Cetak

Pembekalan Intelijen dan Padnas bagi CPNS Lemhannas

Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Lemhannas RI T.A 2018 mendapatkan materi pembekalan mengenai “Intelijen, Kewaspadaan Nasional dan Bahaya Radikalisme dan Terorisme” yang disampaikan oleh Tenaga Profesional Bidang Strategi dan Hubungan Internasional Laksda TNI (Purn) Robert Mangindaan di Ruang Syailendra Gedung Astagatra Lemhannas RI, Jumat (05/7). Menurut Robert, intelijen berkaitan dengan kewaspadaan nasional. Intelijen yang dimaksud terkait dengan sense of danger, sebuah naluri yang dimiliki setiap makhluk hidup untuk membela dirinya. “Sense of danger dalam unit yang besar, yaitu sebagai negara kesatuan Indonesia diperlukan. Naluri ini jangan hilang. Tetapi ada pihak yang ingin membuat sense atau naluri ini mati atau hilang”, jelas Robert.

 

Pengetahun tentang musuh, tentang calon musuh, ancaman, dan potensi bahaya inilah yang disebut intelijen. Intelijen selama ini kerap disamakan dengan spionase. Padahal kegiatan spionase hanyalah 1% kegiatan intelijen tertutup. “95% intelijen sumber terbuka, 4% intelijen semi terbuka dan semi tertutup, dan 1% intelijen tertutup”, ungkap Robert.  Lebih lanjut Robert mengungkapkan, “Sense of danger negara ini, 95% ancaman melalui sumber terbuka”.

 

Hal ini juga diperkuat dengan temuan Global Risk Report 2019 yang membuat urutan risiko yang dihadapi masyarakat dunia, dan sebagian besar risiko tersebut adalah intelijen terbuka. ““Ternyata Global Risk Report menempatkan bahaya radikalisme dan terorisme di peringkat satu. Indonesia juga berhadapan dengan ini. Radikal dan teror ini berujung pada kepentingan politik yang bertujuan untuk untuk eksis, menunjukkan bahwa pemerintah lemah, supaya masyarakat dan pemerintah terbelah; menyangsikan pemerintah seperti yang terjadi di Venezuela dan Paraguay”, papar Robert.

 

Menurut Robert, di sinilah peran penting mempelajari kewaspadaan nasional. “Filosofi padnas, (yaitu) untuk melindungi atau menjaga pembangunan dan pemerintahan agar berjalan dengan semestinya”, ujarnya. Oleh karenanya, ungkap Robert, Lemhannas mempunyai core business untuk mengembangkan dan menyosialisasikan nilai-nilai dalam ketahanan nasional, kewaspadaan nasional, wawasan nusantara, dan sistem nasional kepada para calon pemimpin tingkat nasional dan kepada seluruh bangsa ini supaya pembangunan dan pemerintahan dapat berjalan sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia.

 

Indonesia sebagai satu-satunya negara di dunia yang memiliki sembilan laut di dalam wilayahnya tidak dapat menutup perbatasan. “Indonesia lahir sebagai negara kepulauan dengan janji bahwa laut perantara harus terbuka,” ujar Robert. Bahkan berdasarkan janji dan secara hukum, Indonesia harus menyediakan keamanan untuk bersama. Sedangkan ancaman terhadap negara bisa datang dari mana saja, salah satunya adalah sumber-sumber terbuka seperti internet. Oleh sebab itu, persatuan dan kesatuan harus selalu dipelihara dengan salah satu upaya memelihara kekayaan alam yang ada sehingga tidak dimanfaatkan oleh negara lain.

 

Indonesia memiliki keinginan untuk menjadi negara yang aman, nyaman, sejahtera, dan bermartabat. Untuk mencapai hal tersebut harus dikembangkan suatu pemikiran yaitu menyosialisasikan ketahanan nasional, wawasan nusantara, kewaspadaan nasional, sistem nasional serta kepemimpinan dan negarawan. Pemikiran tersebut berpusat di kewaspadaan nasional yaitu dengan menjaga rencana pembangunan jangka menengah nasional berjalan dengan semestinya, pemerintahan berjalan dengan semestinya, energi nasional terbelanjakan dengan benar, aturan-aturan dan berhubungan diplomasi dengan benar.

 

Global Risk Report 2019 membuat urutan lima risiko yang dihadapi masyarakat dunia 2019 yakni bahaya radikalisme dan terorisme, ancaman dunia maya, krisis keuangan, malfungsi tata kelola manajemen nasional, instabilitas sosial meningkat tajam. Dapat dilihat bahwa bahaya radikalisme dan terorisme menduduki urutan pertama yang tentunya Indonesia juga menghadapi ancaman tersebut. Tujuan taktis dari radikalisme dan terorisme adalah memisahkan masyarakat dengan pemerintah, merusak solidaritas, kerukunan dan kesatuan sosial diganti dengan rasa tidak aman dan saling curiga. Sedangkan tujuan strategis radikalisme dan terorisme di negara maju adalah untuk mengubah kebijakan dan tujuan strategis radikalisme dan terorisme di negara berkembang adalah untuk merubah pemerintah.

 

Teroris di zaman sekarang sudah memasuki generasi keempat, yakni tidak bermarkas di satu tempat, semakin sulit diberhentikan dan diprediksi, semakin mematikan, memilih sasaran yang empuk (masyarakat biasa, taman anak-anak, orang yang sedang berolahraga), dan target yang dirusak adalah pusat perekonomian. Dalam upaya pemberantasan, jika teroris diibaratkan sebagai ikan dan 34 provinsi diibaratkan sebagai air, maka yang harus dilakukan adalah mengeringkan air yakni membebaskan Indonesia dari radikalisme lalu menangkap ikan yaitu menangkap para teroris kemudian strategi dan manajemen agar teroris tidak lagi nyaman untuk berkembang.