Cetak

Gubernur Lemhannas RI Menjadi Narasumber pada Sarasehan Kebangsaan Collab4Unity

“Di tengah pandemi Covid-19, Lemhannas RI terus menjalankan tugas dan peran sesuai dengan kewenangan konstitusional yaitu menyelenggarakan kegiatan pendidikan bagi kader pimpinan tingkat nasional,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo saat menjadi narasumber pada Sarasehan Kebangsaan Collab4Unity yang diselenggarakan oleh United in Diversity, Selasa, 2 Juni 2020.

Pada sarasehan yang mengangkat topik “Amplifikasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Tameng Bangsa Menghadapi Tantangan dan Dampak Covid-19” tersebut, Agus menyampaikan bahwa Lemhannas RI melakukan inovasi dan improvisasi, yakni sepenuhnya melakukan pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (daring). Adapun materi, substansi, atau konten kurikulum, tetap berada pada alurnya dan sama dengan program pendidikan sebelumnya.

“Ketahanan nasional bukan merupakan disiplin ilmu sendiri, sebetulnya (ketahanan nasional, -red) merupakan outcome upaya dalam rangka pencapaian tujuan nasional,” tutur Agus. Ketahanan nasional adalah sebuah kondisi yang diperlukan agar bisa mengatasi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan. Dalam mewujudkan ketahanan nasional, dibutuhkan 2 pendekatan yaitu pendekatan gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan, dan pendekatan spasial geografis yakni gatra tiap-tiap provinsi.

Selanjutnya Agus menjelaskan bahwa dalam mencapai tujuan nasional diperlukan kebijakan yang berdasarkan pengetahuan dalam merumuskan kebijakan dan kompetensi dalam mengimplementasikan kebijakan. Selain itu, hal yang tidak kalah penting yang perlu disadari adalah bagaimanapun demokrasi memberikan kebebasan untuk berpendapat, semua pendapat harus didasarkan pada 4 Konsensus Dasar Bangsa. “Segala sesuatu kebebasan yang berasal di luar konsensus dasar, perlu kita curigai adalah upaya untuk mengubah konsensus dasar,” tutur Agus.

Kemudian Agus menjelaskan bahwa mengukur nilai-nilai Pancasila harus dari wujud konkret yang dapat diukur dari lapangan dan harus jujur dalam mengukur kondisi tersebut. Mencari wujud konkret nilai-nilai Pancasila untuk pengukuran juga berarti mencari indikator-indikator terukur yang harus memenuhi syarat, yakni harus konkret dan nyata, berdasar kerangka pengetahuan, menilai dengan jujur, dan terdapat nilai integratif antara teori dan kondisi nyata di lapangan. Menurut Agus, jangan mengukur nilai hanya dari nomenklatur yang sifatnya abstrak yang sifatnya idealis normatif. “Kemudian diperbandingkan antara kondisi ideal yang diinginkan dengan kondisi nyata di lapangan,” kata Agus. Dengan memperbandingkan dua kondisi tersebut bisa terlihat apakah implementasi dari sila-sila Pancasila dalam keadaan baik, cukup baik, kurang, atau keadaan lainnya.

Menurut Agus, ada beberapa kondisi ideal yang diharapkan. Kondisi pertama adalah terdapat kepercayaan yang kuat antara semua pemangku kepentingan terkait. Selanjutnya adalah kondisi yang mencerminkan keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi warga negara, misalnya hak kebebasan berpendapat dengan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan keputusan pemerintah. Kemudian kebijakan pemerintah yang mudah dan jelas dimengerti masyarakat. Terakhir adalah dalam rangka kebijakan, yaitu keterkaitan antara kewenangan, data, dan ketentuan pelaksanaan.