Cetak

Gubernur Lemhannas RI: Pemahaman Geopolitik Indonesia Sifatnya Bukan Ekspansionis Global

Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto menjadi pembicara dalam Mimbar Demokrasi dan Kebangsaan seri ke-7 Edisi Spesial Peringatan Mosi Integral Natsir 3 April 1950 dengan tema “Spirit Transformasi dan Kolaborasi dalam Menjaga Integrasi Nasional”. Kegiatan tersebut diadakan secara virtual oleh Fraksi PKS DPR RI pada Senin, 4 April 2022.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan gagasan tentang Geopolitik Negara Kesatuan. “Mosi integralistik yang ditawarkan oleh Pak Natsir merupakan salah satu pilar bagi kita, sehingga hari ini bentuk negara kita adalah NKRI,” ujar Gubernur Lemhannas RI. Menurut Gubernur Lemhannas RI, mosi tersebut juga membawa Indonesia keluar dari bentuk negara federal dan serikat, sehingga NKRI sampai saat ini dapat menjadi salah satu konsensus dasar yang kita pegang untuk memperkuat gagasan kebangsaan Indonesia.

Lebih lanjut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan pemetaan gagasan negara dari Natsir di mana gagasan utamanya adalah persatuan bangsa, basis integrasinya adalah pemerataan antarwilayah, keluarannya adalah mosi integral, dan ideologi tokohnya adalah kultural. Gubernur Lemhannas RI juga menyampaikan bahwa gagasan negara kesatuan terus berkembang sejak Indonesia merdeka, gagasan negara kesatuan tidak bersifat stagnan dan mengalami evolusi panjang.

Kemudian Gubernur Lemhannas RI menyampaikan hal-hal yang harus di antisipasi kedepannya karena pada dasarnya prinsipnya negara integralistik adalah pemahaman geopolitik. “Indonesia tidak memiliki pemahaman geopolitik yang sifatnya penguasaan dunia. Pemahaman geopolitik kita berdasarkan negara kepulauan dan wawasan nusantara, yang sifatnya bukan ekspansionis global untuk menguasai titik-titik di luar kedaulatan teritorial kita,” ujar Gubernur Lemhannas RI.

Namun, pada kenyataannya, pertarungan antarnegara besar terjadi di sekitar Indonesia dan hal tersebut sedikit banyak memengaruhi Indonesia. Gubernur Lemhannas RI berpendapat bahwa persaingan pengaruh antara AS dan Tiongkok tercermin dari visi pembangunan arsitektur kawasan. Amerika Serikat (AS) bersama Jepang, India, dan Australia menginisiasi Quadrennial Security Dialogue (Quad Forum), yakni forum yang menjadi sarana dialog dan kerja sama pertahanan sekaligus penguatan kerja sama bilateral yang sudah terjalin sebelumnya.

Sementara itu, Tiongkok melalui Belt Road Initiative (BRI) menggunakan strategi bilateral melalui pendanaan infrastruktur untuk memperkuat pengaruhnya pada negara mitra, terutama di Asia Pasifik. BRI juga menjadi sarana Tiongkok memperkenalkan berbagai koridor seperti jembatan baru Eropa-Asia, koridor Tiongkok-Mongolia-Rusia, koridor yang mengarah kepada Indo-China, dan koridor yang mengarah kepada Eropa melalui Pantai Barat Afrika.

“Pertarungan ini bukan hanya pertarungan tentang aliansi keamanan atau pertarungan tentang infrastruktur ekonomi, tapi pertarungannya juga sudah mengarah kepada gelar militer,” kata Gubernur Lemhannas RI menyoroti hal tersebut.

Kondisi Indonesia saat ini juga dikelilingi oleh pangkalan-pangkalan militer. Mencermati hal tersebut, Gubernur Lemhannas RI menilai hal yang sering disebut sebagai posisi strategis Indonesia (berada di antara dua samudera dan dua benua) akan menjelma menjadi kerawanan strategis. “Terutama kalau kita tidak memiliki kemampuan melakukan proyeksi kekuatan untuk melindungi letak geografi kita yang betul-betul berada diantara pertarungan-pertarungan kekuatan besar di Asia Timur, Asia Pasifik, sampai kepada Samudera Hindia,” tutur Gubernur Lemhannas RI. (NA/CHP)

Oleh karena itu, Lemhannas RI semakin mengembangkan kepemimpinan strategis berbasis ketahanan nasional. Lemhannas RI mengembangkan kepemimpinan berdasarkan ketahanan nasional dengan mengandalkan berlangsungnya 5 pilar secara simultan. Pilar pertama adalah tata kelola untuk semua isu, baik ideologi, sumber daya, maupun geografi.

Pada saat tata kelola terganggu maka pilar kedua, yakni manajemen resiko, harus dikembangkan. Setelah ada manajemen risiko dilanjutkan dengan mengembangkan pilar ketiga, yaitu manajemen krisis. Jika manajemen krisis bisa dibangun maka dapat dilanjutkan dengan pilar keempat, yakni pemulihan cepat. Seluruh pilar tersebut mengusahakan agar pilar kelima akan selalu terjadi, yakni keberlanjutan. Keberlanjutan yang dimaksud adalah keberlanjutan bersama untuk melakukan proyeksi kekuatan bangsa ini kedepan.

“Dengan adanya kepemimpinan strategis berbasis ketahanan nasional, diharapkan Indonesia memiliki visi bersama untuk sama-sama mewujudkan Indonesia yang lebih baik 2045,” pungkas Gubernur Lemhannas RI.