Keluarga Sebagai Kekuatan Sosial Dalam Mendukung Ketahanan Nasional

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) memberikan ceramah kepada Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 60, Rabu, 13 Mei 2020. Pada kesempatan tersebut dr. Hasto mengangkat topik Keluarga Berencana untuk Ketahanan Nasional.

“Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang sangat strategis dalam rangka memajukan kesejahteraan sebuah populasi,” kata dr. Hasto. Lebih lanjut dr. Hasto menjelaskan bahwa keluarga dan penduduk memang seiring, tetapi memiliki karakter yang berbeda. Keluarga karakternya data mikro, sedangkan penduduk karakternya data makro. Bisa dikatakan bahwa keluarga mempengaruhi penduduk suatu negara.

Di Indonesia sendiri, keluarga memiliki arti penting dalam pembangunan bangsa.  Arti penting tersebut karena keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat lebih berdaya guna dalam membentuk karakter penduduk. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa indeks pembangunan manusia sangat tergantung pada kualitas keluarga. Selain itu, keluarga Indonesia dapat dikatakan berbeda dengan negara-negara lain karena mempunyai kekuatan emosional lebih dibandingkan negara lain.

Memiliki kekuatan emosional yang kuat, membuat beberapa masalah lebih mudah diselesaikan melalui pendekatan keluarga, seperti masalah sosial, pendidikan, dan kesehatan. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh beberapa karakteristik keluarga di Indonesia, yakni hidup dengan Pancasila, suka gotong royong, lebih banyak hidup berjamaah, kerukunannya tinggi, dan memiliki toleransi yang tinggi. 

“Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat bisa menjadi bagian penting dari social power yang merupakan salah satu pendukung ketahanan nasional,” tutur dr. Hasto. Menurutnya, jika kualitas keluarga bagus maka ketahanan akan menjadi lebih kuat.

Pada kesempatan tersebut, dr. Hasto juga menjelaskan mengenai bonus demografi yang bergantung pada kualitas SDM. Jika yang terjadi adalah SDM mengalami stunting, tidak lulus sekolah, banyak kematian ibu dan bayi, tingginya angka penderita sakit, serta banyak pengangguran, maka bonus demografi tidak dapat dinikmati. Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya, yakni kualitas SDM unggul, memiliki pendidikan yang tinggi, angka kesehatan tinggi, dan produktif, maka bonus demografi dapat dinikmati. “Jangan sampai tertipu, secara struktur menjadi bonus tapi tidak mendapatkan hasil,” kata dr. Hasto.

Ia juga menjelaskan salah satu upaya dalam menciptakan SDM yang unggul, yaitu dengan peran kontrasepsi dalam mengatur jarak antarkelahiran minimal 33 bulan. Karena setiap SDM yang unggul dan kuat harus disiapkan sejak sebelum kehamilan. “Membangun keluarga berkualitas penting dimulai dari membangun generasi yang unggul, kualitas SDM yang tinggi, dan meningkatkan ketahanan nasional,” ujar dr. Hasto.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749