Agus Widjojo: Ketahanan Itu Bukan Perlawanan tetapi Pemulihan

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjadi salah satu narasumber pada Webinar Geostrategi Mengatasi Bencana Pandemi Covid-19: Konsepsi Membangun Ketahanan Nasional di Era Ketidakpastian pada Rabu (14/4). Pada Webinar yang diselenggarakan oleh Program Studi S3 Ilmu Ketahanan Nasional Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut, Agus mengangkat topik Membangun Ketahanan Nasional untuk Mengatasi Pandemi Covid-19 dengan Pendekatan Aspek Geostrategis.

“Ketahanan itu adalah spesifik, karakteristik dan sifatnya, terhadap ancaman gangguan, hambatan, dan tantangan tertentu,” kata Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. Mengawali paparannya, Agus menyampaikan bahwa ketahanan nasional merupakan sebuah keadaan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam prosesnya menghadapi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan.

“Ketahanan nasional bukanlah merupakan sebuah disiplin ilmu tersendiri,” ujar Agus. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa untuk membangun ketahanan nasional bisa melalui pendekatan gatra yang terdiri dari gatra ideologi, gatra ekonomi, gatra politik, gatra sosial dan budaya, serta gatra pertahanan dan keamanan. Kondisi masing-masing gatra tersebut memengaruhi ketahanan nasional. Apabila salah satunya lemah maka akan mempengaruhi kondisi ketahanan nasional.

Selain melalui pendekatan kelima gatra tersebut, membangun ketahanan nasional juga dapat melalui pendekatan spasial geografis. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa dalam membangun ketahanan nasional ada kriteria-kriteria yang harus diwujudkan dan dioperasionalkan dari teori-teori yang berasal dari disiplin ilmu masing-masing gatra. “Tetapi teori saja itu belum mempunyai arti bagi masyarakat,” ujar Agus. Agar bisa dirasakan, teori tersebut harus ditransformasikan menjadi bentuk konkret melalui kebijakan publik oleh pejabat-pejabat yang mempunyai kewenangan dan diberikan mandat serta amanat untuk merumuskan kebijakan.

Dalam rangka untuk merumuskan ketahanan nasional juga harus menggunakan dasar kondisi trigatra, yaitu menganalisis kondisi geografi, sumber kekayaan alam, dan demografi. Selain itu, diperlukan juga pengetahuan untuk memberikan substansi terhadap kebijakan serta diperlukan kompetensi untuk merumuskan kebijakan yang efektif.

Dalam semua hal tersebut karena Indonesia adalah negara demokrasi, maka perbedaan pendapat tidak dilarang. Namun, syaratnya setiap pendapat harus didasarkan pada konsensus dasar bangsa. Apabila ada sebuah gagasan yang berasa dari luar konsensus dasar bangsa maka bisa dicurigai sebagai niat untuk mengganggu dan mengubah konsensus dasar kebangsaan.

“Ketahanan itu bukan perlawanan, ketahanan itu pemulihan,” ujar Agus. Menurut Agus, ketahanan hanya bisa diukur setelah menghadapi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan. Ketahanan, lanjut Agus, penekanannya diberikan pada kemampuan mempertahankan kelangsungan hidup (Survivability), kemampuan beradaptasi (Adaptability), kemampuan pemulihan kembali (Bounce Back), dan kemampuan pengembangan dalam menghadapi situasi disruptif (Recovery).

Oleh karena itu, ketahanan pada tingkat nasional dapat dikatakan sebagai kemampuan masyarakat untuk menghadapi keadaan sulit dengan melakukan perubahan dan penyesuaian serta menyerap kesulitan atau perubahan yang diakibatkan oleh ancaman. Kemampuan ketahanan dapat dilihat dari cerminan kemampuan masyarakat untuk bertahan terhadap kesulitan dengan mempertahankan segenap institusi dan nilai yang dimiliki dan melakukan penyesuaian dalam cara baru dan inovatif. Sikap serta persepsi sosial dan politik juga ditemukan berpengaruh terhadap kemampuan bangsa untuk bertahan menghadapi situasi krisis atau konflik.

“Geostrategi adalah cara untuk mencapai tujuan yang dikaitkan dengan lokasi geografis,” kata Agus. Lebih lanjut Agus menyampaikan bahwa dalam geostrategi didasarkan pada analisis Strengths atau Kekuatan, Weakness atau Kelemahan, Opportunities atau Peluang, dan Threats atau Ancaman pada suatu negara. Geostrategis juga mempertimbangkan kemampuan sumber daya, efektivitas pemerintahan kekuatan di dalam elemen kekuatan nasional, mempertimbangkan geopolitik dari lokasi geografisnya, dan dipusatkan untuk mencapai kepentingan nasional melalui kebijakan luar negeri.

Selanjutnya Agus menjelaskan mengenai implikasi global pandemi covid-19 yang dikaitkan dengan geostrategi yang mempengaruhi kebijakan negara. Menurut Agus, risiko Covid-19 telah mengakibatkan timbulnya tantangan dan peluang bagi organisasi global. Bagaimana disrupsi tersebut mempengaruhi negara akan bergantung kepada jejak geografis, industri dan karakteristik lainnya. Kemudian tidak cukup bagi para pembuat keputusan untuk memahami bahwa risiko Covid-19 itu ada atau akan mengakibatkan adanya keadaan lain dimasa depan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Oleh karena itu, risiko tersebut harus dipetakan oleh setiap negara agar dapat menyiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan disrupsi dan mengatasinya. Agus juga berpendapat bahwa mengelola risiko potensial Covid-19 membutuhkan adopsi geostrategi sebagai bagian dari kerangka ketahanan nasional.

“Karena pandemi Covid-19 tidak dapat diatasi oleh satu negara saja, oleh karenanya memerlukan upaya dalam bentuk kebijakan antarbangsa,” kata Agus. Lebih lanjut, Agus menyampaikan bahwa kemajuan teknologi yang mengakibatkan semakin meningkatnya mobilitas penduduk dan mobilitas perdagangan dalam bentuk rantai pasokan global, juga menyebabkan tidak terhindarkannya kerja sama internasional untuk mengatasi pandemi. Agus juga berpendapat bahwa era ketidakpastian tentang kapan pandemi Covid-19 berakhir merupakan karakteristik yang harus direspons dengan kemampuan dalam ciri kebijakan untuk membangun ketahanan nasional.



Hak cipta © 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI. Semua Hak Dilindungi.
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10 Jakarta 10110
Telp. (021) 3451926 Fax. (021) 3847749