Cetak

Jaminan Sosial untuk Kesejahteraan Sosial

Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Prof. Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes. memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 60, Rabu, 17 Juni 2020. Pada kesempatan tersebut Fachmi menyampaikan topik “Menggapai Kesejahteraan Sosial Melalui Jaminan Sosial Bidang Kesehatan”.

Memulai ceramahnya, Fachmi menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan memilih model Social Insurance. Model tersebut berbasis konsep solidaritas, yakni masyarakat berkontribusi secara bergotong-royong saling membantu satu sama lain. Selain masyarakat, biaya kontribusi juga ada sebagian yang dibayarkan oleh pemerintah atau perusahaan pemberi kerja. Negara yang menjalankan model ini pertama kali adalah Jerman yang memulai pada tahun 1883.

Fachmi yang merupakan alumnus PPRA 45 tahun 2010, menjelaskan bahwa bicara tentang ketahanan nasional salah satunya bisa dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan. Oleh karena itu, jaminan sosial bidang kesehatan menjadi penting untuk dibahas karena tidak ada kesejahteraan sosial tanpa jaminan sosial.

Salah satunya dapat dilihat dari presentase gini ratio. Pada 2011 gini ratio berada rata-rata diangka 0,4. Menurut Fachmi, angka tersebut menunjukan ketimpangan sosial yang cukup besar. “Kalau ketimpangan sosial besar bisa terjadi kecemburuan sosial yang bisa berbahaya buat negara,” kata Fachmi. Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa program yang dijalankan oleh pemerintah, salah satunya adalah program jaminan kesehatan. Kemudian angka gini ratio semakin turun hingga pada tahun 2018 angka gini ratio menjadi 0,389. “Dari beberapa program, ternyata jaminan kesehatan berkontribusi hampir 15% dari penurunan gini ratio,” ujar Fachmi.

Namun, keberhasilan tersebut tertutup oleh isu defisit. Padahal pemerintah menjalankan berbagai cara sehingga terjadi keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran, walaupun diakui memang ada terjadi keterlambatan pembayaran kepada rumah sakit yang membuat isu defisit menjadi perbincangan. Di sisi lain, sebenarnya BPJS menghadapi tantangan nyata, yakni sulitnya perluasan cakupan kepesertaan. Harus diakui bahwa tidak mudah membuat semua orang mengikuti program jaminan kesehatan karena masih ada pola pikir tidak akan mendapatkan apa-apa.

Dalam menghadapi pandemi Covid-19, BPJS Kesehatan memang tidak menanggung pembiayaan karena pembiayaan Covid-19 ditanggung oleh Kementerian Kesehatan RI. Namun, BPJS Kesehatan tetap melakukan beberapa penyesuaian pelayanan yang mengharuskan penerapan protokol kesehatan seperti physical distancing. Dalam menghadapi Covid-19, BPJS mengoptimalkan pelayanan berbasis teknologi seperti melalui aplikasi, care center, dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) Digital.

Pada akhir ceramahnya, Fachmi menjelaskan bahwa keadilan sosial, kesejahteraan sosial, dan jaminan sosial adalah 3 hal yang saling berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan. “Tiada keadilan sosial tanpa kesejahteraan sosial. Tiada kesejahteraan sosial tanpa jaminan sosial” ujar Fachmi menutup ceramahnya.