Cetak

Gubernur Lemhannas RI Paparkan Sistem Keamanan Nasional

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional RI (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo memberikan materi “Sistem Keamanan Nasional” kepada Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 60 dan 61, Senin, 8 Juni 2020. Topik tersebut diangkat dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada para peserta PPRA 60 dan 61 tentang perkembangan sistem keamanan nasional di Indonesia.

“Sebuah sistem pasti punya rujukan dan dasar,” ujar Agus. Maka, menurut Agus ketahanan sebagai bagian dari sistem nasional harus merujuk kepada konstitusi. Agus melanjutkan bahwa jika bicara tentang keamanan, sebetulnya harus mengetahui keamanan apa yang dimaksud. Jika keamanan regional dan keamanan bersama, berarti sifatnya antarbangsa. Kemudian, keamanan nasional dibagi menjadi keamanan dalam negeri serta keamanan dan ketertiban masyarakat yang harus didasarkan pada hukum. “Kalau pendekatan hukum untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat tidak bisa efektif maka situasi bisa berkembang menjadi gangguan keamanan dalam negeri,” tutur Agus.

Selanjutnya, Agus juga menjelaskan bahwa setelah perang dunia ke-2 mulai muncul pemikiran adanya nilai-nilai HAM sebagai nilai universal yang melahirkan keamanan insani. Keamanan insani sendiri sebenarnya bisa ditujukan dalam keamanan dalam negeri, tapi sifat lingkup insani lebih bersifat mengancam warga negara secara perseorangan terhadap keamanan itu sendiri. Agus juga menjelaskan mengenai implikasi peralihan dari sistem keamanan nasional menuju keamanan insani di mana pergeseran dari hak suatu negara untuk mengatur urusannya sendiri menjadi kewajiban suatu negara untuk menjamin hak-hak dasar warganya. Titik berat keamanan juga bergeser dari keamanan pada lingkup negara menjadi keamanan pada tingkat individu warga.

“Di dalam berbicara tentang sistem keamanan, tidak bisa lepas dari hakikat hubungan sipil dan militer,” kata Agus melanjutkan. Agus menjelaskan bahwa sipil dan militer adalah tatanan di mana kebijakan dirumuskan oleh sipil dan dalam fungsi pertahanan pelaksanaan dilakukan oleh militer sebagai organisasi profesional. Hubungan sipil dan militer pada hakikatnya merupakan alur pembuatan dan pelaksanaan kebijakan fungsi pertahanan nasional dalam sistem politik. “Berawal dari perumusan kebijakan oleh otoritas politik sipil dan berakhir dengan pelaksanaan kebijakan oleh militer,” ujar Agus.

Pada penghujung materinya, Agus menyampaikan saran pembentukan Dewan Keamanan Nasional sebagai badan pembantu pengambilan keputusan presiden di tingkat pusat. Namun, badan tersebut tidak dimaksudkan untuk menggantikan kewenangan pemegang otoritas politik kekuasaan eksekutif. Dewan Keamanan Nasional disarankan diketuai oleh Presiden dan memiliki anggota tetap dan anggota tidak tetap. Anggota tetap diisi oleh Menteri Koordinator, Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kepala BIN, Menteri Keuangan, Kepala Polisi RI, dan Panglima TNI. Sedangkan anggota tidak tetap diisi oleh anggota kabinet dan pejabat Lembaga Non Kementerian.