Cetak

Menyoroti Kondisi Geopolitik Terkini, Lemhannas RI Diskusikan Pemberantasan Kejahatan Transnasional

Lemhannas RI menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan judul “Strategi Pemberantasan Kejahatan Transnasional yang Terorganisir” bertempat di Ruang Kresna pada Kamis (7/3).

Kondisi geografis Indonesia yang luas tentunya berhadapan dengan kompleksitas yang meningkat serta butuh pengawasan dan penanggulangan yang serius terlebih dibidang kejahatan transnasional terorganisir seperti perdagangan manusia, penyelundupan senjata, dan perdagangan narkotika. Menyoroti hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kejahatan transnasional terorganisir menjadi tantangan serius yang dihadapi berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dalam menghadapi kompleksitas tersebut, diperlukan kolaborasi yang erat antara berbagai pihak, termasuk instansi pemerintah. Setiap pihak perlu memahami peran, kemampuan, dan tantangan yang dihadapi sebagai kunci dalam merumuskan strategi pemberantasan yang efektif dan berkelanjutan. “Pemahaman mendalam terhadap dinamika kejahatan transnasional menjadi pondasi untuk membangun kerangka kerja komprehensif dan terorganisir,” kata Plt. Gubernur Lemhannas RI Laksdya TNI Maman Firmansyah saat menyampaikan sambutannya. Aspek perlindungan hak asasi manusia, pencegahan, dan kerja sama lintas sektoral serta antarnegara menjadi strategi penting dalam pemberantasan kejahatan transnasional terorganisir.

Diharapkan dari FGD tersebut dapat dihasilkan strategi yang akurat dan bermanfaat serta dapat diaplikasikan secara efektif guna antisipasi, pencegahan, dan penanggulangan yang tepat, efektif, serta aplikatif.

Hadir dalam FGD tersebut beberapa narasumber, yakni Deputi III Badan Intelijen Negara Mayjen TNI Aswardi, S.E.; Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Andy Yentriyani; Wakil Direktur Kamneg Baintelkam Polri Kombes Pol. Drs. Budi Sajidin, M.Si.; Analis Keimigrasian Ahli Madya Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham RI Mohamad Soleh; Kasi Kejahatan Lintas Negara I Direktorat Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu RI Monica Dwi Melani; dan Sandiman Ahli Muda Direktorat Operasi Keamanan dan Pengendalian Informasi BSSN RI Rikson Gultom, S.ST., M.Kom.

“Berbicara tentang strategi pemberantasan transnational organized crime, sebenarnya itu harus dipahami secara terintegrasi, tidak bisa secara parsial,” kata Analis Keimigrasian Ahli Madya Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham RI Mohamad Soleh. Oleh karena itu, diharapkan ada dukungan kementerian/lembaga terkait dalam mendukung pemberantasan kejahatan transnasional yang terorganisir.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham RI sudah melakukan berbagai langkah yang berkaitan dengan pelaksanaan strategi pemberantasan kejahatan transnasional yang terorganisir. Ditekankan bahwa strategi tersebut merupakan upaya yang bersifat nasional.

Di antaranya Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI sudah melakukan upaya preventif dan represif. Upaya preventif terdiri dari penyuluhan, kerja sama, penukaran informasi, serta integritas, dan pengamanan dokumen. Sedangkan upaya represif yang dilakukan adalah penyidikan terhadap pelaku TPPO, penindakan terhadap pelaku TPPO, dan kerja sama dalam memberantas kejahatan transnasional yang terorganisir dengan instansi lain.

“Kalau kita melihat data yang ada, kita sering menemukan perempuan tidak hanya sebagai korban, tapi juga pelaku kejahatan dan aktor penyikapan,” kata Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Andy Yentriyani saat menyampaikan paparannya. Dalam kesempatan tersebut, ditekankan bahwa seringkali jika membahas perempuan dalam kejahatan transnasional yang terorganisir maka menempatkan perempuan menjadi korban langsung. Padahal data yang ada menunjukkan bahwa sering ditemukan perempuan sebagai pelaku kejahatan dan aktor penyikapan.

Tiga posisi itu menjadi sangat penting untuk disoroti dan harus dilihat sebagai ruang yang perlu intervensi. Posisi-posisi tersebut memiliki keunikan dan modalitas masing-masing. Dalam menyoroti tiga posisi tersebut, setidaknya ada empat faktor kerentanan yang memengaruhi ketiga posisi tersebut dan perlu dipetakan dalam penyusunan strategi. Faktor kerentanan tersebut adalah konstruksi gender, digitalisasi, mobilitas, dan interseksionalitas. Oleh karena itu, empat faktor kerentanan tersebut perlu dipetakan dalam penyusunan strategi pemberantasan kejahatan transnasional yang terorganisir agar tercipta strategi yang efektif dan berkelanjutan. (NA/CHP)