Agus Widjojo: “Bangun dan Olah Sumber Daya Manusia”

“Kita tidak bisa menganalisis satu aspek secara khusus, terpisah dari aspek-aspek lainnya,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo dalam Dialog Publik dan Republik Forum Sahabat, Selasa (25/8). Dalam dialog yang mengangkat topik “Refleksi 75 Tahun: Republik dan Kita”, Agus menyampaikan bahwa salah satu refleksi 75 tahun kemerdekaan adalah adanya kesadaran bahwa semua menjadi satu dan saling mempengaruhi.

Agus juga mengungkapkan bahwa semua harus dilihat secara komprehensif. Sebagai contoh, jelas Agus, kesejahteraan diasumsikan bersumber dari aspek ekonomi. Namun, aspek ekonomi juga ditentukan oleh aspek Kesehatan. Aspek Kesehatan tersebut, lanjut Agus, juga ditentukan oleh kualitas kondisi tiap-tiap manusia. Hal tersebut sudah seharusnya menjadi refleksi bahwa ada faktor lain diluar ekonomi yang berimplikasi terhadap ekonomi. “Sehingga harus melihatnya secara komprehensif,” ujar Agus.

Pada kesempatan tersebut, Agus mengajak seluruh peserta untuk melihat dari segi pendidikan. Dalam hal pendidikan, hasil didik tidak hanya dipengaruhi peserta didik, tapi juga dipengaruhi tenaga pendidik. Hal tersebut kembali menunjukan bahwa dalam masing-masing aspek dan pelaksanaannya akan dipengaruhi oleh kualitas manusia. Oleh karena itu, untuk melihat secara komprehensif kaitan satu aspek dengan aspek lain, diperlukan perhatian pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). “Saya melihat bahwa aspek apapun yang akan diimplementasikan dan diaktualisasikan oleh manusia, pertama-tama yang harus kita bangun dan kita olah adalah sumber daya manusianya,” tutur Agus.

Lebih lanjut Agus mengajak seluruh peserta untuk melihat posisi pendidikan bangsa Indonesia. Untuk mengukur suatu hasil pendidikan dimasa lalu tidak mudah. Namun, dewasa kini, sudah terdapat instrumen-instrumen yang digunakan dalam mengukur perbandingan hasil pendidikan suatu negara dengan hasil pendidikan dengan negara lain.

Kemudian Agus menyampaikan berdasarkan indikator dari data yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga internasional,  Indonesia dalam bidang pendidikan masih berada diposisi yang kurang memuaskan. Peringkat Indonesia di wilayah Asia Tenggara dalam Best University in Southeast Asia menunjukan bahwa Universitas Indonesia (UI) berada di peringkat 9, disusul Universitas Gadjah Mada (UGM) pada peringkat 12, dan kemudian Institut Teknologi Bandung di nomor 13. Sedangkan untuk peringkat dunia, berdasarkan QS World University Rankings, UI berada di peringkat 296, kemudian UGM di nomor 320, dan ITB pada peringkat 331.

Indikator selanjutnya adalah hasil Programme For International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan Organization For Economic Cooperation Development (OECD) yang terdiri dari 78 negara dengan diantaranya 37 negara maju dengan indeks perkembangan manusia yang tinggi. Program tersebut adalah survei yang dilakukan setiap 3 tahun dengan peserta siswa berumur 15 tahun yang menilai sejauh mana peserta memiliki pengetahuan inti di dalam partisipasi mereka dalam masyarakat.

Penilaian yang dilakukan berpusat pada kemampuan membaca, berhitung, sains, kemampuan berinovasi, serta kesejahteraan pada siswa. Pada tahun 2018, kemampuan berinovasi merupakan salah satu hal yang diperhitungkan dalam kompetensi global. Kemudian di tahun 2022, salah satu ranah kemampuan berinovasi adalah berpikir kreatif. Hasil tahun 2018, menunjukan siswa di Indonesia mencapai nilai lebih rendah dari rata-rata nilai OECD dalam membaca, matematik dan sains.

Di sisi lain Agus memandang bahwa pendidikan karakter diperlukan, terlebih di tengah kompleksitas globalisasi. Penanaman nilai moral individu diperlukan guna menjaga konsistensi dan komitmen individu manusia sebagai makhluk sosial yang terikat dengan nilai kolektivisme sosial dalam ikatan kelompok. “Pendidikan karakter harus dimulai sejak usia dini,” kata Agus.

Kemudian Agus memberikan contoh sistem pendidikan Jepang, yaitu seorang anak terlebih dahulu dididik mengenai etika dan budaya sebelum pembekalan ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat dijadikan cerminan bagi Indonesia untuk mencari nilai-nilai yang ingin dibekalkan kepada generasi penerus dan nilai-nilai tersebut harus ditanamkan secara konsisten di dalam instrumen-instrumen yang akan digunakan sebagai metodologi untuk membekalkan nilai-nilai kepada generasi mendatang. “Sistem pendidikan di Indonesia perlu pengkajian dan tinjauan kembali secara menyeluruh,” saran Agus. Pengkajian dan peninjauan kembali yang dilakukan pun tidak bisa hanya melihat aspek teknis saja, tetapi aspek lainnya seperti juga kompetensi tenaga pengajar juga harus dilibatkan.

Agus menyampaikan bahwa pengaruh saling keterkaitan dan kesinambungan memiliki implikasi dalam proses belajar. “Garis kesinambungan tersebut  yang perlu kita identifikasi dengan penelusuran kilas balik sejak perjalanan sejarah selama 75 tahun merdeka dalam inventarisasi apa yang telah kita capai, memahami apa yang hendak kita capai dan bagaimana kita mencapainya dengan menutup kekurangan-kekurangan yang bisa kita identifikasi selama perjalanan selama ini,” ujar Agus. Oleh karena itu, Agus memandang diperlukan penyusunan peta jalan dalam mencapai pembangunan SDM sebagai modal dasar untuk melakukan pembangunan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara guna menyongsong tantangan dinamika lingkungan strategis di masa depan.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749