Dokter Ryu Hasan: Kelebihan Makan adalah Ancaman Masa Kini

Jakarta Geopolitical Forum V/2021 (JGF V/2021) yang mengangkat tema “Culture and Civilization: Humanity at the Crossroads” menghadirkan narasumber dengan beragam latar belakang. Salah satu narasumber yang hadir adalah dr. Roslan Yusni Hasan, Sp.BS. atau yang sering disapa dr. Ryu Hasan yang merupakan seorang Pakar Neurosains dari Indonesia. Dokter Ryu Hasan menjadi salah satu pembicara dalam penyelenggaraan JGF V/2021 hari pertama, yakni pada Kamis, 21 Oktober 2021.

Pada kesempatan tersebut, dr. Ryu menyampaikan satu ancaman yang sudah mengintip abad modern tapi masih luput dari perhatian manusia, yaitu masalah kelebihan makanan. "Sekarang ancaman kita justru kelebihan makanan. Orang gembrot, obesitas adalah masalah peradaban ke depan," kata Ryu. Lebih lanjut, Ryu memaparkan bahwa obesitas merupakan persoalan global dan menjadi perhatian WHO sejak tahun 2000. Namun, dari sekian banyak negara yang menyadari bahaya obesitas, hanya Jepang yang paling serius menangani obesitas. "Jepang punya Undang-Undang anti gembrot sejak 2008," kata Ryu Hasan. Salah satu upaya yang dilakukan Jepang adalah menerapkan batas ukuran lingkar pinggang pada laki-laki 84,3 cm dan perempuan 81.3 untuk menentukan seseorang terkena obesitas atau tidak.

Jepang setidaknya membutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk menanamkan kesadaran mengenai bahaya obesitas dan berhasil menurunkan angka kasus obesitas. "Setelah diberlakukan denda dalam dua tahun sejak diundangkan, menurunkan angka kesakitan dan biaya kesehatan yang dikeluarkan," kata Ryu.

Bila melihat perilaku manusia soal obesitas, memang ada paradoks karena manusia memiliki gen tidak bisa berhenti makan. Gen ini menolong manusia pada saat mempertahankan hidup. "Orang yang tidak punya gen tidak bisa berhenti makan, punya peluang hidup lebih tinggi," ujar Ryu. Pada akhirnya manusia yang bertahan ialah manusia yang punya gen tidak bisa berhenti makan. "Ini memberikan advantage pada saat sumber daya terbatas," kata Ryu.

Dalam sesi paparannya, Ryu juga menjelaskan mengenai neuropolitik, yaitu cara otak membentuk perilaku politik pada manusia. Neuropolitik juga berkaitan dengan bagaimana manusia memandang diri dan lingkungan saat berinteraksi dengan manusia lain. Berkembang sejak awal tahun 2000-an, Neuropolitik juga membahas mengenai politik dari sudut pandang sains.

Ryu kemudian memaparkan tiga isu utama dalam konteks keinginan bebas dalam berpolitik. Pertama adalah rigidity atau kekakuan. Manusia pada dasarnya bersifat rigid atau sulit diubah. Ryu mengatakan bahwa hampir tidak mungkin dapat mengubah perilaku manusia. Kedua adalah flexibility atau fleksibilitas. Ryu menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang secara alamiah dibentuk untuk mudah beradaptasi dengan lingkungan dalam hal-hal tertentu. Ketiga adalah plasticity, di mana manusia terbentuk sepanjang manusia tersebut hidup. “Tiga hal tersebut adalah hal-hal yang terjadi dari otak manusia. Manusia disusun oleh bahan-bahan alam yang bekerja sesuai hukum alam,” ujar Ryu.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749