Cetak

Presiden RI: Tema Kebijakan Fiskal Tahun 2022, “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”

“Di tahun 2022, kita masih akan dihadapkan pada ketidakpastian yang tinggi,” kata Presiden Joko Widodo dalam Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangan pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2021-2022 (16/8). Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menghadiri secara virtual kegiatan tersebut. Lebih lanjut Presiden memaparkan bahwa selain akan dihadapkan pada ketidakpastian yang tinggi, bangsa Indonesia juga harus bersiap menghadapi tantangan global lainnya, seperti ancaman perubahan iklim, peningkatan dinamika geopolitik, serta pemulihan ekonomi global yang tidak merata.

Oleh karena itu, Presiden menyampaikan bahwa APBN tahun 2022 harus antisipatif, harus responsif, dan fleksibel merespons ketidakpastian, namun tetap mencerminkan optimisme dan kehati-hatian. “APBN berperan sentral untuk melindungi keselamatan masyarakat dan sekaligus sebagai motor pengungkit pemulihan ekonomi,” ujar Presiden. Lebih lanjut Presiden menjelaskan bahwa sejak awal pandemi, APBN telah digunakan sebagai perangkat kontra-siklus, mengatur keseimbangan rem dan gas, mengendalikan penyebaran Covid-19, melindungi masyarakat yang rentan, dan sekaligus mendorong kelangsungan dunia usaha.

Presiden menyampaikan bahwa mesin pertumbuhan yang tertahan di awal pandemi sudah mulai bergerak. Hal tersebut terlihat dari kuartal kedua 2021, yang mampu tumbuh 7,07% (Year on Year/YoY) dan tingkat inflasi yang terkendali di angka 1,52% (YoY). Presiden menegaskan bahwa capaian ini harus terus dijaga momentumnya dan reformasi struktural harus terus diperkuat. UU Cipta Kerja, Lembaga Pengelola Investasi, dan Sistem Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko adalah lompatan kemajuan yang dampaknya bukan hanya pada peningkatan produktivitas, daya saing investasi dan ekspor, tapi juga pada penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.

Dengan berpijak pada strategi tersebut, Pemerintah mengusung tema kebijakan fiskal tahun 2022, yaitu “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”. Pemulihan sosial-ekonomi akan terus dimantapkan sebagai penguatan fondasi untuk mendukung pelaksanaan reformasi struktural secara optimal. “Reformasi struktural merupakan hal yang sangat fundamental untuk pemulihan dan akselerasi pertumbuhan ekonomi pascapandemi karena Indonesia bukan hanya harus tumbuh, tapi tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan,” kata Presiden. Untuk itu, produktivitas harus ditingkatkan. Produktivitas akan bisa meningkat bila kualitas SDM membaik serta diperkuat oleh konektivitas yang semakin merata, pembangunan infrastruktur yang dipercepat, termasuk infrastruktur digital, energi, dan pangan untuk mendorong industrialisasi, serta dukungan ekosistem hukum dan birokrasi yang kondusif bagi dunia usaha.

Selanjutnya Presiden menjelaskan asumsi indikator ekonomi makro yang dipergunakan di tahun 2022 dengan berpijak pada kebijakan reformasi struktural serta memperhitungkan dinamika pandemi Covid-19 di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tahun 2022 diperkirakan pada kisaran 5,0% sampai 5,5%. Pemerintah akan berusaha maksimal mencapai target pertumbuhan di batas atas, yaitu 5,5%. Namun, Presiden mengingatkan untuk tetap waspada, karena perkembangan Covid-19 masih sangat dinamis. Dalam mengendalikan pandemi Covid-19, akan digunakan seluruh sumber daya, analisis ilmiah, dan pandangan para ahli.

Dengan hal tersebut, pemulihan ekonomi dan kesejahteraan sosial dapat dijaga serta terus dipercepat dan diperkuat. Tingkat pertumbuhan ekonomi ini juga menggambarkan proyeksi pemulihan yang cukup kuat, didukung oleh pertumbuhan investasi dan ekspor sebagai dampak pelaksanaan reformasi struktural. Namun, Presiden kembali mengingatkan bahwa kewaspadaan tetap diperlukan mengingat ketidakpastian global dan domestik dapat menyumbang risiko bagi pertumbuhan ekonomi ke depan. Inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 3%, menggambarkan kenaikan sisi permintaan, baik karena pemulihan ekonomi maupun perbaikan daya beli masyarakat.

Presiden juga menyampaikan perkiraan bahwa Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp14.350 per US Dollar, dan suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun diperkirakan sekitar 6,82%, mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia dan pengaruh dinamika global. Harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) diperkirakan akan berkisar pada 63 US Dollar per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 703.000 barel dan 1.036.000 barel setara minyak per hari.

“Pada tahun 2022, Pemerintah merencanakan kebijakan fiskal yang tetap ekspansif guna mendukung percepatan pemulihan sosial-ekonomi, namun juga konsolidatif untuk menyehatkan APBN dengan penguatan reformasi struktural,” kata Presiden. Kemudian Presiden menyampaikan enam fokus utama dalam kebijakan APBN tahun 2022. Pertama, melanjutkan upaya pengendalian Covid-19 dengan tetap memprioritaskan sektor kesehatan. Kedua, menjaga keberlanjutan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan rentan. Ketiga, memperkuat agenda peningkatan SDM yang unggul, berintegritas, dan berdaya saing.

Keempat, melanjutkan pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adaptasi teknologi. Kelima, penguatan desentralisasi fiskal untuk peningkatan dan pemerataan kesejahteraan antardaerah. Keenam, melanjutkan reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting untuk mendorong agar belanja lebih efisien, memperkuat sinergi pusat dan daerah, fokus terhadap program prioritas dan berbasis hasil, serta antisipatif terhadap kondisi ketidakpastian.  “Belanja Negara dalam RAPBN 2022 direncanakan sebesar Rp2.708,7 triliun yang meliputi, belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.938,3 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp770,4 triliun,” kata Presiden