Pelucutan Senjata Nuklir sebagai Agenda Bersama Indonesia-Jerman di DK PBB

Pelucutan senjata nuklir dan optimalisasi diplomasi damai dengan pendekatan multilateralisme menjadi agenda bersama yang bisa dilakukan Indonesia dan Jerman yang kini sama-sama menduduki posisi anggota non permanen Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Rencana pengayaan nuklir Iran dengan peningkatan uranium menjadi perhatian dunia kini, belum lagi dengan kepemilikan senjata nuklir Korut yang belum menemui titik temu. Agenda pelucutan senjata nuklir dengan pendekatan multilateralisme menjadi penting untuk diusung dalam DK PBB mengingat pentingnya peran lembaga ini. Hal tersebut menjadi topik bahasan utama dalam diskusi meja bundar (round table discussion/RTD) yang diselenggarakan oleh Lemhannas RI bekerja sama dengan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) Jerman, sebuah yayasan politik Republik Federal Jerman, Selasa (2/7), di Ruang Krisna, Gedung Astagatra Lantai 4. 

Dr. Fitriani dari CSIS bertindak sebagai moderator dalam diskusi ini, sementara itu Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi narasumber bersama  Senior Fellow di Institute for Security Policy Kiel University (ISPK) yang merupakan mantan penasihat delegasi Jerman di NATO Brigjen (Purn) Rainer Meyer zum Felde, pensiunan kepala staf tentara Jerman (Bundeswehr) yang juga mantan Kepala Komite Militer NATO Jenderal (Purn) Dr. h.c. Klaus Naumann, dan Direktur Eksekuti CSIS Jakarta Dr. Phillip Vermonte. 

Agus Widjojo mengungkapkan sebagai negara demokrasi terbesar di masing-masing kawasan, Indonesia dan Jerman dapat memperkuat hubungan dengan mendorong diplomasi damai di DK PBB. “ Sebagai sesama anggota DK PBB, Indonesia dan Jerman dapat mendorong negara anggota lainnya tentang permasalahan senjata nuklir ini”, kata Agus. 

Phillip Vermonte menambahkan, kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas aktif menjadi asar bahwa Indonesia bukanlah negara yang suka berkonflik dan mengedepankan persahabatan. ”Prinsip ideal ini diterapkan Indonesia dengan berpartisipasi aktif dalam memelihara perdamaian dunia dengan rutin mengirimkan pasukan perdamaian di daerah konflik di Timur Tengah dan Afrika. Dalam hal pelucutan senjata nuklir, di kawasan ASEAN Indonesia dan negara ASEAN lainnya telah membuat kesepakatan zona bebas nuklir demi kestabilan kawasan”, jelas Vermonte.

Dari perspektif Jerman, Meyer zum Felde menyampaikan bahwa persoalan persenjataan nuklir ini juga menyangkut dinamika geopolitik, terutama dalam konteks persaingan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia di dalamnya. “Jerman selama ini menjunjung dan mempromosikan keterbukaan demokrasi liberal, oleh karenanya Jerman sangat aktif di NATO dari segi keamanan, di Uni Eropa untuk mencapai kemakmuran, dan PBB sebagai lembaga yang mengatur tatanan internasional dengan legitimasi terletak di DK PBB sehingga DK PBB mempunyai peranan vital. Tetapi tantangan sekarang adalah terjadi kompetisi negara besar seperti Amerika enggan dengan multilateralisme, ekspansi Rusia di Ukraina, hingga pertumbuhan kekuatan China. DK PBB harus mampu memaksimalkan perannya untuk sebuah solusi yang realistis”, ungkapnya. 

Sementara itu, Klaus Nauman menekankan tentang pentingnya strategi deterrence (penolakan), tidak hanya pelucutan. Ancaman persenjataan nuklir bukan hanya penggunaan senjata nuklir itu sendiri tetapi juga serangan siber yang ditujukan kepada pusat kontrol dan komando senjata nuklir.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749