Dirut BPJS Kesehatan: Pendekatan Kesejahteraan Penting Untuk Membangun Ketahanan Nasional

Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Prof. Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes. memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 61, Senin (10/8). Dalam ceramahnya, Fachmi menyatakan bahwa salah satu cara untuk memperbaiki kondisi kehidupan nasional sesuai dengan tujuan dan cita-cita nasional adalah dengan penyediaan layanan Kesehatan yang layak kepada seluruh masyarakat. Lebih lanjut Fachmi menyatakan bahwa sebuah sistem harus dibangun agar dapat memberikan jaminan Kesehatan tidak hanya kepada masyarakat yang sakit, namun negara juga harus hadir  dalam mengantisipasi kehadiran warga negara baru seperti saat melahirkan.

Kemudian Fachmi menjelaskan mengenai ragam pilihan jaminan kesehatan. Pertama, pelayanan kesehatan nasional yang diterapkan oleh Inggris. Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan nasional, setiap pribadi tidak perlu membayar iuran karena semua biaya dibebankan pada pajak. Selanjutnya adalah asuransi berbasis swasta yang berawal di Amerika. Dalam system ini, masyarakat yang memiliki uang bisa membayar dan mendapatkan pelayanan kesehatan. Lalu, lanjut Fachmi, di tengah kedua model tersebut ada layanan kesehatan sosial yang berkonsep gotong royong, yang dimulai oleh Jerman pada 1883. Konsep tersebut menjadi basis yang diadopsi oleh BPJS Kesehatan di Indonesia.

Lebih lanjut Fachmi menjelaskan bahwa untuk itu konsep BPJS Kesehatan adalah yang mampu wajib membayar dan yang tidak mampu mendapat subsidi dari pemerintah. “Konsepnya pertama tentu konsep proteksi,” ujar Fachmi. Konsep proteksi adalah konsep yang mengutamakan perlindungan terhadap seluruh warga negara dan biaya yang dikeluarkan ketika sakit ditanggung bersama-sama.

Lebih lanjut Fachmi menyampaikan bahwa pendekatan kesejahteraan dinilai penting dalam membangun ketahanan nasional. “Pendekatan kesejahteraan penting untuk membangun ketahanan nasional,” tutur Fachmi. Bicara ketahanan nasional, maka Fachmi menjelaskan dengan pendekatan gini rasio. Fachmi menyampaikan bahwa gini rasio Indonesia pada tahun 2010 berada di angka 0,3 yang artinya jurang antara si miskin dan si kaya tidak lebar. Tapi, di tahun 2011 Indonesia masuk ke angka 0,4 Fachmi menyatakan bahwa semakin lebar jurang ketimpangan, maka akan menimbulkan kecemburuan sosial.

Tetapi, di tahun 2016, angka gini rasio berhasil diturunkan ke 0,3. Tidak dapat dipungkiri, program BPJS Kesehatan memberikan perubahan yang signifikan dalam penurunan ketimpangan tersebut. Fachmi menyatakan bahwa jika dilihat dari gini rasio, program yang diselenggarakan BPJS Kesehatan berkontribusi sebanyak 14% dalam menurunkan angka gini rasio. “Artinya program ini sangat membantu masyarakat,” kata Fachmi. Namun, tidak dapat dipungkiri cerita sukses tersebut tertutup isu defisit.

Mengakhiri ceramahnya Fachmi menyampaikan bahwa keadilan sosial, kesejahteraan sosial, dan jaminan sosial adalah tiga hal yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. “Tiada keadilan sosial tanpa kesejahteraan sosial. Tiada kesejahteraan sosial tanpa jaminan sosial” ujar Fachmi menutup ceramahnya.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749