Pengurus Perista Ajak Karyawati Lemhannas RI untuk Melindungi Anak dari Bahaya Narkoba, Gadget, dan Pornografi

Persatuan Istri Anggota Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Perista Lemhannas RI) menyelenggarakan Pertemuan Pengurus, Anggota Perista, dan Karyawati Lemhannas RI pada Rabu, 15 Desember 2021 bertempat di Ruang Dwi Warna Purwa, Lemhannas RI. Kegiatan tersebut mengangkat tema “Melindungi Anak dari Bahaya Narkoba, Gadget, dan Pornografi” dengan menghadirkan Deputi Rehabilitasi BNN Dr. dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS sebagai narasumber.

 

“Dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin canggih, membuat orang tua terkadang kewalahan dengan anak-anak zaman milenial ini yang lebih canggih dari orang tuanya,” kata Plt. Ketua Perista Lemhannas RI Lisa Wieko Syofyan. Menurut Plt. Ketua Perista, adanya jurang perbedaan antara teknologi di masa dahulu dan saat ini, sedikit banyak membuat kesulitan mendidik anak dalam pergaulan sehari-hari. Diharapkan dengan dilaksanakannya kegiatan tersebut dapat berguna bagi setiap peserta yang hadir.

 

“Tidak ada satu alasan yang pasti (mengapa) orang menggunakan narkoba, banyak faktor yang mempengaruhi,” kata Deputi Rehabilitasi BNN Dr. dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS. Lebih lanjut Deputi Rehabilitasi BNN menyebutkan beberapa alasan seseorang menggunakan narkoba, di antaranya ialah untuk menggali jati diri, untuk mengubah perasaan, untuk melarikan diri dari rasa bosan dan putus asa, untuk meningkatkan interaksi sosial, serta untuk meningkatkan pengalaman sensoris dan kesenangan.

 

Menurut Deputi Rehabilitasi BNN ada beberapa faktor pelindung untuk mencegah terjadinya adiksi terhadap narkoba. Beberapa faktor tersebut adalah keterikatan yang kuat dan positif dalam keluarga, peran yang jelas dalam membangun kekuatan dalam keluarga secara konsisten, dan keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak-anak.

 

Deputi Rehabilitasi BNN menyampaikan bahwa kondisi kecanduan gadget saat ini semakin meningkat di kalangan dewasa muda di dunia, 90% di antaranya menggunakan sosial media pada gadget yang dimiliki. Lebih lanjut Deputi Rehabilitasi BNN menyampaikan beberapa tanda-tanda kecanduan gadget di antaranya adalah pekerjaan mulai terganggu, merasa takut ketinggalan informasi apabila tidak mengecek gadget, panik dan cemas bila tidak membawa gadget, serta menggunakan gadget secara sembunyi-sembunyi. “Kita terima sebagai bagian dari perubahan zaman, tapi kita juga sedih dengan situasi seperti ini,” kata Deputi Rehabilitasi BNN.

 

Kemudian Deputi Rehabilitasi BNN menyampaikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kecanduan gadget pada anak. Pertama, orang tua membuat aturan, tetapi aturan yang dibuat harus didiskusikan dengan anak. Kedua, mengalihkan perhatian anak agar tidak terus terfokus dengan gadget. Ketiga, orang tua membatasi akses penggunaan dengan mengatur menu dan fitur yang boleh diakses anak pada gawai. Keempat, menyediakan permainan alternatif yang menarik dan bersifat edukatif. Kelima, orang tua menjadi contoh yang baik dengan membuat waktu tanpa gadget untuk seluruh anggota keluarga. Keenam, perbanyak waktu bersama anak agar anak selalu merasa diperhatikan. Hal-hal tersebut harus dilakukan dengan disiplin, konsisten, dan tegas.

 

Selanjutnya, dalam mencegah serangan pornografi pada anak, Deputi Rehabilitasi BNN menekankan bahwa orang tua harus meluangkan banyak waktu untuk bersama anak. Orang tua juga harus mengajak anak untuk bicara dan diskusi bersama mengenai teman, sekolah, dan lingkungan permainan serta memberitahu mana perilaku yang baik dan perilaku yang buruk. “Awasi apa yang dilakukan anak-anak. Kalau sudah terjadi, rangkul dan peluk (anak),” kata Deputi Rehabilitasi BNN menjelaskan mengenai tindakan yang tepat dilakukan orang tua dalam menghadapi anak.

 

Jika sudah terjadi serangan pornografi pada anak, orang tua harus mendekati anak dan mengajak bicara dengan tenang. Orang tua harus bisa mengontrol emosi dan menghindari kekerasan serta menjelaskan dampak negatif dari sering melihat pornografi. Deputi Rehabilitasi BNN juga mengingatkan orang tua harus bisa memosisikan diri dengan tepat dan memberi cerita-cerita positif yang membangun anak.

“Adiksi adalah penyakit keluarga. Seseorang yang terkena adiksi, maka seluruh anggota keluarganya akan menderita,” kata Deputi Rehabilitasi BNN menutup paparannya.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749