Yayasan Benteng Merah Putih bersama Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan Seminar Group Discussion (SGD) dengan judul “Strategi Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit yang Berkelanjutan Guna Meningkatkan Kredit Karbon dan Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca” bertempat di Ruang Dwi Warna Purwa, pada Senin (29/4). Seminar tersebut merupakan hasil kolaborasi Yayasan Bentang Merah Putih dengan Kedeputian Pengkajian Strategik Lemhannas RI.
Wakil Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI Eko Margiyono secara resmi membuka seminar tersebut. Dalam sambutannya, Eko Margiyono menyampaikan bahwa seminar tersebut bukan hanya menjadi wadah untuk berbagi pengetahuan, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam upaya bersama dalam mencari solusi atas tantangan lingkungan yang semakin kompleks.
Dalam konteks global saat ini, isu lingkungan, terutama perubahan iklim menjadi salah satu agenda utama yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. “Perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu sektor penting dalam perekonomian kita. Oleh karena itu, mempertimbangkan strategi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan bukan hanya suatu pilihan, tetapi menjadi suatu keharusan,” kata Eko Margiyono.
Eko Margiyono berharap Seminar Group Discussion tersebut dapat menjadi forum yang produktif, dimana gagasan dan solusi-solusi inovatif dapat terus bermunculan. Eko Margiyono juga berharap hasil seminar tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya mencapai berkelanjutan serta sebagai momentum untuk memperkuat kerja sama antar instansi. “Dengan sinergi yang kuat dan komitmen yang kokoh, saya yakin kita dapat mencapai tujuan-tujuan kita dalam menjaga keberlanjutan perkebunan kelapa sawit serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan perubahan iklim,” ujar Eko Margiyono.
Seminar Group Discussion tersebut dibagi ke dalam dua sesi. Dalam sesi pertama, seminar tersebut dimoderatori langsung oleh Ketua Yayasan Bentang Merah Putih Yohana Elizabeth Hardjadinata, S.Pd., M.Pd., MBA. dengan menghadirkan tiga narasumber, yakni Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P., Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa dan Sumber Daya Alam Dr. Ir. Musdalifah Machmud, M.T., dan Analis Kebijakan Ahli Utama dan Ketua Harian I Tim Kerja Indonesia’s FOLU NET SINK 2030 Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc.
Pada kesempatan tersebut, Reni Mayerni menyampaikan tujuh rekomendasi praktik perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kredit karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca, yakni peningkatan ketersediaan lahan untuk menunjang keberlanjutan kelapa sawit, peningkatan penelitian dan penggunaan teknologi inovasi di sektor sawit guna mengurangi emisi karbon, peningkatan daya saing kelapa sawit melalui strategi branding, peningkatan penguasaan dan pengelolaan data karbon-sawit, peningkatan efektivitas pengawasan, pengendalian, dan penegakkan hukum pada kelapa sawit dan pelestarian lingkungan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta peningkatan kerja sama antar lembaga untuk meningkatkan daya saing kelapa sawit.
Selanjutnya, Asisten Staf Khusus Presiden Sekretaris Kabinet RI Prof. Dr. Telisa Aulia Valianti S.E bertindak sebagai moderator dalam sesi kedua Seminar Group Discussion strategi pengembangan perkebunan kelapa sawit. Sesi kedua dari seminar tersebut menghadirkan tiga narasumber, yakni Direktur Pusat Pengelolaan, Peluang, dan Risiko Iklim Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik – Institut Pertanian Bogor Prof. Rizaldi Boer, Head of Research Center for New and Renewable Energy Prof. Dr. Ir. Ari D. Pasek, dan Kepala Divisi Pendidikan SDM, Litbang dan Pengembangan Sarpras Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kementerian Keuangan RI.
Prof. Rizaldi Boer pada kesempatan tersebut menyampaikan tantangan utama yang dihadapi dalam menerapkan strategi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dalam konteks perubahan iklim. Pertama adalah teknologi adaptasi perubahan iklim sudah tersedia, tetapi penerapannya tidaklah mudah terutama bagi petani kecil yang mencakup lebih dari empat puluh persen total lahan kelapa sawit di Indonesia. Kedua adalah petani mempunyai akses yang terbatas terhadap informasi terkait Praktik Pengelolaan Terbaik termasuk strategi adaptasi terkait perubahan iklim. Lalu yang ketiga adalah peningkatan pengetahuan petani lokal akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi, ketahanan dan efisiensi sumber daya yang lebih besar, serta peningkatan akses terhadap pendapatan, sehingga petani kecil dapat berkontribusi secara signifikan dalam melestarikan lingkungan. Selanjutnya yang keempat adalah ketersediaan tenaga pendamping/penyuluh dan yang kelima pengembangan sistem pemantauan, pelaporan dan verifikasi.
Adapun lima kolaborasi antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik yang dapat meningkatkan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di sektor perkebunan kelapa sawit, yakni, pertama, pertukaran Informasi dan Pengetahuan serta penguatan kerja sama riset kolaboratif tentang teknologi genom, pengembangan praktik pertanian yang cerdas secara iklim, dan penilaian dampak lingkungan dan sosial dari ekspansi kelapa sawit.
Kedua adalah harmonisasi kebijakan seluruh negara dengan mengurangi inkonsistensi kebijakan antar negara yang menghambat upaya pembangunan berkelanjutan. Ketiga adalah peningkatan kapasitas dan bantuan teknis dengan menciptakan kolaborasi untuk membangun kapasitas pemangku kepentingan lokal (petani kecil, perusahaan perkebunan, dan lembaga pemerintah) untuk menerapkan praktik pertanian cerdas secara iklim dan mengadopsi teknik pengelolaan lahan yang berkelanjutan.
Keempat adalah pemantauan bersama dan penegakan hukum sebagai upaya kolaboratif untuk memantau dan menegakkan regulasi lingkungan dan standar keberlanjutan di sektor kelapa sawit (mengatasi masalah lintas batas seperti deforestasi, penurunan keanekaragaman hayati, dan konflik penggunaan lahan). Lalu yang kelima adalah membangun kemitraan publik-swasta dengan mendorong tindakan kolektif dan memobilisasi sumber daya untuk inisiatif produksi kelapa sawit yang berkelanjutan.
Acara seminar tersebut dilanjutkan dengan diskusi. Perlu diketahui bersama, Seminar Group Discussion tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan HUT ke-59 Lemhannas RI. (SP/CHP)