informasi terbuka berubah menjadi terbuka dengan informasi yang dikecualikan melalui uji konsekuensi. Lebih lanjut, Kepala Biro Humas menjelaskan tentang asas keterbukaan informasi publik, tujuan keterbukaan informasi publik, kewajiban Badan Publik, dan sanksi bila tidak melakukan keterbukaan informasi publik.

Kemudian Kepala Biro Humas Lemhannas RI menyampaikan akses pelayanan informasi dan prosedur permohonan informasi di Lemhannas RI. Kini PPID Lemhannas RI telah memiliki kontak Whatsapp PPID Lemhannas RI yang dapat dihubungi pada Senin-Jumat pukul 08:00-15:00. Hasil monitoring evaluasi keterbukaan informasi publik Lemhannas RI dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2023, Lemhannas RI meraih nilai sebesar 90,13. Diharapkan melalui Rapat Uji Konsekuensi Informasi Dikecualikan di Lingkungan Lemhannas RI akan meningkatkan keterbukaan informasi publik Lemhannas RI. (NA/CHP)


Lemhannas RI menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan judul “Strategi Pemberantasan Kejahatan Transnasional yang Terorganisir” bertempat di Ruang Kresna pada Kamis (7/3).

Kondisi geografis Indonesia yang luas tentunya berhadapan dengan kompleksitas yang meningkat serta butuh pengawasan dan penanggulangan yang serius terlebih dibidang kejahatan transnasional terorganisir seperti perdagangan manusia, penyelundupan senjata, dan perdagangan narkotika. Menyoroti hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kejahatan transnasional terorganisir menjadi tantangan serius yang dihadapi berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dalam menghadapi kompleksitas tersebut, diperlukan kolaborasi yang erat antara berbagai pihak, termasuk instansi pemerintah. Setiap pihak perlu memahami peran, kemampuan, dan tantangan yang dihadapi sebagai kunci dalam merumuskan strategi pemberantasan yang efektif dan berkelanjutan. “Pemahaman mendalam terhadap dinamika kejahatan transnasional menjadi pondasi untuk membangun kerangka kerja komprehensif dan terorganisir,” kata Plt. Gubernur Lemhannas RI Laksdya TNI Maman Firmansyah saat menyampaikan sambutannya. Aspek perlindungan hak asasi manusia, pencegahan, dan kerja sama lintas sektoral serta antarnegara menjadi strategi penting dalam pemberantasan kejahatan transnasional terorganisir.

Diharapkan dari FGD tersebut dapat dihasilkan strategi yang akurat dan bermanfaat serta dapat diaplikasikan secara efektif guna antisipasi, pencegahan, dan penanggulangan yang tepat, efektif, serta aplikatif.

Hadir dalam FGD tersebut beberapa narasumber, yakni Deputi III Badan Intelijen Negara Mayjen TNI Aswardi, S.E.; Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Andy Yentriyani; Wakil Direktur Kamneg Baintelkam Polri Kombes Pol. Drs. Budi Sajidin, M.Si.; Analis Keimigrasian Ahli Madya Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham RI Mohamad Soleh; Kasi Kejahatan Lintas Negara I Direktorat Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu RI Monica Dwi Melani; dan Sandiman Ahli Muda Direktorat Operasi Keamanan dan Pengendalian Informasi BSSN RI Rikson Gultom, S.ST., M.Kom.

“Berbicara tentang strategi pemberantasan transnational organized crime, sebenarnya itu harus dipahami secara terintegrasi, tidak bisa secara parsial,” kata Analis Keimigrasian Ahli Madya Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham RI Mohamad Soleh. Oleh karena itu, diharapkan ada dukungan kementerian/lembaga terkait dalam mendukung pemberantasan kejahatan transnasional yang terorganisir.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham RI sudah melakukan berbagai langkah yang berkaitan dengan pelaksanaan strategi pemberantasan kejahatan transnasional yang terorganisir. Ditekankan bahwa strategi tersebut merupakan upaya yang bersifat nasional.

Di antaranya Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI sudah melakukan upaya preventif dan represif. Upaya preventif terdiri dari penyuluhan, kerja sama, penukaran informasi, serta integritas, dan pengamanan dokumen. Sedangkan upaya represif yang dilakukan adalah penyidikan terhadap pelaku TPPO, penindakan terhadap pelaku TPPO, dan kerja sama dalam memberantas kejahatan transnasional yang terorganisir dengan instansi lain.

“Kalau kita melihat data yang ada, kita sering menemukan perempuan tidak hanya sebagai korban, tapi juga pelaku kejahatan dan aktor penyikapan,” kata Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Andy Yentriyani saat menyampaikan paparannya. Dalam kesempatan tersebut, ditekankan bahwa seringkali jika membahas perempuan dalam kejahatan transnasional yang terorganisir maka menempatkan perempuan menjadi korban langsung. Padahal data yang ada menunjukkan bahwa sering ditemukan perempuan sebagai pelaku kejahatan dan aktor penyikapan.

Tiga posisi itu menjadi sangat penting untuk disoroti dan harus dilihat sebagai ruang yang perlu intervensi. Posisi-posisi tersebut memiliki keunikan dan modalitas masing-masing. Dalam menyoroti tiga posisi tersebut, setidaknya ada empat faktor kerentanan yang memengaruhi ketiga posisi tersebut dan perlu dipetakan dalam penyusunan strategi. Faktor kerentanan tersebut adalah konstruksi gender, digitalisasi, mobilitas, dan interseksionalitas. Oleh karena itu, empat faktor kerentanan tersebut perlu dipetakan dalam penyusunan strategi pemberantasan kejahatan transnasional yang terorganisir agar tercipta strategi yang efektif dan berkelanjutan. (NA/CHP)



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749