Gubernur Lemhannas RI Menjadi Narasumber dalam Diskusi Publik Komnas HAM

“Peraturan Presiden tentunya harus mempunyai kedudukan dalam hierarki sistem hukum, harus merupakan satu garis konsistensi” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, dalam Diskusi Publik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM). Diskusi Publik tersebut mengangkat topik “Polemik Rancangan Peraturan Presiden Terkait Pengaturan Pelibatan Militer dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam Perspektif Hukum, Demokrasi, dan HAM” dan diadakan secara dalam jaringan (daring), Rabu, 13 Mei 2020.

Agus menyatakan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) selain harus berada dalam satu garis konsistensi dari segi prosedur tatanan, harus juga satu garis konsistensi dari segi konten dan substansi.

Lebih lanjut Agus menjelaskan, Konstitusi UUD 1945 memberikan mandat kepada TNI sebagai pelaksana utama fungsi pertahanan nasional. Pertahanan pada dasarnya diartikan sebagai kemampuan menghadapi ancaman militer dari luar negeri, mempertahankan kedaulatan, dan keutuhan wilayah. Menurut Agus hal tersebut bukan berarti tidak ada ancaman dari dalam negeri, tetapi setiap ancaman yang datang dari dalam negeri pada dasarnya adalah tindakan pelanggaran hukum maka harus ditindak oleh penegak hukum. Di sisi lain, TNI tidak pernah dirancang untuk menjadi penegak hukum.

Berdasarkan hal tersebut Agus menyampaikan bahwa semua, termasuk peran TNI dalam memberantas terorisme, harus diletakan pada dasar dan kerangka hukum yang jelas. Hukum merupakan kesepakatan untuk mengatur segala sesuatu dalam kehidupan bersama. 

Selanjutnya Agus menyatakan bahwa upaya penindakan terorisme pada hakikatnya merupakan pelanggaran hukum pidana yang membutuhkan respons penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, yang dilakukan oleh Polri dan sudah efektif ditangani. Sedangkan militer tidak pernah dirancang untuk menjadi penegak hukum dan tidak memiliki kewenangan dalam hal tersebut, tetapi bisa membantu. TNI bisa dibawa untuk masuk dalam wilayah keamanan dalam negeri dengan berdasarkan Perpres yang hendaknya teknisnya diwadahi dalam sebuah UU perbantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai.

Namun, agar tidak terjadi tumpang tindih antara unsur satu dengan yang lainnya dan agar tercipta keterpaduan, diperlukan kebijakan keamanan dalam negeri. Saat ini dirasa belum ada lembaga yang memiliki kewenangan untuk merumuskan kebijakan dalam negeri. Oleh karena itu, Agus menyarankan adanya kementerian baru yakni Kementerian Keamanan Dalam Negeri yang berwenang merumuskan kebijakan-kebijakan keamanan dalam negeri. Agus mengakui memang kewenangan tersebut dapat masuk ke dalam portofolio Menteri Dalam Negeri atau Jaksa Agung. Namun melihat portofolio kedua institusi tersebut yang sudah banyak, Agus menyarankan adanya kementerian baru agar tiap-tiap unsur dapat bekerja dengan terpadu dan sinkron.

Agus juga menyampaikan bahwa selain melakukan penyempurnaan pada rancangan Perpres, ada baiknya memberikan kesempatan untuk membuka wacana yang lebih luas untuk mengisi substansi dari Perpres untuk mendapatkan kesepakatan semua elemen dan menerbitkan UU Perbantuan TNI kepada otoritas sipil di masa damai yang dapat mewadahi peran perbantuan TNI kepada pemerintah sipil di masa damai.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749