Cetak

Menteri Kelautan dan Perikanan RI Paparkan Lima Implementasi Kebijakan Ekonomi Biru kepada Peserta PPRA 64

Peserta PPRA 64 Lembaga Ketahanan Nasional Indonesia (Lemhannas RI) mendapatkan ceramah dari Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono  bertajuk “Implementasi Ekonomi Biru untuk Indonesia Emas 2045” secara virtual, pada Jumat (29/07).

Kegiatan tersebut dibuka dengan sambutan Gubernur Lemhannas RI. Ia menekankan kepada PPRA 64 untuk fokus pada kelima isu yang ditugaskan oleh Presiden. Isu tersebut, yakni IKN, konsolidasi demokrasi, transformasi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru yang sangat relevan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Paradigma utamanya adalah ocean health,” tutur Gubernur Lemhannas RI.

“Indonesia merupakan negara dengan sumber daya kelautan dan perikanan yang besar dan berlimpah,” tutur Menteri Kelautan dan Perikanan mengawali ceramah. Laut menyediakan sumber pangan dan pekerjaan untuk jutaan masyarakat di wilayah pesisir. Berbagai kegiatan ekonomi yang memanfaatkan laut bertumbuh dengan pesat. Selain itu, ancaman ekosistem laut serta pesisir juga meningkat.

Menteri Kelautan dan Perikanan menyampaikan hal yang menjadi perhatian adalah bagaimana laut menjadi sehat dan biru. “Diyakini kalau laut biru maka langit menjadi biru dan kehidupan di masa yang akan datang tetap berlanjut dengan baik,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan. Hal ini memang bukan perkara mudah karena kegiatan perekonomian yang begitu luar biasa, di antaranya adalah kerusakan pesisir dan juga pulau-pulau kecil yang digunakan untuk kepentingan ekonomi yang sangat pragmatis serta eksploitasi penangkapan ikan yang tidak terukur. Lebih lanjut, Menteri Kelautan dan Perikanan mengatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan memandang ekonomi biru sebagai acuan utama untuk membuat laut Indonesia berkelanjutan dan kemakmuran bagi rakyat yang sebesar-besarnya.

Strategi untuk mewujudkan komitmen tersebut dengan mengembangkan tiga pilar utama ekonomi biru, yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Kemudian, Menteri Kelautan dan Perikanan memaparkan lima implementasi dalam kebijakan ekonomi biru, yakni penangkapan ikan terukur berbasis kuota, perluasan wilayah konservasi laut, pengembangan budi daya laut, pesisir, dan tawar, pengelolaan sampah laut, dan pengelolaan berkelanjutan pesisir serta pulau kecil. Pada penangkapan ikan terukur berbasis kuota, dibagi dalam tiga distribusi kuota penangkapan, yaitu 35 % (tiga puluh lima persen) kuota untuk nelayan melalui koperasi, 64,90% (enam puluh empat koma sembilan puluh persen) kuota untuk industri dan 0,10% (nol koma sepuluh persen) kuota untuk hobi. Perluasan wilayah konservasi laut seluas tiga puluh persen akan ditetapkan di zona Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang dibagi menjadi enam zona wilayah Indonesia. Targetnya adalah populasi ikan akan meningkat di setiap zona PIT.

Lebih lanjut, pada pengembangan budi daya laut, pesisir, dan tawar, memiliki tantangan dalam peningkatan kebutuhan produksi protein dan pemenuhan kebutuhan pasar ekspor dan domestik. Sejalan dengan hal tersebut ,terdapat beberapa kebijakan yang perlu dilakukan, yakni Indonesia perlu mengembangkan produk perikanan unggulan seperti udang, kepiting, lobster dan rumput laut, lalu hasil budi daya akan jadi mayoritas nilai ekspor perikanan Indonesia dan rumput laut akan menjadi bahan baku utama berbagai industri karena memiliki nilai strategis untuk menyerap karbon. Target dalam hal ini adalah untuk mengurangi kegiatan penangkapan ikan di laut untuk menjaga populasi dan meningkatkan produksi perikanan untuk pasar ekspor dan dalam negeri.

Terkait meningkatnya jumlah sampah yang mencemari laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki program yang dimulai pada tahun 2022 dengan nama “Bulan Cinta Laut”. Pada program tersebut, satu bulan dalam satu tahun nelayan tidak mengambil ikan, melainkan mengambil dan mengumpulkan sampah. Sampah tersebut akan dibayar sesuai harga ikan terendah dan diolah untuk mendapatkan nilai ekonomi. Target dari program ini adalah dapat mengurangi sampah laut hingga tujuh puluh persen pada tahun 2030.

Selanjutnya, terkait pemanfaatan ruang laut dan pulau kecil yang tidak sesuai aturan, Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki kebijakan dalam pengelolaan aktif pesisir dan pulau kecil berbasis keberlanjutan. Kebijakan tersebut meliputi, penerapan rencana tata ruang laut yang komprehensif, lalu semua kegiatan yang memanfaatkan ruang laut harus sesuai dengan alokasi ruang laut, daya dukung, dan mitigasi dampak, serta setiap pelaksanaan pemanfaatan ruang laut wajib memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Target dalam hal ini adalah menjaga pesisir dan pulau kecil agar tidak rusak akibat aktivitas ekonomi.

Mengakhiri paparannya, Menteri Kelautan dan Perikanan menyampaikan harapannya kepada peserta PPRA 64 agar dapat mendukung Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam penerapan kebijakan yang disampaikan sesuai tugas dan fungsinya setelah kembali ke institusi/lembaganya masing-masing. (SP/CHP)