“Kerangka kerja ketahanan nasional adalah sesuatu yang harus terus menerus kita upayakan agar bisa menjadi satu kerangka yang menjelma menjadi kebijakan-kebijakan strategis,” kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI). Hal tersebut disampaikan Gubernur secara virtual saat menjadi narasumber dalam Kuliah Umum Ketahanan Nasional di Era Digital yang diselenggarakan oleh Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia pada Senin, 28 Maret 2022.
Lebih lanjut, Gubernur Lemhannas RI menjelaskan mengenai kepemimpinan strategis untuk ketahanan nasional. Gubernur Lemhannas RI membagi kepemimpinan untuk ketahanan nasional menjadi lima pilar, yakni pilar satu tata kelola, pilar dua manajemen resiko, pilar tiga manajemen krisis, pilar empat pemulihan cepat, dan pilar lima keberlanjutan bisinis. Pilar satu tata kelola adalah proses mengetahui tata kelola suatu isu, setelah tata kelolanya diketahui maka dilakukan manajemen risiko dengan penilaian risiko.
Jika manajemen risiko menunjukkan ada risiko yang akan muncul maka harus segera membuat manajemen krisis mulai early warning system sampai war room. Namun, jika krisisnya terjadi, harus segera dilakukan pemulihan cepat. Seluruhnya dilakukan untuk memastikan semua yang sedang dilakukan dan direncanakan dapat berlanjut. “Bukan hanya survive, tapi menuju yang lebih baik lagi,” ujar Gubernur Lemhannas RI.
Selanjutnya Gubernur Lemhannas RI menjelaskan bahwa pilar-pilar tersebut memiliki komponen struktural yang menjadi pedoman. Komponen struktural pertama adalah regulasi, diperiksa seluruhnya mulai dari Undang-Undang dan aturan-aturan yang relevan. Selanjutnya adalah komponen struktural institusi, biasanya dibagi menjadi dua yang terdiri dari kebijakan nasional dan organisasi atau lembaga atau institusi nasional.
Komponen struktural ketiga adalah gelar operasional yang bisa dilakukan dengan membuat pusat data nasional. Kemudian komponen struktural keempat adalah alokasi sumber daya yang cukup signifikan untuk gelar operasional. Terakhir, komponen struktural kelima adalah adopsi teknologi yang harus terus menerus dilakukan untuk memastikan pilar yang dilakukan terus menerus relevan dengan teknologi terkini.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Lemhannas RI menyoroti konsolidasi demokrasi sebagai salah satu hal yang harus terus dikawal saat ini. Menurut Gubernur Lemhannas RI, konsolidasi demokrasi menjadi prasyarat dasar bagi Indonesia. Gubernur Lemhannas RI memandang konsolidasi demokrasi untuk Indonesia idealnya dilakukan dalam tujuh kali pemilu berturut-turut.
Pemilu ke-1, yakni tahun 1999 disebut inisiasi demokrasi. Selanjutnya Pemilu ke-2 dan ke-3, yaitu tahun 2004 dan tahun 2009 merupakan instalasi demokrasi. Kemudian Pemilu ke-4, ke-5, dan ke-6 yaitu tahun 2014, tahun 2019, dan tahun 2024 adalah konsolidasi demokrasi. Setelah itu pemilu ketujuh pada tahun 2029 membuat Indonesia sudah demokrasi matang. “Kita harapkan studi ketahanan nasional mampu untuk melakukan scenario building,” pungkas Gubernur Lemhannas RI. (NA/CHP)