Cetak

Ketua Komnas HAM Beri Ceramah Peserta PPRA 60 Lemhannas RI

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik memberikan ceramah dengan tema “Perkembangan Penegakan HAM di Indonesia” kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 60 Lemhannas RI pada Rabu (01/07).

Pada kesempatan tersebut, Ahmad menjelaskan bahwa konsep HAM memang baru muncul tahun 1948. Namun ide-ide HAM sudah ada sebelumnya, seperti pada UUD 1945 sudah tertuang kebebasan berserikat, berekspresi, dan kebebasan menjalankan agama.

“Indonesia merupakan salah satu negara di ASEAN yang paling progresif untuk memasukkan isu HAM ke dalam perundang-undangan atau sistem hukum,” kata Ahmad. Di Indonesia, ketentuan-ketentuan mengenai HAM diatur sampai tingkat operasional seperti peraturan Kapolri dan peraturan Panglima TNI yang mengatur aparatur yang bekerja dengan standar HAM.

“Pembatasan dimungkinkan terhadap derogable rights,” ujar Ahmad saat menjelaskan mengenai derogable rights dan non-derogable rights. Yang dimaksud derogable rights adalah hak asasi yang bisa ditunda, dibatasi, dan dikurangi, namun bukan dicabut. Salah satu contohnya adalah pemberlakuan PSBB yang membatasi hak bergerak masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan karena bergerak bukan hak absolut. Contoh lainnya adalah jika dalam situasi perang atau situasi darurat militer, sangat mungkin hak komunikasi dibatasi. “Hak dapat dibatasi dengan catatan ada keadaan darurat,” ujar Ahmad.

Kemudian HAM dimungkinkan untuk ditunda, dibatasi, dan dikurangi jika ada dasar hukum yang digunakan, tidak boleh sembarangan. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan. Misalnya kegiatan demo boleh dilakukan hanya sampai pukul 18.00, maka lebih dari pukul 18.00 demo dapat dibubarkan karena ada ketentuannya dalam rangka menjaga ketertiban.

“Tapi ada hak yang tidak bisa dikurangi sama sekali,” tutur Ahmad. Hak yang tidak dapat dikurangi sama sekali adalah non-derogable rights. Hak yang termasuk non-derogable rights adalah hak untuk hidup, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

“Maka Komnas HAM selalu menolak hukuman mati karena berdasarkan prinsip ini,” kata Ahmad menjelaskan mengenai hak untuk hidup sebagai non-derogable rights. Setiap individu juga memiliki hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, yakni boleh meyakini apa saja di dalam pikiran, tetapi ketika ingin mempraktikkan ada regulasi yang mengatur.

“Negara pada intinya ada tiga tugasnya, penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan,” ujar Ahmad. Yang dimaksud penghormatan biasanya berkaitan dengan hak sipil politik, berserikat, berkumpul, dan berekspresi. Selanjutnya pemenuhan yang biasanya terkait dengan hak ekonomi dan sosial budaya, yakni seperti menyelenggarakan layanan kesehatan dan pendidikan. Terakhir perlindungan, yaitu melindungi supaya individu tidak mengalami pelanggaran hak asasi oleh pihak lain.